"Iya, masih ada tetapi di Jakarta."
"Aku mau lihat Kang Syafri!" Seru Widy. "Nanti kalau kita ke Jakarta."
"Sekarang idola aku malah Nilakusuma, seniorku  di Jurnalis. Kalau soal emansipasi, ya? Dia sering menulis di Pikiran Rakjat, ya sekitar 1950-an awal."
Widy kemudian melihatnya. "Kamu pernah ketemu dia? Kenalin aku dengan wartawan itu, aku mau belajar dengan dia. Aku baca tulisannya  menyindir poligami."
"Soal Peraturan Pemerintah Nomor 19/1952 yang memberikan hak pada pegawai negeri untuk menunjuk istri yang akan menerima pensiunnya," ucap Syafri
"Itu kan secara tidak langsung melegitimasi poligami. Tentu saja laki-laki akan memilih perempuan yang disukainya," sahut Widy. "Poligami itu diperbolehkan, tetapi tidak diwajibkan."
"Kamu pintar Widy. Pantas Syafri menyukaimu.  Poligami itu diperbolehkan karena keadaan bukan dalam segala kondisi. Oh, ya SK Trimukti juga harus kamu tahu Widy!" kata Farah.
"Ya, pernah dengar."
Tak lama kemudian Dahlan muncul. "Kita berangkat, beras baru datang  di stasiun.  Diangkut dengan oto ke sebuah gudang."
"Wah, kamu bisa dapatkan info ini bagaimana Mas Dahlan?"
"Ya, di warung kopi. Pegawai  A Aang suka berceloteh bersama kawannya membocorkan jadwal."