“Nah tuuh... makanya jangan hujan-hujanan. Mending berteduh di rumah penduduk tuh!”
“Iiiyaaa.. iyaaa... ke sana!” kata Aris smabil mengutuki diri sendiri dalam hati.
“Itu daun pisangnya pakai buat payung!”
“Iiii yaaa.... daun pisang ini sebenarnya ... untuk.... “
“Ya untuk payungan laaah!”
“Iya.”
“Aku duluan ya .... daaahhh!”
Aris sama sekali tak menyangka regu itu justru nekad berhujan-hujanan. Sambil melihat kepergian regu anak-anak putri SMP 13. Peduda kecil hanya bosa mendesah. Daun pisang di tangannya dilihat. Ia gemas. Daun pisang itu dirobek-robeknya. Belum puas sampai di situ, ia keluarkan belati. Tangkai daun pisang kemudian ia potong-potong kemudian ia lempar. Ia kesal sambil menjejak-jejakkan tanah. Untung teman-teman satu regunya tak ada yang melihat. Ia benar-benar tak bisa menciptakan sebuah sejarah baru : Memori Daun Pisang!
Ketika ia menjejak-jejak tanah becek berlumpur, sepatunya terkait kain yang basah dan kotor. Perlahan ia ambil benda itu. Ternyata setangan leher PMR warna biru. Aris mencari genangan air yang lebih banyak. Ia mencucinya. Matanya terbelalak. Di sana ada tertulis nama dengan bordiran benang emas.
“Salsabila .....” ia mengeja nama itu.
Mungkinkah itu nama gadis tadi? Pikirnya. Ia hanya berharap tipis. Namun menyimpan barang dengan nama yang jelas tentu akan mudah untuk dikembalikan. Serahkan ke panitia pasti akan diumumkan, pasti beres.