"Makanya banyak-banyak baca, Yon. Jangan cuma nyiram bunganya saja."
"Iya, iya. Memang legendanya seperti apa?"
"Linda, kamu saja yang cerita, aku mau menghabiskan baksoku dulu." Mira kembali menyendok baksonya.
Linda mengangguk, dia menatapku dan Mira bergantian lantas mulai bercerita, "Bunga itu, bleeding heart dianggap sebagai simbol cinta abadi. Konon katanya, ada seorang pemuda yang jatuh cinta kepada seorang gadis cantik. Pemuda itu berniat untuk melamar gadis yang dicintainya, berbagai hal dilakukan pemuda itu sebagai bukti cinta darinya kepada gadis impiannya dan juga untuk meyakinkan gadis itu agar mau menerima cintanya. Segala hal dikorbankannya, baginya tidak ada yang lebih penting daripada gadis itu. Tapi sayangnya setelah semua pengorbanan itu, sang gadis impiannya tidak juga luluh terhadap cintanya. Pemuda itu putus asa, semua hartanya telah habis digunakannya untuk membeli barang-barang berharga untuk gadis pujaan hatinya, tidak ada lagi yang dia punya. Akhirnya, pemuda itu mengambil pisau dan menusukkannya ke jantungnya." Linda mengakhiri ceritanya.
"Lalu apa hubungannya dengan nenek?"
"Kata Oma, sebelum dia meninggal... Kamu tahukan kalau nenek sama oma itu sahabatan?"
Aku mengangguk.
"Tapi kamu harus janji, setelah aku menceritakan semuanya tidak akan ada berubah di antara kita. Janji?"
Aku mengangguk.
"Mereka selalu bersama, bahkan kuliah mereka mengambil program studi yang sama. Dan bukan haja mereka berdua, tapi bertiga, dengan kakek." Mira berhenti sejenak.
"Suka duka mereka lewati bersama, selalu bersama. Tapi, semua itu berubah saat cinta memasuki persahabatan mereka. Nenek mencintai kakek, dan Oma juga mencintai kakek. Mereka berdua mencintai orang yang sama." Mira sekali lagi berhenti.