Ia lalu membelokkan motornya menuju pura itu. Karena hari masih sore, ia memutuskan untuk pergi kesana. Ada sesuatu yang harus ia selesaikan disana.
Sementara itu di dalam mobilnya, Ayu Aryani tersenyum melihat kaca cermin mobilnya. Hatinya sangat bahagia. Ia bisa membaca gerakan tubuh Anak Agung Baskara saat memandang dirinya di rumah makan tadi.
"Aku tahu Bli Agung menyukaiku."gumamnya sambil tersenyum. Sebuah perasaan bahagia menjalar dalam tubuhnya. Memacu cepat denyut jantungnya.
Motor Anak Agung Baskara akhirnya tiba di Pura Ratu Gede Sambangan. Pura itu terlihat sepi. Tidak ada seorangpun pemadek yang bersembahyang disana. Pemangku pura juga tak tampak. Akhirnya ia berjalan seorang diri menaiki bukit. Ia menuju tempat ketika ia jatuh terjerembab. Tempat itu sangat sepi dan hening. Tidak nampak gerakan makhluk hidup disana. Hanya suara gesekan daun -- daun yang tertiup angin sore.
"Tidak salah lagi. Inilah tempatnya." gumam Anak Agung Baskara.
Mata Anak Agung Oka terbuka lebar -- lebar menatap tanah dimana ia menemukan topeng kayu cendana kemarin. Tiba -- tiba pandangan didepannya berubah menjadi sebuah lorong gelap yang melemparkannya ke masa lalu.
Di hidupku yang tak sempurna.
Kau adalah hal terindah yang aku punya.
Kau adalah hatiku kau belahan jiwaku.
Seperti itu aku mencintaimu sampai mati.
Lelaki berambut putih itu mengalami sebuah ilusi waktu. Wanita yang tergulung arus tanah dalam mimpinya mewujud nyata dihadapannya. Sore itu, lereng bukit yang semula hijau dan tenang, mendadak berubah menjadi mendung yang gelap. Lereng itu bergerak -- gerak menimbulkan retakan tanah disana -- sini. Anak Agung Baskara mengalami sendiri peristiwa tanah longsor di tahun 1970 itu. Kejadian saat Ayu Candrakasih digulung arus tanah yang hebat. Ia merasakan denyut jantung wanita itu. Ia merasakan hangat hembusan napas wanita itu menerpa wajahnya. Merasakan sebuah kehangatan dekapan cinta kasih.