Mohon tunggu...
Yusi Kurniati
Yusi Kurniati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan penikmat sastra

Penulis novel Ayam Goreng Gadamala & Pria Berkacamata (2021), Pacar Dunia Maya (2016), Kumpulan cerpen Sepenggal Kisah (2016), dan kontributor dalam 45 antologi cerpen dan fiksimini. Alumnus S2 Pendidikan Bahasa Universitas Negeri Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Doa Restu

21 September 2020   22:02 Diperbarui: 21 September 2020   22:36 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kinan tidak bisa mengenali ibu,” jawab Jaka lirih. Bapak tampak terkejut dan terduduk. Tak lama kemudian, dokter keluar. Bapak dan ibu segera menghampiri dokter.

“Anak saya bagaimana, Dok?” tanya bapak lebih dulu.

“Anak bapak mengalami benturan yang cukup keras akibat ledakan bom itu yang menyebabkan pendarahan kepala,” ucap sang dokter.

“Kenapa dia tidak mengenali saya, Dok? Saya ibunya.” Ibu masih terisak.

“Untuk sementara saya belum bisa mengambil kesimpulan lebih lanjut, diagnosis saya sekarang anak ibu mengalami amnesia ringan. Ini biasa terjadi pada kasus benturan keras seperti ini, biasanya tidak akan lama. Saya akan pantau terus kondisinya, semoga tidak terjadi apa-apa. Mohon jangan paksakan pasien untuk terlalu berpikir keras untuk mengingat bapak dan ibu, karena saat ini kondisinya belum stabil,” dokter menjelaskan dengan panjang lebar.

“Ibu sama bapak pulang saja dulu, nanti Jaka hubungi kalau kondisi Kinan sudah stabil. Jaka juga bakal bantu Kinan mengingat bapak sama ibu,” ucap Jaka berusaha menenangkan bapak dan ibu. Bapak dan ibu menurut.

Ingatanku tentang bapak dan ibu memang hilang begitu saja, aku pun tak mengerti mengapa bisa begini? Aku mengingat dengan jelas Jaka, ibunya, dan rekan-rekanku yang lain. Tapi ibu, bapak, dan kakakku tak bisa kuingat sama sekali. Awalnya dokter mengira aku terkena amnesia ringan tetapi setelah melakukan pemeriksaan lebih lanjut, dokter menyatakan bahwa aku terkena dementia paralytica[1]. Itu sebabnya ingatanku terkadang hilang. Pada waktu tertentu aku terlihat sangat normal, tapi di suatu waktu aku akan lupa apa yang telah aku lakukan sebelumnya. Untungnya, Jaka selalu merekam semua aktivitas di rumah sakit. Dia pula yang selalu mengingatkanku jika tiba-tiba ingatanku hilang. Dia juga dengan sabar mendampingiku. 

 

Penyakit yang aku derita ternyata membutuhkan waktu yang lama untuk disembuhkan. Aku pun tidak lagi bisa kembali menjadi tentara seperti sedia kala. Kondisi psikisku sering tidak stabil. Sering aku menyesal dan meminta maaf pada almarhum kakakku karena tak dapat mewujudkan mimpi menjadi tentara. Aku sedih dan membenci keadaanku yang lemah dan tak berdaya itu. Beberapa kali kondisi psikisku terguncang. Bagaimana tidak, menjadi tentara adalah impian terbesarku. Kini aku harus mengubur mimpi itu dalam-dalam.

Aku harus menjalani operasi berkali-kali. Tak hanya itu, aku pun harus menjalani terapi untuk memulihkan kondisi psikisku. Sementara ingatanku tentang bapak dan ibu masih saja kabur. Jaka, tak pernah sedetik pun beranjak dari sisiku. Dialah yang akhirnya menguatkanku. Pria yang telah menjadi sahabatku sejak lama itu selalu menjagaku.

Aku tak pernah menyangka hidupku akan seperti ini, menjadi orang yang lemah dan tak berdaya. Pada akhirnya aku yang merasa diriku kuat kini mencapai titik terendah. Mungkin benar bahwa doa restu orangtua sangatlah penting bagi anak-anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun