Zia dengan cepat menangkap anak itu dan dinaikan ke sepedanya dan dia menghidupkan perisai tepat ketika moncong mahluk itu akan memangsa. Akibatnya mahluk itu terpental dan pada saat terpental Kanaya menembakan lontaran high voltase tepat ketika mahluk itu melompat dari air hendak menyerang Zia dan anak itu hingga mahluk itu terkoyak di bagian kepala dan moncongnya. Darahnya hijau berhamburan.
Sepeda ini kini melayang dan Zia mendarat di dek pinisi. Perisai dimatikan.
"Itu kalau mereka beraksi," kata Bagus pada Kapten Daud yang terpukau.
"Mahluk itu kami sebut Yu Sanca, jarang kemari. Apalagi dalam kawanan. Habitat mereka lebih banyak di utara dan juga ada di dekat Kepulauan QQ."
Awak kapal dan tentara menembakan sinar merah kepada Yu Sanca lainnya. Satu kena menggelepar di air dan kemudian mengapung mati dengan tubuh hangus. Tapi yang satu melompat ingin memangsa Raya yang terbengong. Tetapi Purbaendah mengeluarkan cambuk apinya dan mahluk itu terbelah dua.
"Wah, dia punya senjata itu?" tanya Kapten Daud pada Raya.
"Aku yang memberikan. Aku tidak menyesalinya, terutama setelah kejadian ini."
Para pelaut menendang potongan mahluk itu kembali ke laut dan membersihkan darah kental yang baunya menjijikan.
Anak laki-laki masih dipelukan Zia. Bajunya basah kuyub. Dia tampaknya sudah lama di laut.
Sementara Yura dan Kanaya menembakan senjata serentak ke Yu Sanca ke empat dan mahluk itu juga hancur terkoyak di atas udara hingga jadi serpihan, kepala dan bagian tengah badannya. Seorang pelaut membidikan harpun dan Yu Sanca kelima juga mati.
Meriam paser merah yang dipasang di haluan kapal menembak satu mahluk lagi dan mengusir yang lain. Sementara Yura dan Kanaya melukai satu lagi ketika hendak menyerang mereka dari dalam air dan mahluk itu sempat berlari dengan darah berceceran.