Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Magnolia dalam Seribu Fragmen Rana (10)

3 April 2021   09:39 Diperbarui: 3 April 2021   09:49 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama ini ia tidak pernah mengetahui kalau jalinan kisah masa lalu Shang Weng mengalun getir. Setahunya, pemuda itu lahir dari keluarga biasa-biasa saja di Tianjing, sebuah daerah kabupaten di Tionggoan Selatan. Masuk militer jauh sebelum keluarnya maklumat wamil Kaisar Yuan Ren Zhan. Reputasi akademiknya luar biasa. Ia merupakan kader di kemiliteran. Orang kepercayaan Jenderal Gau Ming. Sangat menonjol dalam strategi peraang, namun tidak memiliki ilmu silat istimewa kecuali keterampilannya memainkan hampir semua alat dan senjata organik perang serta keunggulan insting tempurnya. Ia sangat memuja Sun Tzu. Bukan religius dan tidak agamis. Tetapi senang membaca lektur Konfusius yang bijak.

Serangkaian pertempuran telah membentuk sosoknya menjadi momok. Ia adalah gergasi perang. Predator bagi semua mangsa. Tidak ada pengampunan bagi lawan yang sudah takluk. Ia mencacah kebatilan. Melawan kejahatan dengan kekerasan. Pedangnya senantiasa berlumuran darah. Namun ia heroik. Selalu membela rakyat jelata yang tertindas. Sulung dari sembilan bersaudara itu memang menyimpan sekelumit misteri. Ia introver.

Ia sangat kejam terhadap prajurit cuai. Digemblengnya wamil sehingga sekeras baja. Mentalitas yang telah dibentuknya sebelum berperang telah mendatangkan antipati semua wamil. Ia serupa ektoterm. Tetapi ia sangat arif memutuskan suatu masalah. Idealisme. Gigih dan tidak gampang menyerah.

"Dendam, bahkan lebih jahat dari pembatil itu sendiri, Kapten Shang!"

"Kamu tidak tahu bagaimana rasanya sakit kehilangan orang yang dikasihi!"

"Mungkin. Tapi dendam yang membara di hati Kapten Shang akan menikam seumur hidup. Sakitnya jauh lebih sakit ketimbang pada saat Kapten Shang menerima kenyataan tragis itu!"

"Saya tidak ingin terluka untuk kedua kalinya!"

Fa Mulan menggigit bibir.

Ia mengerti makna kalimat itu. Namun tak diterjemahkannya karena mungkin besok mereka memang tidak memiliki waktu lagi karena diberangsang maharana menjadi abu. Ia lebih memilih menyimpannya sebagai cerita indah tak berbingkai.

Fa Mulan kembali melangkah tepat ketika sebuah teriakan menggema di gendang telinganya.

"Asisten Fa!" Bao Ling menguak daun tenda. Wajahnya semringah. "Bala bantuan sudah datang!"

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun