Yanto memberikan informasi kepada Suminyem, bahwa antek-antek Ki Jarot sudah mengetahui desas-desus akan naiknya Sanikem menjadi kepala desa. Yanto meneruskan, baginya sudah pasti Ki Jarot mengetahui itu. Dan sebentar lagi tentu akan ada tindakan-tindakan dari mereka.
“Sampian lebih paham mbah,”
“Mengerti aku nak, lalu warga bagaimana? Termasuk pemuda-pemuda.”
“Mereka siap mendukung MbahSanikem, nyawa taruhannya.”
“Baiklah, sudah kau siapkan bukti-bukti tindakan jahat Ki Jarot, tempo hari yang aku minta.”
“Sudah mbah, ”Disodorkan setumpuk map, penuh angka-angka.
Suminyem mengenakan kacamata besarnya, berdebu, ia usap-usap,
“Lama tak kupakai,” Diperiksa, satu demi satu. “Aku tidak seberapa paham, tapi kuyakin disini, disini, lihatlah.” Suminyem menuding angka-angka, dan Yanto mengikuti letak tangan Suminyem.
“Sudah diperiksa juga oleh teman-teman yang pintar matematika. Misal soal anggaran jembatan sekian, kalau dilihat dari bentuk dan bahan bangunan jembatan, tak mungkin sampai kisaran sekian.”
“Oh, sudah disiapkan catatannya?.”
“Setumpuk malah.”