Tasawuf adalah salah satu cabang dalam disiplin ilmu keislaman yang pernah berkembang pesat teruatama pada abad ke 13. Tasawuf yang oleh Peter Avery dikatakan bertujuan memperteguh kembali jiwa masyarakat muslim di zamannya yang mulai rapuh, takkala pembantaaian dan penjarahan besar-besar yang dilakukan oleh bangsa Mongol kemudian menyebar-luaskan rasa pesimis dan membuat orang islam kehilangan rasa percaya diri pada kekuatan terpendam yang dimilikinya dan agama yang dianutnya. Namun sayang, melalui perjalanan waktu yang panjang dan perholakan khilafah yang melelahkan intisari tasawuf kian tersembunyi. Demikian juga tujuantujuan positif dari tasawuf kian lama kian dilupakan sehingga yang sampai kepada kita --sebagian melalui jasa orientalis- adalah pengertian yang salah. Tasawuf pun pernah dianggap sebagai penyebab mundurnya umat Islam yang pernah mencapai kejayaan pada masa awal hingga menjelang pertengahan. Tasawuf yang kemudian melembaga sebagai tarekat juga pernah dihubungkan dengan khurafat, pedukunan, klenik atau pemujaan tokoh tarekat yang masih hidupataupun yang sudah meninggal. Padahal semua itu tidak memiliki pertautan dengan tasawuf yang sejati. Tokoh-tokoh tasawuf seperti al-Hallaj, al-Ghazali, al- Qusyairi, Ibn al-Araby, Ibn Sina, Omar Khayyam, Attar, Rumi, Jami', Mulla Sa'di, Suhrawardi, Hamzah Fansuri, dan lain-lain adalah tokoh-tokoh yang berpengaruh besar dalam perkembangan tasawuf, bahkan Islam di Afrika, Turki, anak benua India, kepulauan Nusantara, Timur tengah, Asia Barat, Asia tengah dan Andalusia bahkan diseluruh negeri-negeri muslim lainnya.
Indonesia sebagai salah satu negara yang berpenduduk muslim terbanyak di Asia
Tenggara memiliki keterkaitan sejarah dengan tasawuf, salah satu teori menyatakan
bahwa motif masuknya Islam di Indonesia ialah perkembangan tasawuf sendiri yang
mulai hidup kembali hingga merambah hingga ke wilayah ini setelah kejatuhan
Baghdad.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka masalah yang akan dikaji dalam
makalah ini ialah:
1. Bagaimana proses masuk dan tersebarnya Islam di Indonesia
2. Bagaimana penyebaran Tasawuf di Indonesia
Â
Â
Â
Â
BABII
Pembahasan
Â
A. Masuknya Islam di Indonesia
Â
Sejarah menunjukkan bahwa sebelum masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia telah terdapat kepercayaan dan agama yang hidup di wilayah Indonesia yang
dahulu lebih dikenal sebagai kepulauan Nusantara. Istilah kepulauan digunakan untuk
menyebut gugusan pulau yang tersebar mulai dari ujung Barat sampai Timur Indonesia.
Wilayah kepulauan Nusantara tersebut telah dihuni oleh berbagai suku, ras dan etnis
dengan keragaman bahasa dan budaya bahkan kepercayaan serta agamanya. Animisme
dan dinamisme telah berkembang menjadi kepercayaan yang dianut oleh penduduk
Nusantara disamping agama Hindu dan Budha yang datang kemudian. Oleh karenanya
terdapat beberapa kerajaan Hindu dan Budha di kawasan ini sebelum masuknya Islam
seperti kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Kutai, Taruma Negara, dan lain-lain.
Jejak sejarah yang menggambarkan tentang awal masuknya Islam di Kepulauan
Nusantara tampak sangat problematis dan rumit. Banyak masalah yang muncul meliputi
asal-usul dan perkembangan awal Islam di kawasan ini, masalah yang dihadapi ketika
mencoba menjelaskan dan memahami Islam pada masa paling awal di Nusantara. Pengislaman seluruh kawasan yang tidak seragam, tidak hanya mengenai waktunya
akan tetapi juga watak budaya lokal yang dihadapi Islam antara Islam di Phanrang
(pesisir Champa), atau Leran (pesisir utara Jawa Timur), atau di Pasai (pesisir utara
Sumatra), atau di Malaka (pesisir semenanjung Malaya), dan Islam di Kerajaan
Mataram.
Masuknya Islam di Indonesia oleh menurut para sejarawan berbeda-beda apabila
ditinjau dari segi asal kedatangan, waktu kedatangan dan para pembawanya. Menurut
Azyumardi Azra, berbagai teori yang berusaha menjawab tentang hal itu masih belum
tuntas dibicarakan oleh karena selain kurangnya data yang mendukung suatu teori yang
ada, tetapi juga karena aspek sepihak dari teori itu yang hanya menekankan aspek khusus dengan mengabaikan aspek-aspek lainnya. Oleh karenanya kebanyakan teori
yang ada gagal menjelaskan kedatangan Islam, konversi agama yang terjadi, dan prosesproses islamisasi. Dari segi teori kedatangannya terdapat beberapa teori yaitu:
1. Teori Gujarat dan Malabar
Â
Teori Gujarat pada awalnya dikemukakan oleh Pijnappel yang mengaitkan
kesamaan orang-orang Arab mazhab Syafi'i yang melakukan migrasi ke wilayah India
kemudian membawa Islam ke Nusantara. Teori ini kemudian dikembangkan oleh
Snouck Hurgronje yang menyatakan begitu Islam berpijak kokoh di beberapa kota
pelabuhan anak benud India, muslim Deccan yang banyak bermukim di sana sebagai
pedagang perantara dalam perdagangan Timur Tengah dengan Nusantara, datang ke
dunia Melayu sebagai penyebar islam pertama. Baru kemudian disusul oleh orang-orang
Arab yang kebanyakan keturunan Nabi Muhammad saw. karena menggunakan gelar
sayyid atau syarif yang menyelesaikan penyebaran Islam di Nusantara. Hurgronje tidak
menyebut secara eksplisit asal wilayah yang dimaksudkan di wilayah India Selatan
sebagai asal Islam tetapi hanya menyebut abad ke 12 sebagai periode paling awal yang
memungkinkan bagi penyebaran Islam di Nusantara.
Teori Gujarat ini kemudian dikembangkan oleh Moquette yan mendasarkan
kesimpulannya pada hasil pengamatan terhadap batu nisan di Pasai, kawasan utara
Sumatera khususnya yang bertanggal 17 Zulhijjah 831 H/27 September 1428 M. Batu
nisan tersebut mirip dengan batu nisan Maulana Malik al-Shalih (w. 822/1419) di
Gresik, Jawa Timur dan memiliki kesamaan dengan batu nisan yang terdapat di
Cambay, Gujarat. Berdasarkan temuan ini, ia berkesimpulan batu nisan di Gujarat
dihasilkan untuk pasar-pasar local dan kawasan lain di luar Gujarat termasuk Sumatera
dan Jawa.
2. Teori Bengal
Teori ini berasumsi bahwa Islam yang datang di Nusantara berasal dari Bengal
yang dibuktikan oleh kemiripan yang terdapat pada seluruh batu nisan di Pasai,
termasuk nisan Malik al-Shalih. Teori ini menolak teori yang menyatakan bahwa Islam
berasal dari Gujarat sebagaimana pendapat Moquette, seorang sarjana Belanda yang
berpendapat bahwa batu nisan pada makam Maulana Malik al-Shalih yang terdapat di
Pasai berasal dari Gujarat. Menurut Fatimi, sebagimana dikutip oleh Azyumardi Azra,
batu nisan tersebut dan batu-batu nisan lainnya yang ditemukan di Nusantara justru
memiliki kemiripan dengan batu nisan yang berasal dari Bengal. Lebih lanjut Fatimi
mengkritik para ahli yang mengabaikan batu nisan Siti Fatimah (bertahun 475/1082)
yang ditemukan di leran, Jawa Timur.5 Teori tentang batu nisan ini banyak menuai
kritik dari para ahli seperti Kern, Winstedt, Bousquet, Vlekke, Gonda, Schrikke, dan
Hall. Mereka lebih mendukung teori yang dikemukakan oleh Moquette.
3. Teori Arab
Â
Teori Arab dikemukakan oleh Sir Thomas Arnold, Crawford, Nieman, dan
Hollander. Arnold mengemukakan bukti yang menjadikan argumentasi tentang
3Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengahdan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII .kesamaan mazhab antara Arab dan Nusantara, yaitu mazhab Syafi'i. Para pedagang
Arab sejak abad 7 M telah menguasai perdagangan Barat-Timur. Arnold
mengungkapkan bahwa menjelang perempat ketiga abad abad ke 7 seorang Arab telah
menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir barat Sumatera. Mereka
membentuk komunitas muslim dan melakukan assimilasi melalui perkawinan dengan
penduduk setempat. Asumsi tersebut menurut Azyumardi lebih mungkin apabila
mempertimbangkan fakta yang berasal dari sumber-sumber Cina bahwa menjelang
akhir perempatan abad ke 7 seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah
pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Sebagian orang-orang Arab ini
kemudian membentuk nucleus sebuah komunitas muslim yang terdiri dariorang-orang
Arab pendatang dengan penduduk local, khususnya melalui perkawinan dengan wanita
local. Arnold beranggapan anggotaanggota komunitas itu juga melakukan penyebaran
agama Islam. Pendapat tersebut diperkuat oleh Holander yang menyatakan bahwa
kemungkinan pada abad ke 13 sudah ada orang Arab (Hadramaut) yang bermukim di
Jawa. Mereka berasal dari Arab yang menganut mazhab Syafi'i dan mimiliki persamaan
mazhab dengan muslim Nusantara. Pendapat ini menegaskan bahwa Islam telah masuk
ke Nusantara pada abad ke 7 (674 M) dan berasal dari Arab. Pendapat ini sejalan
dengan para sejarawan seperti Hamka yang menambahkan alasan lain bahwa gelar
sultan Pasai yaitu al-Malik adalah pengaruh dari gelar raja-raja Mamluk yang berasal
dari Mesir, bukan berasal dari India atau Persia yang member gelar Khan pada rajarajanya
atau para bangsawan.
Teori yang menyebutkan persamaan mazhab ini juga dikemukakan oleh Snouck
Hurgronje dengan menggunakan pendekatan sosial pada abad ke 19 terhadap
masyarakat Islam Nusantara terutama masyarakat Aceh. Namun menurutnya Islam yang
datang di Nusantara berasal dari India yang menganut mazhab Syafi'i, bukan berasal
dari Arab.7 Teori Snouck ini ditentang oleh Marrison dalam artikelnya berjudul The
Coming of Islam to The East Indies yang menyatakan bahwa masuknya Islam di
Indonesia berasal dari India Selatan (bukan dari Gujarat oleh para pedagang). Teorinya
ini berdasarkan teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan Sejarah Melayu. Kesimpulan dari
teori Marrison bahwa islamisasi di Nusantara terjadi pada abad ke 13 di mana: 1) Islam
di Nusantara berasal dari India Selatan yaitu Mu'tabar (nama ini juga dibaca Ma'abri
atau Mangiri) yang sekarang bernama Malabat. Sultannya bernama Sultan Muhammad
yang kemudian berganti nama menjadi Fakir Muhammad dan masih memiliki pertalian
dengan Abu Bakar, 2) kerajaan yang diislamkan ialah Samudra Pasai yang dipimpin
oleh raja Merah Silu kemudian bergantinama menjadi Sultan Malikush-Shaleh (w.1297
M), 3) yang mengislamkan Nusantara beraliran tasawuf karena para mubalignya
bergelar Fakir. Gelar Fakir diberikan kepada para sufi yang memilih meninggalkan
kesenangan dunia dan hidup semata-mata untuk keagamaan.
4. Teori Persia
Â
Teori ini diperkenalkan oleh P.A. Hoesein Djajadiningrat yang berpendapat
bahwa Islam masuk di Nusantara pada abad ke 13 melalui Samudra Pasai.
berangkat dari beberapa persamaan budaya yang berkembang di kalangan masyarakat
Nusantara dengan Persia utamanya tradisi keagamaan penganut syi'ah yaitu pertama,
peringatan 10 Muharram atau as-Syura sebagai hari kematian cucu Nabi, Husein di
Karbala. Tradisi ini diperingati dengan membuat bubur as-Syura bahkan di
Minangkabau dinamakan bulan Hasan-Husein. Adapun di Sumatera Tengah dikenal
istilah bulan Tabut yaitu bulan untuk membuat keranda bagi Husein yang disebut
Keranda Tabut untuk kemudian dilemparkan ke sungai, kedua, persamaan peninggalan
arkeologi berupa batu nisan yang berasal dari Gujarat sebagaimana ditunjukkan pada
makam Malik al-Shalih (1297 M) di Pasai dengan makam Malik Ibrahim (1419 M) di
Gresik, ketiga, kesamaan ajaran al-Hallaaj, tokoh sufi dari Persia, Iran dengan paham
Syekh Siti Jenar dari Jawa, keempat, menurut Nurcholish Madjid, penyebutan akhir dari
beberapa kata-kata Arab pada masyarakat muslim Nusantara merupakan kata-kata yang
tidak murni dari bahasa Arab tetapi berasal dari bahasa Persi, seperti kata yang
berakhiran ta marbuta dibaca "h" pada saat berhenti yaitu shalat-un dibaca shalat, zakatun
dibaca zakah dan lain-lain. Kata-kata tersebut juga biasa dibaca shalat dan zakat (ta
marbutah menjadi ta maftuha, sehingga menunjukkan bahwa kata-kata tersebut tidak
langsung dipinjam dari bahasa Arab tetapi dari bahasa Persia dan bahasa-bahasa Islam
di Asia daratan yang menjadikan Persia sebagai rujukan budaya leluhurnya seperrti
bahasa-bahasa Urdu, Pustho, Turki dan lain-lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa
islam di Nusantara tidak langsung berasal dari Arab melainkan melalui Persia.
5. Teori Cina.
Â
Teori ini berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal dari Cina yaitu Kanton.
Muslim kanton, Cina datang ke Jawa, sebagian ke Kedah dan Sumatera pada abad ke 9
M. kedatangan mereka sebagai pengungsi akibat penumpasan yang dilakukan pada
masa Huang Chouterhadap penduduk di kanton Selatan yang mayoritas muslim.
Pada perkembangannya peranan bangsa Cina semakin nampak dengan ditemukannya
berbagai artefak yang memiliki unsur-unsur Cina misalnya arsitektur masjid-masjid
Jawa Kuno semisal masjid Banten, Mustaka yang berbentuk bola dunia menyerupai
stupa dengan dikelilingi empat ular yang hampir selalu ada di masjid-masjid kuno di
Jawa sebelum arsitektur Timur Tengah mempengaruhi arsitektur masjid-masjid yang
didirikan kemudian. Selain karena pengungsian tersebut, sebelumnya telah terjalin
hubungan antar orang-orang Jawa dengan orang-orang Cina memalui jalur perdagangan.
Oleh sebab itu dapat dipahami apabila pada abad ke 11 telah terdapat komunitas muslim
Cina di Jawa yanag dibuktikan dengan adanya makam Islam dan kematramik Cina di
situs Leran. Bukti lain berupa arsitektur mesjid Demak dan catatan sejarah
menunjukkan bahwa beberapa sultan dan sunan yang memiliki peran dalam penyiaran
Islam di Nusantara adalah berasal dari keturunan Cina, misalnya Raden Patah yang
mempunyai nama Cina, Jin Bun, demikian juga Sunan Ampel dan lain-lain.
Berdasarkan teori-teori tersebut di atas dapat juga dikemukakan proses
islamisasi di Nusantara yang terkait dengan beberapa motif. Proses islamisasi
dikemukakan oleh Hasan Muarif Ambary yaitu: pertama, fase kehadiran pedagangpedagang
muslim pada abad ke 1-4 H/7-10 M. sejak awal abad pertama Hijriah kapal-
9Ahmad Mansur Suryanegara, Menembus Sejarah kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara. Sekalipun demikian
ini tidak menjadi bukti tentang masuknya penduduk local ke dalam Islam sekalipun ada
dugaan telah terjadi perkawinan dengan penduduk setempat sehingga memungkinkan
mereka memeluk Islam.
Para sarjana Barat kebanyakan berpendapat bahwa jalur perdagangan merupakan
jalur yang paling awal bagi masuknya Islam di Nusantara. Para pedagang itu kemudian
menetap hingga membentuk komunitas pada daerah yang dikunjunginya.
Nucleusmuslim pun tercipta yang kemudian memainkan peran dalam penyebaran Islam.
Selanjutnya mereka berpendapat bahwa sebagian pedagang itu melalkukan perkawinan
dengan penduduk local termasuk keluarga bangsawan lokal sehingga memungkinkan
mereka atau keturunan mereka pada akhirnya mencapai kekuasaan politik yang dapat
digunakan bagi penyebaran Islam.
Teori tentang motif ekonomi dalam islamisasi juga dikemukakan oleh Antony
Reid yang menyatakan bahwa islamisasi sangat meningkat ketika Nusantara berada
dalam masa perdagangan pada abad ke XV sampai XVII. Ketika kerajaan-kerajaan
Islam terlibat dalam perdagangan internasional bebas, Islam diasosiasikan oleh
penduduk Nusantara dengan kebangsaan sehingga menarik mereka untuk masuk Islam.
Oleh karena itu terjadilah islamisasi massal.
Jika hal ini diterima maka dapat dikatakan bahwa motif ekonomi dan politik
sangat penting bagi masuk dan terswebarnya Islam di Nusantara. Van Leur percaya
bahwa kedua motif itu berpengaruh terhadap proses islamisasi di Nusantara oleh karena
menurutnya para penguasa pribumi yang inginmeningkatkan kegiatan-kegiatan
perdagangan di wilayah kekuasaan mereka menerima Islam. Dengan begitu mereka
kemudian mendapat dukungan dari para pedagang muslim yang menguasai sumbersumber
ekonomi. Sebaliknya, para penguasa memberi perlindungan dan konsesi-konsesi
dagang kepada mereka. Dengan konversi pedagang tersebut, para penguasa pribumi
Nusantara dapat berpartisipasi secara lebih ekstensif dan menguntungkan dalam
perdagangan internasional yang mencakup wilayah sejak dari Laut Merah ke Laut Cina.
Bagi paara penguasa tersevut, dukungan para pedagang muslim memberikan keabsahan
dan semakin memperkuat kekuasaan mereka sehingga terutama mampu mengimbangi
dan menangkal jaringan kekuasaan Majapahit.
Teori ekonomi dan perkawinan tersebut tidak sepenuhnya mendapat dukungan
dari sarjana Barat seperti penolakan Johns bahwa sulit meyakini bahwa para pedagang
muslim juga bertindak sebagai penyiar Islam, oleh karena dari segi jumlah penduduk
yang berhasil mereka islamkan tidak ditemukan bukti dalam terdapatnya penduduk
muslim lokal dalam jumlah yang besar. Demikian juga alasan perkawinan antara para
pedagang dan bangsawan ditolak oleh Schrieke. Ia juga menolak konversi penduduk
local kepada Islam sebagai akibat masuknya para penguasa ke dalam Islam. Alasan
yang bisa diajukan ialah penyebaran dan ekspansi luar biasa Islam sebagai akibat
ancaman Kristen yang mendorong penduduk Nusantara untuk masuk Islam.
Menurutnya, terjadi semacam pertarungan antara Islam dan Kristen untuk mendapatkan penganut-penganut baru di Nusaantara.
Pendapat Schrieke tersebut dapat dipatahkan dengan mempertimbangkan awal
masuknya bangsa Barat ke wilayah Nusantara. Sebagaimana diketahui bahwa bangsa
Barat (Portugis) yang pertama mulai masuk ke Nusantara pada tahun 1511.16
Kedatangan mereka disusul oleh Spanyol, Belanda17, dan Inggris. Kedatangan bangsa
Barat ini dimotivasi oleh tiga hal yang disebut 3G (glory, gold dan gospel). motif
penyebaran agama (gospel/zending) yang mengikuti motif ekonomi penjajah
menyebabkan tersebarnya agama Kristen di beberapa daerah di Nusantara. Hal itu
menunjukkan bahwa pertarungan yang dimaksudkan sebenarnya baru terjadi pada abad
ke 15, bukan pada abad ke 12 atau ke 13 di mana Islam sudah menampakkan hasilnya
dalam bentuk lembaga kekuasaan.
Latar belakang yang paling dapat diterima bagi masuknya penduduk Nusantara
ke dalam islam ialah adanya kemampuan para penyiar Islam yang menggunakan
kemasan atraktif khususnya dengan menekankan kesesuaian dengan Islam atau
kontinuitas dengan kepercayaan local. Kontinuitas itu tidak lantas mengdakan
perubahan dalam kepercayaan atau praktik keagamaan local tetapi penyesuaian melalui
pendekatan tasawuf. Para penyiar islam masa awal merupakan guru-guru pengembara
dengabn karakteristik sufi yang kental. Mereka memiliki otoritas kharismatik dan
kekuatan magis. Sebagian guru sufi ini mengawini putra-putri bangsawan dan
karenanya memberikan kepada anak-anak mereka gengsi darah bangsawan sekaligus
aura keilahian atau karisma keagamaan.
Kedua, fase terbentuknya kerajaan Islam pada abad ke 13-16. Bukti arkeologis
menunjukkan bahwa ditemukannya makam Malik al-Shaleh (696 H/1297 M) yang
terletak di kecamatan Samudera, Aceh Utara menunjukkan bahwa telah terdapat
kerajaan Islam pada abad ke 13. Dikuatkan oleh historiografi tradisional local, Hikayat
Raja-Raja Pasai dan Sejarah Melayu menunjukkan bahwa penguasa pertama kerajaan
Samudera ialah Malik al-Shaleh.19Di daerah Jawa, lahir kerajaan Demak sebagai
kerajaan islam pertama di pulau ini yang kemudian berhasil mengalahkan kekuasaan
Majapahit. Para wali mememgang peranan penting pada persebaran Islam di tanah jawa
dengan dibantu oleh kerajaan Demak dan kerajaan lain seperti Pajang dan Mataram.
Demikian juga di luar Jawa seperti, Gowa, Banjarmasin, Hitu, Ternate, Tidore dan
Lombok. 20Khusus kerajaan Gowa-Tallo (Sulawesi Selatan) dikenal tiga penyiar Islam
yang berasal dari Melayu yaitu Abdul Makmur Khatib Tunggal (Dato ri Bandang),
Khatib Sulaiman (Datori, Timang), dan Khatib Bungsu (Dato ri Tiro) ke Sulawesi
Selatan.
Ketiga, Fase pelembagaan Islam. Setelah berdirinya kerajaan-kerajaan Islam
yang diawali dengan kerajaan Samudra Pasai hingga ke bagian Timur Nusantara, para
penyiar Islam memperoleh jabatan penting dalam struktur birokrasi kerajaan. Mesjid
sebagai pusat dakwah mulai berdiri, pendidikan kader ulama, mengislamkan raja dan
keluarganya dan pendekatan sosial lainnya mewarnai pelembagaan Islam di Nusantara
pada fase ini. Proses islamisasi ini menurut Azyumardi Azra ditandai dengan runtuhnya
Kerajaan Majapahit pada abad ke 14 dan 15 M. pada saat ini, Islam masih terbatas di
kota-kota pelabuhan yang tidak lama kemudian memasuki wilayah pesisir lainnya dan
pedesaan. Pemegang peranan penting dalam tahap ini ialah para pedagang dan ulama
yang sekaligus guru-guru tarekat dan santri-santrinya. Pada umumnya mereka mendapat
patronase dari penguasa local bahkan penguasa local ini juga turut menyebarkan Islam
dan peranannya tidak dapat diabaikan. Corak Islam dalam tahap ini banyak diwarnai
oleh aspek tasawuf atau mistik. Dalam beberapa hal, mistisisme Islam mendapatkan
tempatnya dengan latar belakang masyarakat local yang banyak dipengaruhi asketisme,
Hindu-Budha dan sinkretisme kepercayaan loka. Meskipun demikian, bukan berarti
bahwa aspek hukum syari'at terabaikan sama sekali. Sebagai misal penyebaran Islam di
Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh tiga penyiar Islam dengan metodenya masingmasing.
Sebagaimana dalam historiografi tradisional, dikenal adanya tiga orang
muballig dari Minangkabau yang menyebarkan agama Islam di Sulawesi Selatan.
Ketiga muballig tersebut adalah Abdul Makmur Khatib Tunggal yang lebih dikenal
dengan gelar Dato ri Bandang. Dalam menjalankan dakwah ia menekankan pada
pelaksanaan syariat Islam sebagai pokok ajarannya. Kedua adalah Sulaiman Khatib
Sulung, yang kemudian terkenal dengan nama Dato Patimang, Dalam sejarah
pengislaman di Sulawesi Selatan, ia memegang peran penting di Luwu. Dalam
menjalankan dakwahnya ajaran tauhid menjadi pegangannya dengan mempergunakan
kepercayaanlama yaitu sureILagaligo sebagai cara pendekatan. Ketiga adalah Abdul
Jawab Khatib Bungsu, selanjutnya ia terkenal dengan nama Dato ri Tiro. Dalam
menjalankan dakwahnya ia melakukan pendekatan tasawuf.
B. Penyebaran Tasawuf di Indonesia
Â
Tasawuf dari segi kebahasaan (linguistik) memiliki beberapa makna. Harun
Nasution menyebutkan lima kata untuk menggambarkan pengertian tersebut yaitu alsuffah
(ahl suffah) yaitu orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah,
saf yaitu barisan yang dijumpai dalam melaksanakan shalat berjama'ah, sufi yaitu bersih
dan suci, sophos (bahasa Yunani: hikmah), dan suf yaitu kain wol kasar. Pengertian pengertian tersebut jika ditelaah lebih jauh akan berorientasi kepada sifat-sifat dan
keadaan yang terpuji, kesederhanaan, dan kedekatan kepada Tuhan. Kata ahl-suffah
misalnya menggambarkan keadaan orang yang mencurahkan jiwa raganya, harta benda
dan lainnya hanya untuk Allah. Mereka rela meninggalkan kampung halamannya,
rumah, kekayaan, harta benda dan sebagainya yang ada di Mekkah untuk hijrah bersama
Nabi ke Madinah. Hal tersebut dilakukannya karena keinginan untuk mendekatkan diri
kepada Allah.
Selanjutnya kata saf juga menggambarkan keadaan orang yang selalu berada di
barisan depan dalam beribadah kepada Allah dan melakukan amal kebajikan lainnya.
Kata sufi yang berarti bersih, suci, dan murni menggambarkan orang yang selalu
memelihara dirinya dari perbuatan dosa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, kata
suf yang berarti kain wol kasar yang terbuat dari bulu domba, hal ini menggambarkan
orang yang hidupnya serba sederhana, tidak mengutamakan kepentingan dunia, tidak
mau diperbudak oleh harta yang dapat menjerumuskan dirinya dan membawa ia lupa
akan tujuan hidupnya yakni beribadah kepada Allah. Pada awal perkembangan
asketisme (hidup zuhud), pakaian bulu domba adalah simbol para hamba yang tulus.
Kata sophos yang berarti hikmah menggambarkan keadaan orang yang jiwanya
senantiasa cenderung kepada kebenaran.
Dengan demikian tasawuf menggambarkan keadaan untuk senantiasa
berorientasi kepada kesucian jiwa, berpola hidup sederhana, mendahulukan kebenaran,
dan rela berkorban untuk tujuan mulia. Ajaran-ajaran tasawuf merupakan pengalaman
(tajribah) spiritual yang bersifat pribadi yang dilandasi oleh keinginan sesorang sufi
untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, oleh karena bersifat pribadi, maka
pengalaman seorang sufi yang satu dengan yang lainnya memiliki kesamaan-kesamaan
di samping perbedaan yang tidak bisa diabaikan. Kesamaan-kesamaan tersebut
kemudian dirumuskan dalam bentuk maqamat dan ahwal (station).
Dalam sejarah Islam tasawuf mengacu pada prilaku Rasulullah Muhammad
Saw. dan sahabat-sahabatnya. Apabila merujuk dalam al-Qur'an terdapat beberapa ayat
yang dijadikan dasar untuk menjalani hidup sebagai sufi, antara lain bahwa Allah itu
dekat dengan manusia (Q.S. Al-Baqarah/2: 86) dan Allah lebih dekat kepada manusia
dibandingkan urat nadi manusia itu sendiri (Q.S. Qaf/50: 16).
Dalam masa pertumbuhannya muncul bermacam-macam konsep ajaran tasawuf
yang disampaikan oleh para sufi, yaitu al-khauf dan al-raja' yang diperkenalkan oleh
Al-Hasan al-Basri (642-728 M.), mahabbah oleh Rabi'ah al-Adawiyah (714-801 M.),
hulul oleh Al-Hallaj, al-ittihad oleh Yazid al-Bustami (814-875 M.) dan ma'rifah oleh
Abu Hamid al-Gazali (w. 1111 M.). pada abad ke 5 H/13 M kegiatan para sufi
kemudian mulai melembaga hingga memunculkan tarekat. Hal ini ditandai dengan
nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada abad itu yang selalu dikaitkan
dengan silsilahnya. Setiap tarekat mempunyai syekh, kaifiyat zikir dan upacara-upacara
ritual masing-masing. Biasanya syekh atau mursyid mengajar murid-muridnya di
asrama ltempat latihan rohani yang dinamakan suluk atau ribath. Mula-mula muncul
tarekat Qadiriyah yang dikembangkan oleh Syekh Abdul Qadir di Asia Tengah,
Tibristan tempat kelahirannya, kemudian berkembang ke Baghdad, Irak, Turki, Arab
Saudi sampai ke Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, India, Tiongkok. Muncul
pula tarekat Rifa'iyah di Maroko dan Aljazair. Disusul tarekat Suhrawardiyah di Afrika
Utara, Afrika Tengah, Sudan dan Nigeria. Tarekat-tarekat itu kemudian berkembang
dengan cepat melalui kurid-murid yang diangkat menjadi khalifah, mengajarkan dsan
Dalam perkembangannya tarekat-tarekat yang muncul memiliki peranan yang
besar dalam kehidupan umat Islam tidak hanya dalam bidang agama tetapi juga dalam
bidang lain. Sesudah kekhalifaan Baghdad runtuh tugas mempertahankan persatuan
umat Islam dan penyebaran agama terutama banyak dipegang oleh para sufi. Ketika
daulah Usmaniyah berdiri, peranan tarekat (Bahtesyi) saangat besar baik dalam bidang
politik maupun militer. Demikian juga di Afrika Utara, tarekat Sanusiyah memiliki
peranan yang besar terutama di negeri Aljazair dan Tunisia, sedangkan di Sudan tarekat
Syadziliyah berperan besar dalam penyebaran Islam.
Khusus di Indonesia, berkembangnya tarekat tidak lepas dari proses masuknya
Islam di wilayah ini. Islam yang masuk di Indonesia pada mulanya bercorak tasawuf
yang dibuktikan oleh beberapa data yang ditunjukkan oleh para sejarawan. Marrison
ketika menjelaskan tentang masuknya Islam di Indonesia menyebutkan fakta bahwa
yang mengislamkan Nusantara berasal dari India Selatan yaitu Mu'tabar (malabat) yang
dilakukan oleh para muballig yang bergelar fakir. Gelar fakir mengingatkan pada gelar
yang diberikan kepada seorang sufi yang meninggalkan keduniaan dan memilih hidup
untuk keagamaan. Dari teori Marrison ini kemudian muncul teori berikut yang berupaya
menjawab pertanyaan apakah Islam yang masuk di Indonesia pada awalnya bercorak
tasawuf.
Teori Hill menyebutkan bahwa dalam Hikayat Raja-Raja Pasai yang disusun
pada abad ke 14 mengatakan Islam yang datang di Nusantara beraliran tasawuf. Data ini
di dukung oleh Sejarah Melayu yang sumbernya juga dari Hikayat Raja-raja Pasai.
Teori Bech menyatakan dalam teks Sejarah Melayu dijelaskan tentang kesenangan
Sultan malaka kepada ilmu tasawuf di mana pada suatu waktu seorang ulama, yaitu
Maulana Abu Iskak datang memberi hadiah kepada sultan berupa kitab yang berjudul
Durrul Mandhum (mutiara yang tersusun). Sultan berkali-kali mengutus utusan yang
agar menemui Sultan Aceh untuk berkonsultasi tentang ilmu tasawuf. Teori Raffles
menyebutkan peristiwa terakhir dalam Sejarah Melayu adalah penyerangan Sultan
Malaka yang kemudian lari ke Johor. Dari segi waktu kejadian Sejarah Melayu yang
ditulis pada tahun 1536 dan baru dapat dibaca pada abad ke 16 sebagai bukti bahwa teks
ini sebelumnya masih berupa cerita lisan. Sehingga dapat disimpulkan ilmu tasawuf
telah diberkembang dan ditulis menjadi sebuah naskah pada abad ke 16. Teori Johns
berpendapat naskah-naskah abad ke 16 yang diteliti oleh para orientalis bercorak
tasawuf sehingga dapat menjadi obyek bagi kajian sejarah intelektual Islam dan
perkembangan ilmu tasawuf di Indonesia.
Dari teori-teori yang menyebutkan peranan para sufi dalam penyiaran Islam di
Indonesia tersebut menurut Azyumardi Azra berhasil membuat korelasi antara
peristiwa-peristiwa politik dan gelombang-gelombang konversi kepada Islam. Meski
peristiwa-peristiwa politik --dalam hal ini kekhalifaan Abbasiyah- merefleksikan hanya
secara tidak langsung pertumbuhan massal masyarakat muslim, orang tak dapat
mengabaikan peranan para sufi ini, karena semua itu mempengaruhi perjalanan
masyarakat muslim di bagian-bagian lain dari bunia Islam. Teori ini juga berhasil
membuat korelasi penting antara konversi dengan pembentukan dan perkembangan
institusi-institusi Islam yang menurut Bulliet, akhirnya membentuk dan menciptakan
ciri khas masyarakat tertentu sehingga benar-benar dapat dikatakan sebagai masyarakat
muslim. Institusi-institusi yang terpenting itu ialah madrasah, tarekat sufi, futuwwah
(persatuan pemuda), dan kelompok-kelompok dagang dan kerajinan tangan. Semua
insitusi ini menjadi penting berperanan hanya pada abad ke 11.
Para sufi pertama yang mengajarkan tasawuf dan tarekat di Indonesia ialah
Hamzah Fansuri (w. 1590), Syamsuddin as-Samatrani (w. 1630), Nuruddin ar-Raniri
(w. 1658), Abd. Rauf as-Singkeli (1615-1693) dan Syekh Yusuf al-Makassar (1626-
1699). Sufi-sufi tersebut merupakan tokoh-tokoh yang memiliki konstribusi yang besar
dalam penyiaran dan perkembangan Islam di Indonesia. Disamping mereka terdapat
para ulama yang juga menyiarkan Islam dengan menggunakan metode yang akomodatif
dalam dakwahnya seperti wali songo yang menyebarkan Islam di tanah Jawa, Rajo
Bagindo ke Kalimantan Utara dan Kepulauan Sulu, Syekh Ahmad ke Negeri Sembilan
daqn lain-lain.
BAB III.
KESIMPULAN
Â
Berdasarkan uraian tersebut di atas, kesimpulan yang dapat ditarik dalam
makalah ini ialah:
1. Menelusuri perjalanan sejarah Islam dalam konteks keindonesiaan pada awal
abad ke 13 hingga abad ke 17 akan membawa kita kepada masa pertumbuhan
dan persebaran Islam ke beberapa wilayah Nusantara dengan segala
dinamikanya. Persebaran Islam tersebut yang berawal dari Kepulauan Melayu-
Indonesia melalui perdagangan ke Jawa sampai bagian Timur Indonesia
termasuk pula Sulawesi Selatan. Para sejarawan berbeda pendapat tentang
masuknya Islam di Nusantara dengan mempertimbangkan segi asal kedatangan,
waktu kedatangan dan para pembawanya.
2. Para sufi memainkan peran yang besar dalam proses masuk dan berkembangnya
Islam di Nusantara terutama dalam terciptanya konversi yang besar dari
penduduk local (pribumi) kepada Islam. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa
corak Islam yang berkembang pada masa awal ialah tasawuf.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H