Mohon tunggu...
Yusi Kurniati
Yusi Kurniati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan penikmat sastra

Penulis novel Ayam Goreng Gadamala & Pria Berkacamata (2021), Pacar Dunia Maya (2016), Kumpulan cerpen Sepenggal Kisah (2016), dan kontributor dalam 45 antologi cerpen dan fiksimini. Alumnus S2 Pendidikan Bahasa Universitas Negeri Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Doa Restu

21 September 2020   22:02 Diperbarui: 21 September 2020   22:36 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kinan, kamu udah sadar?” tanya Jaka.

“Aku  kenapa, Jak?” tanyaku dengan suara yang masih lemah.

“Kamu gak inget? Kamu gak sadarkan diri dari kemarin. Pas bertugas kamu kena ledakan bom, ni badan kamu pada memar semua ada pendarahan kepala juga kata dokter. Kamu kok bisa gini sih, Kinan?” Jaka mulai meneteskan air mata. Perasaan pria itu memang lembut.

“Kamu kenapa pake acara nangis gitu? Aku masih hidup Jaka,” ucapku kesal.

“Iya masih hidup tapi luka kayak gini,” ucapnya sesenggukan. Aku menjitak kepalanya lembut. Aku hendak mengubah posisiku menjadi duduk. Tapi kepalaku terasa begitu perih sehingga aku tak sanggup bangun. Badanku pun  terasa nyeri.

“Jangan banyak gerak dulu, kata dokter kamu gak boleh bangun dulu. Dan kali ini kamu harus nurut!” Jaka mengomeliku.

 ...

Sementara itu di kediaman orangtuaku, bapak sedang menonton berita sembari menyeruput kopi buatan ibu. Ibu dengan setia mendampingi beliau sembari menjahit kemeja bapak. Sebuah berita membuat bapak menjatuhkan gelas yang sedang dipegangnya. Kopi tumpah di lantai dan gelas pun pecah. Ibu terkejut.

“Bapak kenapa?” tanya ibu sembari memungut pecahan gelas. Bapak tak menjawab, beliau menunjuk ke arah televisi dengan jari bergetar. Ibu menoleh ke televisi dan tak kalah terkejutnya beliau ketika melihat namaku tercantum sebagai salah satu korban ledakan bom tersebut. Ibu terduduk tak berdaya. Beliau hanya bisa menangis sembari menutup mulutnya, sementara bapak tak sanggup berkata apa-apa.

Ibu beranjak ke kamar mengganti pakaiannya.

“Pokoknya ibu harus jenguk Kinanti terserah bapak mengizinkan atau tidak,” ucap ibu hendak berlalu tapi bapak mencegahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun