Shang Weng bersikeras melangkah. Ia terhuyung. Fa Mulan menyangga tubuh pemuda itu dengan bahunya. Wajah mereka nyaris bersentuhan. Fa Mulan memalingkan wajahnya dengan rupa jengah. Shang Weng mengurai senyum simpul.
"Kenapa Anda tersenyum?!" tanya Fa Mulan setelah mendudukkan tubuh Shang Weng di salah satu bangku kayu.
"Tidak apa-apa," elak Shang Weng, menggeser sedikit posisi pelita minyak samin di atas meja. "Hanya...."
"Hanya apa?" cecar Fa Mulan, masih menyembunyikan wajahnya yang kemerah-merahan.
"Hanya saya baru menyadari kalau ternyata Fa Mulan itu sebetulnya cantik!"
Fa Mulan nyaris terjatuh dari bangkunya. Sanjungan mendadak dari Shang Weng melambungkan hatinya. Ia serasa tak berpijak di tanah. Inilah pujian terindah dalam hidupnya selain pujian yang selalu didengungkan ayahnya.
"Sa-saya...."
"Saya berkata apa adanya, Mulan."
"Ta-tapi...."
"Kenapa? Tidak mau mengakui bahwa kamu sebetulnya cantik seperti bunga yang-liu?"
Fa Mulan menahan senyumnya.