Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Manipulasi Digital: Apakah Kita Masih Punya Kendali atas Pikiran Kita

20 Desember 2024   10:01 Diperbarui: 20 Desember 2024   11:01 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Pemerintah Indonesia sering kali menggembar-gemborkan penggunaan AI untuk meningkatkan pelayanan publik, seperti dalam pengelolaan energi atau kesehatan. Namun, apakah kebijakan ini benar-benar menguntungkan masyarakat luas, atau justru memperburuk kontrol atas hidup kita? Ketika pemerintah menggunakan AI untuk mempengaruhi perilaku konsumen, seperti mendorong energi ramah lingkungan atau vaksinasi, di mana kita menempatkan kebebasan individu dalam proses tersebut?

Penerapan AI dalam mendorong masyarakat untuk beralih ke sumber energi terbarukan dapat berpotensi mengubah pola konsumsi, tetapi jika tidak dilakukan dengan pendekatan yang tepat, apakah itu bisa menjadi cara lain untuk memanipulasi preferensi masyarakat demi kepentingan politik atau ekonomi tertentu?

2. Dampak Negatif: Ketika Kebebasan Menjadi Barang Dagangan

a. Polarisasi Sosial dan Politik yang Terpacu

Ketika AI menyarankan konten yang sesuai dengan pandangan kita, ia juga memperburuk polarisasi sosial dan politik yang ada. Di Indonesia, di mana isu-isu seperti agama, suku, dan politik sering kali menjadi medan pertempuran, algoritma ini justru dapat memperuncing perbedaan, menciptakan "gelembung informasi" yang menegaskan pandangan ekstrim, dan memisahkan kita lebih jauh dari perspektif yang lebih luas.

Penyebaran hoaks yang terarah melalui media sosial selama pemilu, seperti kasus-kasus yang terjadi selama Pilpres 2019, membuktikan bahwa algoritma yang digunakan oleh platform-platform digital bisa memperburuk perpecahan sosial dan politik. Ketika setiap pihak hanya mendengar apa yang ingin mereka dengar, bagaimana kita bisa mempertahankan demokrasi yang sehat?

b. Ancaman Terhadap Demokrasi: Ketika Suara Rakyat Dibeli dengan Data

Di era di mana micro-targeting dan kampanye politik berbasis data menguasai ranah politik, integritas demokrasi menjadi taruhan. Di Indonesia, fenomena ini bisa semakin berbahaya, terutama ketika kampanye politik digunakan untuk memanipulasi opini publik dalam skala masif dengan menggunakan data yang diperoleh tanpa izin.

Dalam Pilkada Serentak 2024, bagaimana jika kandidat tertentu menggunakan algoritma untuk menyebarkan informasi yang menyesatkan atau menciptakan narasi palsu? Ketika AI mampu mengendalikan opini publik, apakah kita benar-benar memilih pemimpin berdasarkan kemampuannya, atau berdasarkan algoritma yang memilihkan mereka untuk kita?

c. Degradasi Privasi dan Kebebasan Berpikir: Ketika Kita Tidak Lagi Memiliki Pilihan

Ketika data pribadi kita dikumpulkan tanpa izin dan digunakan untuk memanipulasi keputusan kita, apakah kita benar-benar bebas? Keputusan kita tentang apa yang dibeli, siapa yang dipilih, atau bahkan apa yang kita percayai, bisa jadi bukan berasal dari pemikiran kita sendiri, melainkan hasil dari manipulasi algoritma yang secara halus mengarahkan pikiran kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun