“Aris kamu di mana? Cepat ke sini. Tepat di barat tiang berdera depan auditorium!”
Aris menengok ke arah yang dimaksud. Tempat itu tidak terlalu jauh. Ia berlari-lari kecil menuju ke sana. Kamera yang dicangklong disiapkan. Ia akhirnya nekad akan mengabadikan apa saja tentang Salsa.
Langkah Aris terhenti. Di dekat kelompok keluarga Salsabila, ia melihat Aji. Aris mendesah. Ia melihat pemuda itu mendekati dirinya.
“Ariiis! Kemana saja kamu menghilang ah! Hampir empat tahun!” kata Aji sambil menjabat tangan Aris.
“Hehe... iya Ji, gimana kabarnya?”
“Baik. Kita ngobrolnya nanti saja, itu Salsa sejak tadi pagi menunggumu. Kamu ngumpet di mana sih?” kata Aji sambil menyeret tangan Aris.
Aris menyalami keluarga Salsabila. Orang tuanya, dan juga Nurul, adik Salsa. Usai bersalaman Aris minggir.
“Ariiis... sini! Ini wisudaku!” teriak Salsa melambaikan tangan. Aris tehenyak. Ia mendekat.
“Selamat Salsa. Semoga ilmumu bermanfaat....”
“Terima kasih Aris.” Kata Selsa sambil mengulurkan tangan. Yang melihat heran. Biasanya yang menyalami dulu adalah yang memberi selamat.
“Aaah... Salsa.... iiya.... ini saat wisuda.” mengingat sesuatu Aris tegopoh-gopoh menerima uluran tangan gadis itu.