Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pujawali (Seperti Itu Aku Mencintaimu Sampai Mati)

31 Maret 2019   22:20 Diperbarui: 31 Maret 2019   22:50 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : http://kerajinankotamalang.blogspot.com

Sepasang suami istri itupun melanjutkan perjalanannya bersama penduduk lain. Mereka hanya pergi untuk sementara. Sebab kelak suatu saat mereka akan kembali lagi ke tempat mereka dilahirkan. Tempat yang kini telah rata dengan tanah.

"Ayo Bu, kita pergi sekarang." ajak lelaki itu kepada istrinya yang terlihat bahagia menggendong bayi mungil. Seorang bayi anugrah dari Ida Sang Hyang Widhi.

Langit kelabu memayungi kepergian sepasang suami istri itu. Mereka tidak menyadari bahwa sebuah tangan wanita tersibak keluar dari dalam gundukan tanah. Sebuah tangan kanan yang  menengadah ke langit. Seolah si pemilik tangan ingin mengucapkan terimakasih kepada sang pemberi kehidupan karena telah mengabulkan doanya.

***

Ketika suara deru tanah makin mendekat, Ayu Candrakasih bergegas membuka sedikit selimut yang menutupi wajah bayinya. Ia mendekap erat wajah sang bayi ke dadanya. Ia menyadari bahwa dirinya tidak mungkin selamat, sehingga ia berusaha menyelamatkan bayinya.

Tiba -- tiba mata Ayu Candrakasih tertuju pada dua buah topeng yang ada didalam tasnya. Topeng miliknya dan topeng milik Anak Agung Oka. Ia meraih kedua topeng itu. Topeng yang menyimpan kenangan mereka berdua.

Topeng milik Anak Agung Oka itu ia tutupkan ke wajah bayinya. Sedangkan topeng miliknya ia selipkan kedalam kebaya yang ia pakai. Setelah memastikan bayinya masih bisa bernapas. Ia lalu membungkus bayinya dengan selimut yang ia ikat dengan selendang kuning miliknya.

Ayu Candrakasih melihat jelas ketika pintu gubuk itu hancur diterjang tanah dan menelan kedua orangtuanya. Ia sudah merasa bahwa ajalnya makin dekat. Lalu Ayu Candrakasih memejamkan mata. Ia memeluk bayinya sambil berdoa kepada Ida Sang Hyang Widhi agar diberi keselamatan.

Ayu Candrakasih pasrah kepada nasib. Tidak ada tenaga yang tersisa untuknya ketika tanah longsor itu membolak -- balikkan tubuhnya dan tubuh bayinya didalam tanah. Hanya doa -- doa yang terucap dalam hatinya. Sehingga ketika ia menyadari bahwa tubuhnya telah berada diatas gulungan tanah, ia segera melempar bayinya keluar. Seketika itu juga tenaganya habis. Ia meninggal. Terpendam bersama ayah dan ibunya.

***

Buleleng tahun 2005...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun