"Nggak, tetapi nyaris tergelincir lebih jauh. Â Ketika Naila minta aku mengajarkan Bahasa Prancis, dia nekat datang ke kos ku berapa kali. Â Suatu ketika tidak sengaja, kaki kami bergesekan?"
"Terus?"
"Aku bisa menahan diri. Padahal ingin. Â Matanya tajam menggoda. Â Namun aku berpikir betapa gemparnya kampus aku, keluarga dia, keluargaku, kalau sampai terjadi."
Widy kemudian menghadap wajah Syafri. "Kejadiannya mirip di Sasak Bereum. Cuma kamu juga bisa menahan diri?"
"Presentasenya beda. Kalau sama Naila keinginannya sampai 70 persen kalau sama kamu sudah 90 persen."
Widy tergelak. "Makanya aku minta Kang Angga, merayu keluargamu dan keluargaku agar cepat menikahkan kita."
"Lalu putusnya bagaimana?"
"Ya, putus baik-baik. Â Aku ditarik ke Bandung begitu lepas kuliah. Ibuku sudah mencium hal itu. Naila itu sudah tidak peduli sama moral. Â Rupanya ayahnya pernah selingkuh dan dia melihatnya, juga Farah."
"Naila mau balas dendam?"
"Iya, Dia bukan sama aku saja pacaran, sama orang Belanda juga ada, sama anak Fakultas Ekonomi  temanku juga. Dia tidak peduli tidak akan mendapat warisan karena perilakunya,  dia bisa mencari uang sendiri.  Dia tidak mau dijodohkan oleh ayahnya apalagi sebagai istri kedua calon ayahnya. Fahra lebih parah, dia malah lari dengan laki-laki pilihannya, pas dia lulus. Entah di mana sekarang."
Widy mendorong Syafri hingga terlentang di rumput. "Kamu suka perempuan yang kuat dan mandiri. Â Kamu ingin berlindung juga sama perempuan?" Widy menebak. "Kamu itu menginginkan sisi keliaranku, ya?"