"Setiap pinisi punya senjata, karena ada sejumlah mahluk buas di lautan ini. Tetapi bukan mahluk-mahluk yang menghancurkan pinisi. Yu Sanca datang karena mencium makanan," kata Tubagus Ismail.
"Jadi apa?" tanya Raya.
"Seperti ada yang menembak dengan meriam paser ke badan kapala atau menembakan torpedo. Bisa jadi dari bawah laut, bisa dari udara. Kalau dari kapal bisa saja atau ada yang meledakan dari dalam," ujar Ismail.
"Anak itu tidak bisa ditanyakan sekarang. Dia masih ketakutan. Lihat dia nggak lepas dari Zia," ucap Raya.
"Tunggu mendarat dulu di Dermaga Bantam, ada pemukiman manusia yang berpenduduk sekitar 500 jiwa tak jauh dari situ," kata Kapten Daud.
Pinisi merapat di Dermaga sekitar pukul sembilan pagi. Sepanjang sisi pantai di Barat dan Timur Dermaga dibatasi oleh tanggul yang cukup tinggi dan tebal. Tanda air di sana dalam dan bukan untuk berenang. Suasana dermaga tampak sepi.
"Biasanya warga menyambut kapal yang datang, sekalipun hari ini hari kerja," kata Kapten Daud.
Dia meminta para tamunya ada di belakangnya bersama dua belas tentara menggunakan senjata seperti senapan laras panjang. Bagus mengeluarkan pistol high voltasenya, begitu juga dengan Serda Reda dan Raya siap dengan senjata high voltase.
Bocah yang diselamatkan Zia untuk sementara mengenakan selimut yang dibawa Zia di ranselnya. Bajunya basah ditinggalkan ditanggul. Dia membonceng sepeda Zia dan memeluknya erat-erat.
"Nama kamu siapa?" sapa Zia. "Aku Zia."
"Farid..." jawabnya pelan, masih shock.