Mohon tunggu...
Amerta Raya
Amerta Raya Mohon Tunggu... Petani - Petani

Catatan Manusia Pelosok Desa

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hari Ini Cerita Hari Kemarin

15 Agustus 2023   17:05 Diperbarui: 15 Agustus 2023   17:11 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis diteras atas gubuk. Dokpri

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh. 

Selamat sore ganks. 

Shalom, om swastyastu, namo buddhaya, wei de dong tian.

Salam kebajikan, salam sejahtera bagi kita semua.

Rahayu rahayu rahayu.

Alhamdulillah, pagi tadi Selasa 15 Agustus 2023 pukul 08:35 WIB aku mulai latihan menulis cerita hari kemarin. 

Sepagi itu sudah bisa latihan menulis, hati kian terasa berbunga-bunga.

Tadi aku menulis di gubuk tercinta.

Duduk sambil menikmati nyanyian lagu jadul dari siaran radio Gadjah Mada Semarang.

Sembari memandangi sungai yang jernih.

Pun suara jenggeret uthi-uthi santer mengiringi mengisi ruang suara.

Rerimbunan pohon tampak apik kala sorot sinar surya menembus sela dedaunannya.

Semakin aku mencintai-Nya.

Pagi ku selalu indah disambut Semesta Raya.

Kemarin pagi, biasa aku bangun awal.

Memprioritaskan diri untuk illahi.

Sampai dengan jam empat dan aku makan sahur.

Cuci piring dan gelas kotor kemudian gosok gigi dan berwudhu.

Sholat qobliyah subuh dan unggah video YouTube sembari mendengarkan mu'adzin puji-pujian.

Dua video terunggah dan tak lama kumandang iqomah.

Bergegas aku ke mushola turut berjamaah subuh.

Usai sholat, sekitar jam lima lebih lima menit.

Keluar pintu mushola ya bisa tugas merapihkan sandal jamaah.

Pulang langsung ke kamar, nyiapin barang bawaan, buku tas kecil dan hape.

Aku sipakan kemudian aku ke kakus pipis dan berwudhu.

Sayogyanya tempat berwudhu dan kakus itu terpisah.

Tapi ya rumah Simbok adanya seperti itu.
Gunakan seadanya saja dulu.

Kelak insyaAlloh ada rejeki dibugar kakusnya.

Usai wudhu aku ambil barang bawaan.

Kemarin pagi aku berkendara motor, pun pagi ini juga motoran.

Biar otot pinggang, paha, bokong tidak ngilu lagi.

Masih gelap aku jalan ke gubuk.

Mampir ke rumah Simbah, biasa Simbah masih duduk disinggasananya.

Aku jabat dan cium tangannya dan langsung kedepan tipi.

Menyalakan tipi, nonton TVRI Serambi Islami, pembicaranya K.H Agus Dermawan rutin pengisi setiap hari senin.

Aku nonton setengah sekmen sampai iklan dan aku pamit ke gubuk.

Simbah nonton disebelah ku. 

Pamit ku jabat dan cium tangannya sembari pamitan dan salam.

Langsung gas motor jalan ke gubuk.

Ditengah sawah sempat aku berhenti sejenak untuk mendengarkan kuliah subuh.

Pembicara kuliah subuh kemarin pak Kyai Munajat, membaca kitab kuning fiqih, membahas terkait riba.

Tak lama aku langsung jalan turun ke gubuk, kebelet pipis.

Parkir motor biasa dihalaman dibawah pohon durian.

Tas aku letakkan, kupluk aku lepas dan langsung nyemplung sungai.

Pipis sampai tuntas lampias dan berwudhu.

Kemudian tas aku bawa masuk ke gubuk, taruh dan hape aku cas, radio aku nyalakan.

Ganti pakaian dinas ku, baju dan sarung kebangsaan.

Terus aku obong-obong, bakar sedikit sampah sembari ghenen alias menghangatkan badan.

Pun air sekalian ku rebus,  menyiapkan kalaunya ada petani mampir kan.

Badan sudah cukup hangat dan aku lanjutkan tadarus sejenak, tiga surah andalan ku.

Yang aku lanyah bacanya, surah lain masih latihan melanyahkan, jadi paling bacanya per setengah lembar.

Kemudian aku membaca buku sambil duduk diatas motor.

Beberapa lembar kemudian aku nyapu halaman dan membaca buku lagi.

Tak lama ada suwo Mardi  datang membawa pecut alias cambuk yang beliau buat sendiri dari bahan bambu muda.

Beliau datang dari arah belakang ku, kaget aku, tiba-tiba nongol.

Aku tutup buku, aku tanya terkait aktifitasnya.

"wes rampung po wo?" tanya ku.

"opone sing rampung" jawab beliau dengan pertanyaan.

"yo kae ngungsung rabuke" jawab ku.

"o, kae wong nyong ming nyambi, timbang lambean ming kene karo gowo rabuk" jawab beliau.

"due rapiah pora leh?" sambung beliau dengan pertanyaan.

"seg tak lurakno wo" sambil aku masuk ke gubuk.

"kok nono rapiah wo, tambang cilik opo keno?" tanya ku.

"tambang opo, ndelok jajal, lah sampean engko kanggo iki?" tanggap beliau.

"ora wo, isih dowo kok tambange, iki motong sak butuhe sampean" kata ku sambil menyodorkan tambangnya.

Suwo Mardi langsung potong ternyata cuma butuhnya pendek banget, cuma sekurangnya tiga puluh centimeter.

Langsung disambungkan ke ujung cambuknya.

Cambuk langsung dicoba dan bunyi cukup mengagetkan.

Seperti bunyi petasan banting, ceterr!! dan coba ulang-ulang gitu.

"apan gawe opo wo pecute?" tanya ku.
"lah gawe kui nggurah manuk emprit" jawab beliau.

"wis meh jogo sawah iki, wis mulai metu parine" sambung beliau.

"o, opo manuk emprite akeh wo?" tanya ku sambil manggut-manggut.

"akeh nemen iki" jawab beliau.

"mayan ra wo, sodaqoh karo manuk" jawab ku sambil senyum.

"iyo pancen, jare kae pas ngajine Mumpuni mbarang, yen woh-wohan tanduran dipangan kewan podo karo sodaqoh jare" jawab beliau sambil senyum.

"iyo wo, bener iku, sing dipangan kewan mbesok panene ning akhirat insyaAlloh wo" tegas ku.

"aamiin, matur suwun yo leh, ngapurone wis ganggu sinaune" ungkapan terima kasih beliau sambil pamit mau cari ramban alias pakan ternak.

"ho'o wo, ati-ati, barokalloh" jawab ku sambil kembali duduk di atas motor.

Kembali aku buka buku cuma beberapa lembar tok, kemudian aku tutup buku.

Aku ke gubuk, lihat jam hape sudah sekitar jam delapan lebih.

Aku sholat dzuha dan kewajiban ku mengqodho sholat lima waktu yang dulu aku tinggalkan.

Usai sholat buka surah Al-Baqoroh baca beberapa ayat kemudian kau tutup.

Radio aku matikan, stop kontak aku lepas, cas hape juga aku lepas, dan hape aku masukkan kedalam tas.

Pintu kamar atas aku tutup, aku jalan turun tangga bambu.

Tungku api aku check untuk memastikan aman.

Aku tutup pintu samping dan aku keluar dari pintu depan.

Biasa pintu tidak aku konci, gembok cuma aku gantungkan.

Biar kalau ada yang kesini, bisa masuk kalaunya mau membuat kopi.

Beneran kemarin ada orang yang kesini.

Siang sampai sore kayaknya.

Ada bekas bungkus rokok dan makanan.

Ada bekas singkong juga, entah dibakar atau direbus.

Kemarin aku pulang sampai rumah Simbok sekitar jam setengah sepuluh.

Naik motor, ditanjakan biasa off road, selap-selip rodanya, sampai bau ban gosong.

Seneng aku mainkan sekalian free style.
Sudah berasa naik motor trail saja, walau kenyataan motor supra.

Rusak, rusak dah motor, tapi alhamdulillah aman.

Usai tanjakan, jalan setapak tengah sawah ngebut maksimal.

Salah sedikit kepleset nyemplung ke sawah.

Tapi malah asyiknya pas jatuh nyemplung kesawah itu.

Tapi alhamdulillah tidak jatuh juga.

Ngebut sampai rumah Simbok, langsung parkirkan motor.

Buku aku ambil dari cetekan depan motor dan langsung bawa ke kamar. 

Taruh buku dan tas, duduk sejenak ngecas hape.

Mulailah latihan menulis tentang "curug watu gantung" alhamdulillah selesai sampai dengan ba'da dzuhur.

Kemudian menunaikan sholat dan nonton TVRI Klik Indonesia Siang.

Sambil mbabah turu alias tiduran.

Baru mak kliyep, tidur sejenak, kaget aku, malah dibangunin oleh Simbok.

"ayo tangi, kae wis dienteni rombongan" kata Simbok ku sambil narik jempol kaki ku.

"iyo-iyo, sido mangkat po, set tak raup, wudhu" jawab ku sambil kaget.

Langsung beranjak ke kakus wudhu.

Kemudian aku ganti pakaian, yang terbaik aku pakai untuk-Nya. 

Tas aku cangklong, walau hanya aku isi dengan mushaf Yasin.

Langsung aku jalan keluar kamar.

Aku baru keluar lewat pintu belakang, Simbok nyamperi aku lagi. 

"ayo cepet kae wis dienteni rombongan, wis arep didongani karo mbah Tamyiz" kata Simbok dengan nada tergesa-gesa. 

"njih mbok, ayo nyong lewat kene" jawab ku sambil jalan menuju mobil rombongan.

Ternyata benar, semua sudah siap duduk rapih di mobil langganan yang buat rombongan.

Berjajar simbok-simbok di bak belakang, mobil bak terbuka alias pickup.

Laki-laki yang ikut duduk dibelakang ada pak Muhammad Ihsan, beliau duduk diatas pintu bak.

Aku duduk didepan mbatiri alias menemani mbah Kyai Tamyiz Abdulloh.

Jadi didepan ada aku duduk ditengah, mbah Kyai Tamyiz duduk disamping kiri, beliau minta duduk dipinggir dan sopirnya dek Eko.

Sebenarnya acara ziarah, rombongan simbok-simbok jamaah sholawat kampung ku.

Cuma aku ikut aja, menuhin mobilnya, mobil bak ss diisi 17 orang, sesak.

Tapi asyik, simbok-simbok dibelakang semua sepanjang perjalanan ya guyonan tertawa ngakak-ngakak.

Kami bertiga didepan juga turut ngobrol.

Dari sopir si dek Eko aku ajak ngobrol, terus dia mengeluhkan mobilnya yang musti ganti ban, sudah botak bahkan kelihatan benangnya.

Pun musti nyetel kaki-kaki mobil biar span lagi.

Kemudian ngobrol sama mbah Kyai Tamyiz sangat banyak, sampai ditempat ziarah.

Dek Eko jadi pendengar sampai tujuan.

Alhamdulillah membahas banyak hal, dan banyak ilmu yang aku serap dari mbah Kyai Tamyiz Abdulloh.

Semoga si sopir dek Eko juga menyerap perbincangan kami selama mendengarkannya.

Kami sambil guyon, mbah Kyai Tamyiz cerita banyak hal.

Aku tanyakan juga kabar anak mbontotnya maslik Muhsinun.

Lama banget aku tidak pernah melihatnya.
Umurannya sekitar setahun atau dua tahun lebih muda dari aku.

Tapi urutan manggilnya lebih tua, dia sejajar paklik ku, aku memanggilnya maslik.

Maslik masih di Pondok Pesantren API Jetis Pakisan Sukorejo Kendal Jawa Tengah Indonesia.

Sudah ada 16 tahunan di PonPes.

Mungkin ini tahun terakhir tinggal di PonPes, kata mbah Kyai Tamyiz.

Karena ini sedang menyelesaikan studinya mengkaji kitab ihya'ulumuddin, mungkin tahun ini khatam.

Diminta untuk pulang jika sudah khatam.
Pnajang ngobrol sambil bercanda dengan mbah Kyai Tamyiz.

Sampai di Wonobodro, mobil parkir didepan masjid agung Wonobodro.

Kami jalan kaki dari masjid menuju makam, sekitar jarak satu kilo meter.

Enak jalannya sepi banget sudah, tidak seperti pas awal aku kesana, jumat kliwon awal bulan suro, penuh.

Sampai di mata air yang diyakini keramat, kami mampir untuk berwudhu dan mengambil airnya dengan botol.

Mungkin dulunya mata air tersebut tempat wudhu Syekh Maulana Maghribi kala berada disana.

Disampingnya ada batu bekas tempat sholatnya dulu, tapi ditutup gerbong jeruji.

Kemudian kami sholat ashar berjamaah di mushola sebelum naik ke makam.

Usai sholat kami langsung menuju ke makam Syekh Maulana Maghribi.

Kami memilih tempat disebelah timur makam.

Sepi banget, enak lengang, sangat lengang.

Aku dan jamaah segera membuka dan menaruh botol air didepan nempel dinding makamnya didepan jamaah.

Ndilalah botol punya ku bawahnya tidak rata, bekas botol kepanasa, bawahnya timbul.

Jadi tidak bisa berdiri.

Aku paksakan malah tumpah, tapi tidak banyak cuman tiga teguk paling.

Jadi basah lantai tepat depat mbah Kyai Tamyiz.

Oleh mbah Kyai Tamyiz malah dikusar-kusarke dengan kakinya.

Kemudian aku buka kelambu makamnya, yang berwarna hijau berpadu kuning emas.

Jeruji besi dengan warna putih dan makam keramik putih.

Nampak bunga bertebaran pun yang dirangkai, dari yang masih segar dan sudah layu kecokelatan.

Aroma bunga melati, bunga kenanga dan bunga kantil semerbak saat aku buka klambu gorden.

Masih sambil berdiri kami salam dengan bacaan salamnya dipimpin oleh mbah Kyai Tamyiz.

Belum sampai selesai salam, malah aku kentut, kecil tidak bunyi, kalau ditahan malah tidak nyaman, lepaskan saja.

Aku keluar dari makam untuk ke sumber air.

Aku bisikin ke dek Eko "aku wudhu seg", dan jalan keluar dari jamaah.

Turun cukup jauh, ketemu beberapa warga, sedang membelah batu agak jauh jarak kami, aku sapa mereka sambil menganggukkan kepala.

Jalan lagi, ketemu simbah-simbah sedang bawa cangkul mau pergi keladangnya.

Aku jabat dan cium tangannya, sembari salam.

"Waalaikumussalam" jawab beliau.

"saking makam nopo, kok piambakan?" sambung pertanyaan beliau.

"njih mbah, rombongan kok, niki bade wudhu kulo, monggo mbah" jawab ku sambil pelan-pelan jalan.

"o, njih monggo-monggo" jawab simbah sambil tersenyum sumpringah.

Jalan sampai tempat wudhu dimata air bawah pohon jlamprang.

Pipis sejenak dan langsung berwudhu.
Jalan lagi, menanjak kemakam.

Ketemu lagi yang sedang membelah batu, tapi cuma tinggal satu orang.

Aku anggukkan kepala sambil mengucapkan kata permisi, sembari tersenyum.

Beliau pun turut menganggukkan kepala sembari menjawab "njih monggo" dengan senyum sumpringahnya.

Jalan lagi naik tangga, sampai dimakam, masuk salam sejanak.

Kemudian gabung ke rombongan lagi langsung duduk.

Baru mau dimulai mujahadahnya, alhamdulillah jadi aku tidak tertinggal.

Karena acara kami santai jadi mujahadah disertai Yasin, mujahadahnya mbah sunan Ampel.

Sampai dengan selesai, kemudian rombongan aku ajak mampir ke makam ki ageng Wonobodro dan ki ageng Pekalongan.

Mumpung sampai disana dan kondisi sepi jadi sekalian sowan, kami tahlil saja, hadiah fatikhah.

Tidak berlama-lama karena waktu sudah cukup sore.

Kemudian kami keluar, gerbang gapura makam, disambut mentari terbenam yang sangat elok pijarnya.

Bulat sempurna dengan warna kuning kemerahan dibalut kabut.

Subhanalloh, aku merasakan sebuah keindahan yang teramat sangat.

Dibalik bangunan perkampungan tepat disebelah kubah tua yang berwarna hijau.

Sayang aku tidak membawa hape, jadi tidak ku dokumentasi.

Pun kalau bawa hape juga tidak mungkin ku dokumentasi.

Karena hape sudah dapat dipastikan mati ngedrop.

Aku nikmati sejenak sampai matahari mulai bersembunyi dibalik awan.

Ada paklik untung sedang foto-foto dengan anak dan istrinya.

Mereka bawa motor sendiri, tapi anak yang sulung ikut rombongan mobil.

Aku minta hapenya, aku fotokan biar mereka jadi foto satu keluarga.

Aku fotokan banyak banget, pun matahari yang sudah mengintip-mengintip dibalik awan juga aku foto.

Tapi aku tidak minta fotonya, ndak punya kontak mereka.

Mereka aku fotokan lagi, dengan background gerbang, sampai dibawah tangga aku fotokan lagi.

Sudah puas dengan banyak foto, kemudian aku jalan.

Simbok-simbok pada mampir belanja oleh-oleh.

Aku jalan bersama mbah Kyai Tamyiz dan dek Eko.

Tak lama paklik untung jalan berboncengan dengan anak istrinya.

Kami terus jalan kaki, sepanjang jalan ketemu banyak warga kami saling sapa.

Ramah-ramah warganya.

Beberapa simbah-simbah sepuh duduk diteras rumahnya menunggu kumandang adzan maghrib.

Yang terjangkau atau dekat dengan jalan ku, aku sempatkan berjabat tangan.

Istimewa hari ku kemarin, sangat istimewa.

Simbah-simbah sepuh yang agak jauh aku lemparkan senyum sembari ku ucapkan kata "amit sewu, monggo mbah"
Mereka menjawab dengan senyum sumpringah.

Ada yang kami hanya saling pandang dan senyum penuh kasih sembari menganggukkan kepala dan mengedipkan matanya.

Beliau sesepuhnya sedang jalan menuju makam, kami berpapasan.

Beliau dengan mengenakan kaus berwarna kuning dan celana cokelat, sambil menggendong tangan seraya berdzikir.

Mengisyaratkan rasa bungah, tresno alias cinta yang mesra.

Psychal language, love language dengan gesture mimik muka yang sumpringah bahagia.

Semoga mereka semua diberikan kesehatan wal afiat dan selalu diberkahi, pun dilimpahkan rahmat dan Karunia oleh Alloh SWT.

Sampai parkiran depan masjid sudah pukul 17:40  WIB, sudah kumandang tartil Al-Qur'an.

Sejenak menunggu rombongan dan semua kumpul, naik mobil semua.

Jamaah sholat maghribnya nanti saja di Reban Blado, tegas simbok-simbok.

Taklama kumandang adzan maghrib, baru keluar dari parkiran.

Aku langsung ambil pisang unyil dan satu permen didalam tas untuk berbuka.

Pisang dan permen aku nemu dimakam, punya orang yang jatuh paling.

Aku batalkan puasa dan minum air yang aku ambil dari mata air tadi.

Jalan sambil ngobrol lagi dengan mbah Kyai Tamyiz.

Sampai di masjid Reban, kami menepi dan parkir dipinggir jalan.

Semua turun dari mobil dan aku duduk di serambi masjid menunggu yang berwudhu.

Aku sholat tahyatal masjid dan qobliyah maghrib.

Tak lama jamaah sudah kumpul, kemudian sholat maghrib berjamaah.

Wirid bersama imam sejenak dan ku tututup dengan sholat ba'diyah.

Kemudian kami langsung menuju mobil.

Sudah seperti bakul kerupuk saja, banyak banget kerupuknya.

Satu orang beli lima bungkus, mana ukurannya besar-besar.

Kami langsung naik mobil semua, dan langsung jalan.

Kata sopir "lewat Kecamatan Bawang ae ayo, sing dalane alus, opo apan lewat limpung maning?".

"monggo kerso sampean pir, sing sampean enak wae" jawab mbah Kyai Tamyiz.

"tapi Bawang dalane berkelok-kelok" kata dek Eko.

"iyo sak enake kowe ae ko, lewat Bawang yo ayo" lewat limpung maning yo ora opo-opo" kata ku.

"lewat Bawang ae yo ayo"  pungkas Eko.

"yo wis ayo mangkat" santai wae, dalan iso dambah kabeh kok" pungkas ku.

Kemudian kau ngobrol lagi dengan mbah Kyia Tamyiz sampai tak terasa sudah masuk kampung.

"iki wis nang Wadas po?" tanya mbah Kyai Tamyiz.

"njih mbah, sampun dugi ngajenge lik Jamil niki" jawab ku.

"hehehe, ora kroso kok wis tekan ngomah ae, alhamdulillah wis lah" kata mbah Kyai Tamyiz.

Jalan sampai kampung Ngepeh RT.002 RW.001 (kampung ku) sembari meneruskan obrolan lagi.

Sepuluh menitan kami sampai, dan semua turun dari mobil.

Alhamdulillah kembali kerumah dengan selamat.

Tak lupa bayar, uang dikumpulkan ke panitia penyelenggara.

Aku bawakan belanjaannya Simbok sebagian untuk oleh-oleh Simbah.

Sopir tak ajak mampir ke rumah untuk ngopi dulu, sambil rehat sejenak.

Duduk didepan tipi, ditemani Bapak ku.

Aku lihat meja sudah ada bubur candil semangkuk, langsung aku santap.

Terus makan besar lauk sayur jantung pisang, alhamdulillah nikmat.

Dengan nasi urapan nasi jagung yang dibeli Simbok dan makan gethuk singkong oleh-oleh dari makam.

Minum dan langsung cuci piring dan gelas kotornya.

Kemudian ke kakus pipis dan gosok gigi, pun berwudhu.

Lihat jam tepat pukul delapan, kemudian sholat isya', takluput sholat rowatib, dan sholat witir.

Alhamdulillah, Bapak Simbok dan dek Eko pergi menghadiri pengajian ke lapangan Jambangan.

Ada rame-rame lomba sound sistem hari ini atau besok, aku kurang tau.

Kemarin pas kami berangkat ziarah, aku lihat dilapangn sudah banyak sound berkumpul dari berbagai daerah, dengan stand masing-masing.

Nah semalam dibuka dengan pengajian. 

Aku istirahat, sebenarnya ada niat mau buka kompasiana.

Tapi sekedar mau menulis judul "Hari Ini Akan Aku Tulis Hari Esok"  

Lantas isi artikelnya kosong. 

Atau sekedar kata "sampai ketemu besok, jangan rindukan aku".

Tapi malas lemot hape ku buka kompasiana. 

Buka WhatsApp ada chat dari adek ku si Atta Rahmatika. 

Adik pecah ketuban kemarin sore jam lima bilangnya. 

Janin baru usia 33 minggu katanya. 

Chat adik ku
Chat adik ku

Rasa ku tepat dengan air botol ku yang tumpah di makam sekitar jam lima. 

Mohon do'anya para pembaca yang budiman, semoga adek ku diberikan kesehatan wal afiat, barokalloh. 

Kemudian aku langsung tidur, karena capek banget.

Demikian lah cerita ku sore ini tentang hari kemarin.

Tadi selesai latihan menulis pukul 12:10 WIB. 

Aku save di WhatsApp, kirim pesan ke diri sendiri.

Membongkar memori hari kemarin untuk ku tuangkan kedalam bentuk tulisan. 

Sedikit banyak ada yang terlupa, tapi semaksimal mungkin aku mengingatnya.

Barusan aku edit selesai tepat pukul 17:00 WIB dan siap aku unggah ke kompasiana.

InsyaAlloh lanjut latihan menulis lagi nanti sore.

Mohon maaf lahir dan batin, banyak salah dari tulisan yang tidak bermutu ini.

Salam dari pelosok Desa untuk Indonesia maju, Indonesia sehat, Indonesia cerdas, Indonesia emas.

Matur sembah nuwun.

Nitip sehat, semangat dan jangan lupa bahagia.

Alhamdulillah. 

Barokalloh.

Wassalamualaikum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun