Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Buku Harian Rizki

7 Juli 2015   11:57 Diperbarui: 7 Juli 2015   11:57 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Iya, Bu," jawab Kia dengan senyum yang manis penuh bangga.

Kalimat apa yang akan meluncur dari Bu Ita?  Selalu, dan selalu kalimat sama dan selalu dikatakan orang kepada Kia.  Kata-kata yang menyakitkan.  Sangat menyakitkan hati Kia.

"Kok beda ya?" kata Bu Ita.

Gubrak!  Sebuah bom meledak satu kali lagi di hati Kia.  Kia memang tak lagi harus sama dengan Kiki seperti selalu dilakukan Mama.  Kia sekarang bisa menjadi dirinya sendiri.  Tapi, hampir semua guru di sekolah Kia selalu membandingkan Kia dengan Kiki.  Dan perbandingannya selalu antara langit dan bumi.  Kiki berdiri terang benderang di langit dengan seribu pujian.  Kia berada keok di bumi dengan injakan-injakan yang menyakitkan.

"Kenapa, Bu?" tanya Bu Tri.

"Kiki itu rajin sekali.  Kia kok tak pernah bisa menyelesaikan tugas tepat waktu.  Tugas Kia selalu selesai saat ibu sudah hampir kering tenggorokannya," jelas Bu Ita yang semakin terasa melemparkan diri Kia ke ujung dunia paling ganas penuh binatang buas.  Hanya ada satu jalan, menangis.  Tapi, masih layakkah ketua ekskul basket menangis?  Tak!  Tak boleh Kia menangis.

Untung tak ada kulit badak.  Kalau ada, Kia pasti sudah memakainya.  Biar tidak malu.  Biar tak sakit hati.  Kenapa begitu banyak orang yang senang membanding-bandingkan dirinya dengan Kiki?  Tak bolehlah dua orang itu berbeda, meskipun dua orang itu lahir kembar?

Teriris.  Pedih.  Perih.  Hati Kia seakan diiris-iris setiap ada guru yang membandingkan dirinya dengan Kiki.  Karena perbandingan itu akan berakhir dengan kesimpulan: Kiki hebat dan Kia keok.

.***

Sore terkepung mendung.  Jakarta seperti sedang diserang tentara luar angkasa yang hitam legam serta angkuh.  Betul-betul mendung tebal yang mengerikan.  Sementara petir begitu galak memborbardir tanpa henti.

Kia masih terduduk.  Hendak pulang tapi enggan.  Sementara di sekolah tinggal dirinya dan Bayu.  Bayu dari tadi menemani Kia.  Kasihan melihat Kia sendirian.  Apalagi mendung seakan meneror setiap warga kota metropolitan ini. Apalagi Kia masih terlihat cantik.  Meski Jakarta mendung.  Meski wajahnya murung.  Bayu betul-betul tak tega meninggalkannya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun