Hingga pada suatu hari,
Kringgg... Kringgg... Kringgg...
Suara khas dari telepon rumah di kediaman Ismail Marzuki berbunyi. Kala itu, Ismail tinggal di Bandung Selatan.
“Hiks... Hikss... H-ha-loo...” Terdengar suara perempuan yang tercekat di ujung telepon sana, sepertinya ia tengah menangis. Dan tepat, itu suara kakaknya, Siti Mustika.
“Halo, Kak. Mengapa Kau menangis?” Tanyanya setenang mungkin, untuk memberi ruang pada kakaknya supaya menceritakannya dengan tenang.
“M-maaf. Aku telat mengabarimu, aku takut akan mengganggu pekerjaanmu disana. Tapi kau harus tau, Bapak telah pergi meninggalkan kita lima hari yang lalu. Dia pergi menyusul Ibu dan kedua kakak kita. Sebaiknya kau pulang untuk sekadar ziarah ke makam Bapak, mungkin dia merindukanmu juga disana.” Ucap Siti menjelaskan dengan panjang lebar sembari sesenggukan.
Deggg...
Jantung Ismail seperti jatuh dari tempatnya, ia tidak menyangka akan ditinggalkan oleh ayahnya dalam keadaan seperti ini. Setelah itu, ia buru-buru pergi ke kampung halamannya, dimana ia bisa mengunjungi makam ayahnya dengan membawa anak dan istrinya.
Ketika dia tiba di Jakarta, ayahnya telah beberapa hari dimakamkan. Kembang-kembang yang menghiasi makam ayahnya itu telah layu.
Lalu seperti biasa, ia seperti mendapatkan sebuah ilham untuk menciptakan sebuah lagu yang berjudul ‘Gugur Bunga’. Rupanya lagu ini ia ciptakan untuk mengenang ayahnya yang telah tiada juga syarat akan makna yang mendalam tentang nasionalisme dan penghormatan terhadap jasa para pahlawan. Lagu ini dibuat untuk mengenang setiap pahlawan yang tumbang di medan perang selama memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Karena pada waktu yang bersamaan pula, banyak sekali berita yang bertebaran tentang banyaknya pahlawan Indonesia yang berjuang untuk Indonesia tapi pulang tinggal nama.
Tak hanya itu saja, setelahnya ia pun banyak sekali menciptakan puluhan syair lagu guna menggambarkan berbagai perasaannya dan kehidupan di sekitarnya kala itu. Lagu ciptaan lainnya mengenai masa perjuangan yang bergaya romantis tanpa mengurangi nilai-nilai semangat perjuangan antara lain ‘Ke Medan Jaya’, ‘Sepasang Mata Bola’, ‘Selendang Sutra’, ‘Melati di Tapal Batas Bekasi’, ‘Saputangan dari Bandung Selatan’, ‘Selamat Datang Pahlawan Muda’.