“Bagus!”
“Alhamdulillaherobbel ngalamen.”
“Asalkan dengan syarat mbah?”
“Apa nakYanto?”
“Sampian dan MbahSumiyem bersedia menjadi penasehat desa?”
“Tanpa kedudukan penasehat pun, kapanpun kami siap memberikan arahan nak.”
“Iya, cucuku.”
Selanjutnya pertemuan itu dilanjutkan dengan memperbincangkan perihal kemungkinan yang terjadi dalam musyawarah desa. Sanikem dan Suminyem membangun rencana untuk berkomunikasi dengan para kamituwo (kepala dusun), agar bersepakat. Yanto dan teman-temannya diminta untuk mengawal kasus Ki Jarot, dan jangan melewatkan setitik pun. Apalagi besok siang adalah sidang putusan perkara Ki Jarot. Bebasnya Ki Jarot dari jerat hukum akan mempengaruhi musyawarah besok.
(11)
Pagi yang masih ranum. Masih sangat muda untuk beranjak dari peraduan. Bagi segerombolan pemuda-pemudi desa Tunggak berbeda. Justru karena hari ini teramat istimewa bahkan keramat bagi mereka, sampai mereka begitu tergesa-gesa ingin segera berganti hari.
Pemberangkatakan ke kota (Grobogan) bukanlah tanpa sebab yang jelas. Supaya tidak diketahui oleh antek-antek Ki Jarot (termasuk tentara) maka pemberangkatan harus sepagi mungkin.
Orang-orang yang melihat segerombolan itu seperti hendak ke pasar dan tidak mencurigakan. Yanto mempersiapkan dan mengkondisikan masa. Setelah diabseni, semuanya telah lengkap. Pemuda-pemudi berjumlah limabelas itu siap mengawal persidangan putusan vonis kejahatan Ki Jarot.