Upacara Ngaben Cok Sindhu baru saja selesai tiga hari yang lalu. Istri Cok Sindhu masih berduka di kediamannya. Wanita enam puluh tiga tahun itu menatap foto suaminya dengan tatapan kosong.
"Biyang... Relakanlah Aji pergi. Biyang jangan bersedih seperti ini." ucap Anak Agung Baskara kepada ibunya.
"Tapi anakku... Biyang merasa kepergian Ajimu terlalu cepat.
Ruang kesunyian tercipta diantara anak dan ibu itu. Tanpa bicara, wanita tua itu berjalan menuju bilik kamarnya. Setelah beberapa saat, ia kembali lagi dan duduk disebelah Anak Agung Baskara. Sebuah kotak kayu tua berukir bunga kamboja ia letakkan diatas meja.
"Apa ini Biyang?" tanya Anak Agung Baskara tanpa menyentuh kotak kecil berwarna coklat kehitaman itu.
"Bukalah kotak itu."
Malam makin larut. Suasana makin hening. Namun keheningan itu seakan terbelah oleh suara parau Dewi Kenanga.
***
Tepat di hari kesembilan kematian Ajinya, Anak Agung Baskara mengalami sebuah kejadian yang aneh. Saat pagi hari, ia mendapati rambutnya telah memutih semua. Ia menyadari hal itu saat hendak membasuh mukanya. Ia melihat pantulan bayangan wajahnya diatas permukaan bak mandi miliknya.
"Biyaaang..." teriak Anak Agung Baskara.
Dewi Kenanga memeluk putra semata wayangnya dengan penuh kasih. Ia merasa iba dengan musibah yang menimpa lelaki yang bukan anak kandungnya itu.