Serelah salat ke Wijilan, untuk liputan kuliner gudeg sekaligus memenuhi janji dengan Ayu, Gendis dan Harbowo. Â Aku datang lebih dulu ke tempat Bu Ami dan sempat wawancara sebelum ketiganya datang. Tentunya membeli seporsi gudegnya rasahnya gurih pada setiap gigitan.
Hanya lima belas menit kemudian ketiganya datang. Â "Ndak nunggu lama kan Mas?" cetus Ayu.
"Sudah bikin laporan buat "R"?" tanyaku.
"Sudah dong Mas, aku bilang normal dan tidak nakal."
Aku tergelak. "Nakal bagaimana waktu aku di Yogyakarta hanya tiga malam empat hari, untuk mengcover banyak tempat wisata."
Gendis  kemudian bercerita tentang Widy yang gemar berpetualang. Sudah menikah makin menjadi bersama suaminya.  Gendis ingin minta bantuan aku mencari spot-spot yang mereka pernah kunjungi.
Gendis mengangguk. Â "Sayang aku nggak pernah bertemu Tanteku itu. Tetapi ceritanya menarik kok? Bisa melengkapi riset Mas tentang Bandung, kota yang romantis untuk berdansa?"
"Kamu pernah berdansa di Bandung?"
"Kami bertiga pernah menyaksikan konser musik di Kampoeng Jazz, Saung Udjo? Dansa aku pernah!" teriak Gendis. "Sama mahasiswa ITB pacar kakakku, sampai dia cemburu."
"Tahun depan ketemu di Kampoeng Jazz, Unpad yuk?"
"Insha Allah!" kata Gendis. "Mau dengerin cerita soal Widy."