Mohon tunggu...
Doris Kusumardiyanto
Doris Kusumardiyanto Mohon Tunggu... Politisi - mahasiswa

mahasiswa Fakultas Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dinamika Hukum Perdata Islam di Indonesia (Analisis legislasi Hukum Perkawinan Islam dalam Sistem Hukum Nasional)

18 Maret 2024   21:26 Diperbarui: 18 Maret 2024   21:55 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri. 

  • Putusnya Perkawinan Perspektif KHI
  • Konteks Putusnya Perkawinan dalam KHI

Sebagaimana halnya dengan UU RI No.1 Tahun 1974, KHI pasal 113 menetapkan keadaan putus perkawinan. Pasal 113 menyatakan bahwa perkawinan dapat putus karena :

  • a. kematian,
  • b. perceraian,
  • c. atas keputusan pengadilan.

      Dalam hal ini, penetapan keadaan putus perkawinan dalam KHI pasal 113 hampir sama dengan keadaan yang ditemukan dalam UU RI No.1 Tahun 1974, yang menyatakan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan keputusan Sehubungan dengan konteks putusnya perkawinan bagi orang Islam, tentu harus mengikuti ketentuan tata cara perceraian yang diatur dalam UU RI No. 1 Tahun 1974.

       Beberapa Alasan Putusnya Perkawinan dalam KHI

          Menurut konsep KHI pasal 116, perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan tertentu. Dengan demikian, ada dua alasan tambahan yang berlaku untuk perceraian suami istri yang memeluk agama Islam, yang tidak ada sebelumnya dalam UU RI No.1 Tahun 1974 dan KUHPerdata:

  • salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  • salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  • salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih beratsetelah perkawinan berlangsung;
  • salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
  • salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri;
  • antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
  • suami melanggar taklik talak;
  • peralihan agama tau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

        Talak raj'i:  Dalam pasal 117, disebutkan bahwa talak adalah janji suami di hadapan pengadilan agama yang menjadi salah satu alasan pemutusan perkawinan, sebagaimana ditunjukkan dalam pasal 129, 130, dan 131. Dalam kaitannya dengan pasal 118, disebutkan bahwa talak raj'i adalah talak pertama atau kedua, di mana suami memiliki hak untuk meminta rujukan kepada istrinya selama masa iddah.

    Jenis Jenis Putusnya Perkawinan dalam KHI

         Beberapa jenis talak dalam KHI  yang ketentuannya disebutkan sebagai beriku;

  • Talak raj'i: Dalam pasal 117, disebutkan bahwa talak adalah janji suami di hadapan pengadilan agama yang menjadi salah satu alasan pemutusan perkawinan, sebagaimana ditunjukkan dalam pasal 129, 130, dan 131. Dalam kaitannya dengan pasal 118, disebutkan bahwa talak raj'i adalah talak pertama atau kedua, di mana suami memiliki hak untuk meminta rujukan kepada istrinya selama masa iddah.
  • Talak bain sugra, ketentuannya terdapat dalam pasal 119 ayat 1 "Talak bain sugra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.
  • Talak bain  kubra, ketentuannya dalam pasal 120 bahwa talak bain  kubra adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya.
  • Talak sunny, ketentuannya dalam pasal 121 bahwa talak sunny adalah talak yang dibolehkan yaitu talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.
  • Talak bid'i, ketentuannya dalam pasal 122 adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan  haid atau istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.
  • Lian terdapat dalam Pasal 125 yang menyebabkan putusnya perkawinan antara suami istri untuk selama-lamanya.

       Tata Cara Perceraian dalam KHI 

     Pasal 131 disebutkan dalam beberapa ayat sebagai berikut:

1. Pengadilan agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dimaksud pasal 129 dan dalam waktu selambatlambatnya tiga puluh hari memanggil pemohon dan istrinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun