BAGIAN 1Â
Sinar mentari berusaha membangunkan Maura Nazreen lewat celah gorden kamarnya. Suara ayam berkokok pun sudah seperti ibunya ketika membangunkan dirinya. Mengganggu! Pikir Maura. Namun begitu, Maura tetap membuka matanya dan bangkit dari kasur yang sedari tadi seperti enggan untuk ditinggalkan. Maura bergegas untuk mandi dan bersiap-siap berkumpul dengan keluarganya, melakukan ritual pagi mereka. Sarapan.Â
"Kamu hari ini jadi pergi ke Jakarta, Ra?" tanya ibunya.Â
"Jadi dong Bu! Aku udah pesan tiketnya, bahkan udah ngasih tahu penulisnya juga, loh Bu, lewat Instagram. Malu dong kalau nggak jadi," jawab Maura sambil terus mengoleskan selai cokelat pada rotinya.Â
"Mau ngapain sih emang? Jauh-jauh dari Bandung mau ke Jakarta. Kalau ada apa-apa gimana?" kali ini sang ayah yang bertanya sambil sesekali menyesap kopinya.Â
"Hush! Ayah dijaga dong ucapannya," peringat sang istri.Â
"Iya nih Ayah ... Doa-in itu yang baik-baik. Pulang bawa jodoh kek, misalnya. Atau-" Azra tiba-tiba menyahut, memotong ucapan sang kakak. "Udah deh, biar aman aku juga harus ikut kak Alissa. Gimana, baguskan ide aku?"Â
"Nggak! Nggak ada bagus-bagusnya. Lebih bagus lagi kalau kalian gak usah pergi. Diam aja di rumah!" Tegas sang ibu.Â
"Ibu itu cuma sirik sama kita. Setiap hari di rumah. Sekalinya keluar cuma buat kumpul sama ibu-ibu, nge-gosip!" Ucapan si bungsu ini benar-benar membuat sang ibu kesal. Entahlah, anak itu menurun dari siapa.Â
"Makanya Ayah ... Sering-sering ajak Ibu keluar. Me time gitu, pacaran lagi. Tapi ingat, kita nggak mau punya anggota keluarga baru!" Alissa dan Azra tak kuasa menahan tawa. Ayahnya hanya menahan senyum melihat kelakuan anak mereka. Setelah puas meledeki sang ibu, Alissa bergegas pamit kepada adik dan kedua orangtuanya.Â
"Ayah kan sekarang pacarannya sama berkas-berkas dari kantor," sindiran itu berhasil membuat sang ayah mendekat pada istrinya. "Iya Ibu ... Sabar ya. Nanti kalau udah beres semua perkejaan di kantor, kita pacaran lagi. Berdua aja, anak-anak nggak usah di bawa. Iya ibu ya?"Â