Mohon tunggu...
Taufiqillah Al-Mufti
Taufiqillah Al-Mufti Mohon Tunggu... -

Jl. Jonggring Saloko, Madukoro, Semarang Barat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Geger Desa

27 Juli 2016   09:03 Diperbarui: 28 Juli 2016   04:37 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Tolong jelaskan.” Sanikem menetak. Kini pembicaraan mulai menjurus.

Suminyem menjelaskan dengan sedetail mungkin. Ingatannya belum begitu buruk untuk mengingat informasi dari Yanto. Sanikem mendengarkan betul. Tidak segera ia membalas keterangan dari Suminyem. Terus ia dengarkan. Terkadang ia balas dengan anggukan, gelengan, dan senyuman. Suminyem begitu berapi-api menjelaskan, sesuatu yang aneh bagi Sanikem, bahkan sampai menggebrak-gebrak dinding meja, hanya sekedar meluapkan emosinya.

Dan ketika Suminyem memohon Sanikem atas nama rakyat desa Tunggak, maju sebagai kepala desa:

“Kesaktianku sudah lama hilang, itu yang harus kau ketahui dulu nyem. Potensi Jarot sampai segan terhadapku mungkin tidak ada lagi. Tapi aku sadar betul dengan keterangan yang kau berikan mengenai keadaan desa kita yang sudah sedemikian carut marutnya.”

“Lalu, bagaimana keputusanmu?”

“Sebentar, aku pertimbangkan dahulu.”

“Sudah kukatakan, rakyat mengarah padamu. Jangan berlama-lama, majulah sahabatku,” Suminyem menyakinkan.

“Pertimbanganku ini banyak. Perkiraanku, ini akan menumpahkan darah.”

“Darah! Kau bilang.”

“Tentu, nyem. Jarot tidak mungkin tidak ngancem. Juga tidak mungkin antek tenteranya juga ikut bergerak. Ah, semboyannya tentara untuk keamanan dan stabilitas pembangunan ekonomi. Itu hanya bualan, aku tahu betul. Dan kalau tidak dimulai perubahan, rakyat akan terus sengsara.”

“Terus, bagaimana.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun