Dipayungi langit yang mendung, akhirnya mereka berdua tiba di Pura Ratu Gede Sambangan. Kurang lebih setengah jam ia dan ayahnya berjalan menyusuri lereng bukit yang cukup terjal. Telapak kaki Ayu Candrakasih penuh dengan luka goresan semak berduri. Perih di telapak kakinya tidak ia rasakan. Ia lebih mementingkan keselamatan bayi dalam kandungannya. Ia telah bersumpah menjaga buah cintanya itu agar tidak terjadi sesuatu kepadanya.
Cok Raka terlihat sedang berbincang -- bincang dengan pemangku pura. Sementara itu Ayu Candrakasih sedang merapikan kebaya putih yang dipakainya. Ia membersihkan kakinya dengan air yang mengalir di depan pura. Rasa segar air itu mampu menenangkan hati dan pikirannya. Sehingga janin dalam perutnya tidak menendang -- nendang lagi seperti saat ia berjalan tadi.
"Anak pintar..." gumam Ayu sambil tersenyum mengelus -- elus perutnya.
Tak lama kemudian terdengar suara Ajinya memanggil dari dalam pura.
"Iya Aji, sebentar..." jawab Ayu Candrakasih.
***
Proses penyucian diri segera dilakukan. Cok Raka meminta pemangku pura untuk menyucikan putrinya itu. Agar putrinya diberi keselamatan dalam hidupnya. Dan yang lebih penting adalah agar putrinya luluh dan mengaku siapa bapak dari anak yang dikandungnya.
"Silakan duduk disini Ayu, aku akan segera malakukan ritual penyucian diri untukmu."
"Aa... Apa ini Aji? Apa maksud semua ini?" tanya Ayu tidak mengerti.
"Sudahlah duduk saja dan turuti apa kata pemangku. Jangan membantah." jawab Cok Raka dengan wajah tersenyum. Senyum yang dipaksakan.
Ritual itu berjalan lancar. Meski wajah Ayu Candrakasih terlihat murung dan hatinya kecewa, ia akhirnya bisa tersenyum. Pikirannya dipenuhi bayangan wajah anak dalam kandungannya. Ia mengelus -- elus perutnya. Tak lama kemudian terlintas bayangan wajah Anak Agung Oka. Ayu Candrakasih tersenyum bahagia. Pemangku Pura Ratu Gede Sambangan terus merapalkan mantra ritual penyucian.