Syafri mengangguk.Â
"Teman-teman kamu di Jakarta juga orang-orang yang menghormati perempuan, Kang?"
"Rata-rata anak UI begitu kok. Ayo masuk  sayang, kita istirahat dulu."
"Aku cari nasi dan sayur dulu buat makan malam kita!"
Desa Pentingsari, 8 Agustus 2014
Desa Pentingsari, desa wisata  yang terletak di perjalanan antara Kota Yogyakarta dan Kaliurang.  Naik angkot turun di Pakem, lalu naik ojek langsung ke Sekretariat di rumahnya Pak Sumadi, kepala desanya. Usianya sudah 84 tahun.
"Dulu waktu saya kecil pada 1930-an  tidak banyak  kepala keluarga yang mendiami desa ini. Hanya ada lima belas.  Sekarang sudah didiami 266 kepala keluarga. Dari jumlah itu 73 kepala keluarga bersedia menyediakan kamarnya untuk homestay," ungkap Pak Sumadi.
Desa Pentingsari jadi desa wisata sejak 2008 untuk memberikan tambahan buat penduduk. Awalnya hanya Rp75.000 kini Rp100.00. Dari jumlah itu  45% kembali ke tamu berupa 3 kali makan dan snack. Rp5-10 ribu rupiah ke kas desa dan sisanya untuk pemilik. Satu rumah ada yang mempunyai 2 kamar untuk homestay.  Ada juga yang 8 kamar.  Kapasitas bermacam-amcam ada bisa satu orang namun ada juga yang empat orang. Â
Di rumah Pak Sumadi banyak ornamen wayang orang. Â Tandanya dia menguasai kebudayaan Jawa dan kearifan lokal. Rumahnya punya 4 kamar dan dia punya 4 anak serta tiga cucu.
"Ada delapan objek di sini, di antaranya situs peninggalan Sunan Kalijaga. Wisatawan juga dapat belajar membatik, membajak sawah hingga membuat janur. Â Sejak 2008 hingga Juli 2024 Â sudah 87 ribu orang menginap di Desa Pentingsari," terang Pak Sumadi.
Aku juga ditemani oleh Darto Yugantoro, pemuda karang taruna setempat. Â Dia juga cerita bahwa dalam setahun wisata memberikan penghasilan sebesar Rp600 juta pada desa. Jumlahnya kecil.