"Aku merasa kita sudah melangkah jauh, tetapi aku juga merasa ada yang kurang. Aku ingin kita berbicara lebih dalam tentang masa depan kita," kata Alya, berusaha untuk tidak terlihat cemas.
Arga mengangguk, mengerti betapa pentingnya pembicaraan ini. "Aku setuju. Kita perlu membahas apa yang kita inginkan dari hubungan ini."
Mereka berjalan menuju taman yang sepi, dikelilingi oleh cahaya bulan yang lembut. "Aku ingin tahu apa yang kau bayangkan untuk masa depan kita," lanjut Alya, mencoba untuk mengungkapkan perasaannya.
"Menurutku, kita harus fokus pada langkah-langkah kecil terlebih dahulu. Aku ingin menyelesaikan kuliah dengan baik dan kemudian memikirkan tentang pekerjaan. Setelah itu, kita bisa memikirkan langkah selanjutnya dalam hubungan kita," jawab Arga, terlihat serius.
Alya terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Arga. "Itu masuk akal. Tapi... bagaimana dengan komitmen? Aku ingin tahu apakah kau benar-benar siap untuk melangkah ke tahap berikutnya."
Arga menghentikan langkahnya dan menatap Alya dalam-dalam. "Alya, aku sudah siap untuk berkomitmen. Kau adalah orang yang ingin ku ajak berbagi hidupku. Namun, kita harus melakukannya dengan cara yang benar, tidak terburu-buru."
"Jadi, kita harus menunggu?" tanya Alya, sedikit kecewa.
"Bukan menunggu, tapi lebih kepada mempersiapkan diri. Aku ingin hubungan kita tidak hanya kuat saat ini, tetapi juga ketika kita menghadapi tantangan di masa depan. Kita harus membangun fondasi yang kokoh," jelas Arga.
Alya mengangguk, mencoba memahami sudut pandang Arga. "Aku ingin itu juga. Aku hanya tidak ingin kita terjebak dalam ketidakpastian. Aku ingin tahu bahwa kita bergerak ke arah yang sama."
Arga menggenggam tangan Alya. "Kita akan bergerak bersama. Kita bisa membahas semua hal yang ingin kita capai. Aku ingin mendengar impianmu."
Setelah beberapa saat, mereka duduk di bangku taman, dikelilingi oleh keheningan malam. Alya mulai bercerita tentang harapannya---tentang karier yang ingin dia jalani, tempat-tempat yang ingin dia kunjungi, dan kehidupan yang dia impikan.