Aku sampai di pintu dapur.
Papa duduk di kursi makan dengan wajah membiru dan leher bergaris lebam menawarkan semangkuk sereal susu padaku.
Mama tersenyum dengan wajah pucatnya di belakang Papa.
Ami dengan baju tidur bersimbah darah mengulurkan kedua tangannya.
”Ka-kaaak….” panggilnya dengan suara serak.
Serpihan tanah berjatuhan dari mulutnya yang mungil.
Aku berdiri terpaku.
Lucid dreamku tidak sempurna.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!