Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Guru PAUD

Terkadang, saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha menulis hal-hal bermanfaat serta menyuarakan isu-isu hangat.

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Bayang-Bayang Penyesalan

13 Juni 2024   10:51 Diperbarui: 13 Juni 2024   11:45 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu, Maya memutuskan untuk mengunjungi tempat-tempat yang pernah menjadi bagian dari kisahnya dengan Arga. Dia ingin menghadapi masa lalu, mengakui kenangan-kenangan itu, dan mungkin, melepaskannya.

Tujuan pertamanya adalah kafe kecil di sudut kota, tempat di mana dia dan Arga sering menghabiskan waktu bersama. Ketika dia masuk, aroma kopi yang khas langsung menyambutnya. Maya memilih duduk di meja yang biasa mereka tempati, sambil memesan secangkir latte, minuman favoritnya.

Sambil menunggu pesanannya, Maya memandang sekitar, mengenang tawa dan percakapan yang pernah mereka bagi di tempat ini. Tanpa sadar, senyum tipis menghiasi wajahnya. Meski ada rasa sakit, ada juga kebahagiaan yang tak bisa dia pungkiri.

Saat latte-nya tiba, Maya mengambil buku harian lamanya yang dibawa dari apartemen. Dia mulai membaca entri demi entri, mengenang perjalanan cintanya dengan Arga. Setiap halaman membawa kembali kenangan, baik yang manis maupun yang pahit. Tapi kali ini, Maya merasa lebih kuat. Dia tidak lagi merasa terjebak dalam penyesalan.

Setelah menghabiskan beberapa jam di kafe itu, Maya melanjutkan perjalanan ke kampus tempat dia dan Arga pertama kali bertemu. Kampus itu masih ramai dengan aktivitas mahasiswa, sama seperti dulu. Maya berjalan menyusuri lorong-lorong perpustakaan, mengingat pertama kali melihat Arga di sana.

Di perpustakaan, Maya bertemu dengan seorang pustakawan tua yang masih mengingatnya. "Maya, lama tak bertemu," sapa pustakawan itu dengan ramah.

"Ya, sudah beberapa tahun," jawab Maya sambil tersenyum.

"Bagaimana kabarmu? Apakah kamu masih menulis?" tanya pustakawan itu.

"Ya, masih. Menulis adalah cara terbaik untuk merangkai perasaan," jawab Maya dengan tulus.

Pustakawan itu tersenyum bijaksana. "Semoga tulisanmu membawa kedamaian, Maya."

Setelah mengunjungi perpustakaan, Maya menuju taman kampus. Di sana, dia duduk di bangku yang dulu sering dia dan Arga tempati. Angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya membawa rasa damai yang aneh. Maya memejamkan mata, membiarkan kenangan-kenangan itu kembali, tapi kali ini dengan perasaan yang lebih tenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun