BAB IÂ
IDENTITAS BUKUÂ
Jenis Bahan : Monograf
Judul Buku : Hukum Acara Perdata Di Indonesia
Pengarang : Prof. Dr. R. Wirjono Projodikoro, SH.
Penerbitan : Bandung " Sumur Bandung "
Tahun Terbit : 1992
Halaman : 142 hlm ; 21 cm
Bentuk Karya : Bukan Fiksi
Tentang Pengarang
Prof. Dr. R. Wirjono Projodikoro, SH. Adalah Ketua Mahkama Agung PeriodeÂ
1952-1966. Ia dipilih dan diangkat presiden setelah sebelumnya dicalonkan DPR. Pada masaÂ
ini, posisi subordinasi Mahkama Agung dengan pemerintah terlihat jelas. Terbukti denganÂ
masuknya MA ke kabinet Dwikoro I (Agustus 1964 -- Februari 1966). Saat itu, WirjonoÂ
diberi jabatan Mentri Kabinet utnuk kompartimen hukum dan dalam negri.
Beliau lahir pada 15 Juni 1903, Surakarta, Hindia Indonesia dan wafat pada April 1985Â
(umur 82), Jakarta, Indonesia. Pada masa kepemimpinan Wirjono lahir UU No 19 Tahun 1964Â
tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang ini semakin menegaskan posisi subordinasiÂ
MA dengan pemerintah. Pasal 19 UU itu merumuskan, Demi kepentingan revolusi,Â
kehormatan Negara dan Bangsa atau kepentingan masyarakat yang sangat mendesak, PresidenÂ
dapat turut atau campur-tangan dalam soal-soal pengadilan.
Meski berada di bawah tekanan eksekutif dan legislatif, Ketua MA pada masa OrdeÂ
Lama dikenal sebagai orang yang terbebas dari korupsi. Hal ini berlangsung sampai 1970-an.
Tentang Buku
Buku ini berbicara tentang hal-hal tata cara berperkara ke pengadilan negri, bukuÂ
tersebut juga mengajukan pembaca untuk mengetahui perihal hukum perdata yang ada diÂ
Indonesia. Pembaca akan disugukan atau di berikan gambaran apabila ingin mengjuakan danÂ
bagaimana cara berperkara dan proses-proses yang sesuai dengan hukum perdata di Indonesia.
Di dalam buku ini terdapat banyak ilmu-ilmu hukum acar perdata di indonesiaÂ
diantaranya, pengertian dan sifat hukum acara perdata, tata cara berperkara, permohonan gugat,Â
pemberian kekuasaan pengadilan negri, permohonan-permohonan khusus dari kedua belaÂ
pihak selama berperkara, hal pembuktian, putusan pengadilan, hal kasasi.
Dengan buku yang tidak terlalu tebal akan membuat pembaca mudah memhami isi dariÂ
buku karya Prof. Dr. R. Wirjono Projodikoro, SH. Beliau membuat buku yang banyak sekaliÂ
manfaatnya bagi pembaca yang belum mengetahui bagaimana tat cara berperkara dan prosesproses yang akan dihadapi.
Hukum Acara Perdata ini menunjukkan jalan, yang harus dilalu oleh warga negara, agarÂ
soal yang bersangkutan dapat diperiksa oleh Pengadilan. Juga ditunjukkan, cara bagaimanaÂ
pemeriksaan itu dilakukan, cara bagaimana orang mendapat putusan Pengadilan itu dapat dijalankan, sehingga tercapailah maksud orang itu, yaitu pelaksanaan hak-hak dan kewajibankewajiban untuk kepentingan orang itu menurut Hukum Perdata yang berlaku.
BAB II
ISI BUKU
Bagian I
* Pengertian dan sifat hukum acara perdata
Dalam konsep ini, dijelaskan pengertian dan sifat dalam hukum acara perdata, dimanaÂ
pengertian hukum acara perdata menurut Wirjono Projodikoro adlah rangkaian peraturanperaturan yang membuat cara bagimana pengadilan itu harus bertindak terhadap dan di mukaÂ
pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untukÂ
melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata, Wirjono Projodikoro dalamÂ
bukunya mengemukakan hukum perdata dalam arti yang luas ialah rangkaian peraturanperaturan perihal perhubungan-perhubungan hukum antara orang-orang manusia atau badanbadan hukum atau satu sama lain tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka terhadapÂ
masing-masing dan terhadap suatu benda, yang tidak disertai kemungkinan mendapat hukumanÂ
pidana, dan yang tidak bersifat hukum Tata usaha pemerintahan, yaitu yang tidak mengenaiÂ
badan-badan pemerintahan dalam menjalankan kekuasaan dan kewajibannya.
Dalam buku ini menjelaskan Pasal 2 ayat 2 Undang-undang No. 19 tahun 1964 iniÂ
menjadi pasal 4 ayat 2 Undang-undang No. 14 tahun 1970 dengan dipergunakan kata-kata yangÂ
sedikit lain, yaitu "Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan."Pasal 3 ayatÂ
3 Undang-undang No. 19 tahun 1964 menjadi pasal 5 ayat 2 Undang-undang No. 14 tahunÂ
1970 juga dengan kata-kata yang sedikit lain, yaitu: "Dalam perkara Perdata Pengadi- lanÂ
membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatanÂ
dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
Berperkara akan dilakukan dengan sesederhana, secepat mungkin, dan dengan biaya yangÂ
ringan.
tidak tahu, bahwa penggugat sendiri atau seorang kuasa lain sudah lebih dulu memajukanÂ
perka- ranya di muka Pengadilan Negeri.
c. Pemanggilan seorang ketiga untuk memperlindungi salah sustu pihak (oproeping inÂ
vrijwaring).
Tentang soal inipun H.I.R. dan R.Bg. lain dari pada B.Rv. (pasal-pasal 70 sampai 76),Â
tidak memuat suatu peraturan, akan tetapi juga tentang hal ini dapat dikatakan tidak adaÂ
keberatan untuk memperbolehkan menggunakan acara tentang "vrijwaring" ini seba- gaiÂ
pedoman Pengadilan Negeri.
Bagian XIV
* Hal Pembuktian
pembuktian dalam Perkara Perdata adalah upaya untuk memperoleh kebenaran formilÂ
(formeel waarheid). Kebenaran formil didasarkan pada formalitas-formalitas hukumÂ
sehingga akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat.Â
Sempurna berarti hakim tidak memerlukan alat bukti lain untuk memutus perkara selainÂ
berdasarkan alat bukti otentik dimaksud. Sedangkan mengikat berarti hakim terikat denganÂ
alat bukti otentik kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
Bahwa sepanjang pelaksanaan tugas dan fungsi telah sesuai dengan peraturanÂ
perundang-undangan yang berlaku dan didukung dengan administrasi yang baik sehinggaÂ
Pembuktian bisa dilakukan secara baik maka prosentase kemenangan dalam menghadapiÂ
upaya hukum pun akan semakin besar. Bahwa dalam praktek berperkara selama ini,Â
Pembuktian dari KPKNL relatif lebih lancar apabila dibandingkan pihak lain. Hal iniÂ
tentunya tiak lepas dari dukungan administrasi yang baik. Pembuktian yang baik akanÂ
sangat menetukan dalam kemenangan perkara
Kemenangan berpekara ini membuktikan bahwa semua hal yang terkait sebelumÂ
pelaksanaan tugas, sewaktu pelaksanaan tugas dan paska pelaksanaan tugas telahÂ
diupayakan secara maksimal dengan harapan pihak-pihak yang berkepentingan merasaÂ
terlindungi. Kewajiban memberikan layanan prima sudah seyogyanya dilakukan.
Hal alat-alat bukti
Menurut pasal 164 H.I.R. dan pasal 284 R.Bg. alat-alat ini adalah :
1. pembuktian dengan surat-surat,Â
2. pembuktian dengan saksi-saksi,
3. persangkaan (vermoedens),
4. pengakuan dari suatu pihak,
5. sumpah.
Bagian XV
* Putusan Pengadilan
Penandatanganan dan pengucapan putusan
Menurut pasal 17 ayat 3 Undang-undang no. 19 tahun 1964 tentang Pokok KekuasaanÂ
Kehakiman, putusan Pengadilan harus ditanda tangani oleh Ketua serta Hakim-hakimÂ
yang memutus dan Panitera yang ikut serta bersidang.Dengan ini dihentikan kelaziman,Â
bahwa dalam perkara perda ta putusan Pengadilan Negeri hanya ditanda tangani olehÂ
Ketua dan Panitera. Ketentuan ini diambil alih oleh Undang-undang no. 14 ta- hun 1970Â
dalam pasal 23 ayat 2.Pasal 13 Undang-undang no. 19 tahun 1964 tentang PokokÂ
Kekuasaan Kehakiman menegaskan pula, bahwa semua putusan Pongadilan diucapkanÂ
dalam. dang terbuka untuk umum.
Ketentuan ini sekarang diganti oleh pasal 18 Undang-undang 14 tahun 1970 yangÂ
berbunyi: "Semua putusan Pengadilan ha- aya sah dan mempunyai kekuatan hukumÂ
apabila diucapkan dalam dang terbuka untuk umum.
Bagian XVI
* Hal menjalankan putusan hakim (Executie)
putusan Pengadilan Negeri baru dapat dijalankan, apabila sudah mendapat kekuatanÂ
tetap, yaitu dalam hal yang tidak mungkin diada kan perbandingan ketika diumumkan,Â
dan dalam hal para pihak diperbolehkan mohon banding, sesudah Pengadilan TinggiÂ
menguatkan putusan itu. Kecuali apabila Hakim dalam hal yang diperbolehkan olchÂ
Hukum, menentukan, bahwa putusan Pengadilan Nageri dapat dijalankan lebih duluÂ
(uitvoerbaar verklaard bij voorraad, lihat pasal 180 H.I.R. dan pasal 191 R.Bg.) ApabilaÂ
putusan Pengadilan Negeri mengandung penolakan permohonan gugat dan PengadilanÂ
Tinggi membatalkan putusan itu dan memutuskanÂ
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Kelebihan ; Mungkin dari buku ciptaan Prof. Dr. R. Wirjono Projodikoro yangÂ
menurut saya yang paling berkesan atau yang saya sukai sebagai pembacaÂ
ialah diamana di dalam buku tersebut saya merasa cara penjelasan danÂ
contoh-contoh yang diberikan sangat mudah untuk dipahami, juga bukuÂ
tersebut menyugukan bagi pembaca kata-kata yang mudah dipahami. DanÂ
juga pasal-pasal yang terpapar dengan jelas sesuai UU yang berlaku.Â
Mungkin dari sekian banyak isi buku yang paling saya sukai di bagian
Permohonan Gugat, karna saya bisa membaca dan sekaligus memahami isiÂ
dari penjelasan yang dipaparkan, apa-apa saja yang harus dipersiapkanÂ
dalam mengajukan gugat. Tidak terkecuali juga isi penjelasan bagian yangÂ
lainnya.
Kekurangan ; Untuk kelemahan atau kekurangan dari buku mungkin tidak terlalu fatal,Â
ada beberapa kekurang dalam hal penulisan yang kurang tepat, danÂ
mungkin dari segi contoh yang dipaparkan dalam buku agak begitu rumit
tapi cukup bisa untuk dipahami, bagi saya dari keseluruhan isi buku
menurut saya tak terlihat dan tak begitu berarti dibandingkan denganÂ
manfaat yang telah beliau tuangkan dalam sebuah buku tersebut.
BAB IV
TEKNIK PENULISANÂ
Teknik penulisan memiliki daya tarik pembaca dan memperoleh ilmu baru yang bisaÂ
saya dapat dari buku ciptaan Prof. Dr. R. Wirjono Projodikoro. Gaya bahasa yang digunakanÂ
tidak rumit, contoh-contoh perkara yang diberikan relevan dengan apa yang terjadi diÂ
masyarakat. Teknik penulisan tidak kalah penting karna dapat mempengaruhi pembaca untukÂ
memahami isi dari suatu buku, itulah yang diterapakan Prof. Dr. R. Wirjono Projodikoro
dalam bukunya " HUKUM ACARA PERDATA DI INDONESIA".
BAB V
PENILAIAN
Buku karya Prof. Dr. R. Wirjono Projodikoro diperuntukan bagi semua kalangan yangÂ
ingin menambah ilmu pengetahuan tentang tata cara berperkara, terkhusus seperti sayaÂ
mahasiswa huku yang mungkin akan mengabdikan diri sebagai lulusan Hukum, saya sangatÂ
senang bisa membaca dan me riview buku ini karna dapat memperluas ilmu dan pengetahuanÂ
saya, dan akan berguna sekali untuk saya dan mahasiswa hukum lainnya. Intinya buku iniÂ
diperuntukan untuk semua khalayak yang mempunyai minat baca terutama dalam urusanÂ
berperkara. Terima kasih bapak Prof. Dr. R. Wirjono Projodikoro karna telah menciptakanÂ
buku "HUKUM ACARA PERDATA DI INDONESIA".
BAB VI
KESIMPULAN
Dari buku tersebut saya menarik kesimpulan, untuk bisa andil dalam berperkara kitaÂ
harus bisa memahami dan mengetahui apa-apa saja yang akan kita lalui, resiko danÂ
pembelajaran yang akan kita dapat. Buku ini sangat berguna untuk itu semua karnaÂ
penjelasanya yang jelas. Bagaimana tata cara berperkara yang baik dan benar semuaÂ
dijelaskan dalam isi buku dari awal pengajuan dari salah satu penggugat sampai putusanÂ
pengadilan.Â
Di Indonesia dibuka kemungkinan menjalankan "requ eat-civiel," yaitu peninjauanÂ
kembali putusan-putusan Pengadilan da- lam perkara perdata yang sudah berkekuatan tetapÂ
(kracht van gewijs- de).
Request civiel ini dimungkinkan berhubung dengan ada yuris prundensi di zamanÂ
kononial Belanda, bahwa peraturan request-civiel yang termuat dalam "Reglement op deÂ
Rechtsvordering" secara inter- prestasi atau penafsiran dapat diperlukan bagi "Landraad"Â
(Penga- dilan Negeri) meskipun peraturan itu tidak termuat dalam H.I.R.
Apabila sekarang akan diadakan Undang-undang Nasional ten- tang Hukum AcaraÂ
Perdata, maka sudah selayaknya, jika di situ dimuat secara tegas peraturan "request-civiel"Â
ini, seperti yang ter- muat tidak tahu, bahwa penggugat sendiri atau seorang kuasa lain sudah lebih dulu memajukanÂ
perka- ranya di muka Pengadilan Negeri.
c. Pemanggilan seorang ketiga untuk memperlindungi salah sustu pihak (oproeping inÂ
vrijwaring).
Tentang soal inipun H.I.R. dan R.Bg. lain dari pada B.Rv. (pasal-pasal 70 sampai 76),Â
tidak memuat suatu peraturan, akan tetapi juga tentang hal ini dapat dikatakan tidak adaÂ
keberatan untuk memperbolehkan menggunakan acara tentang "vrijwaring" ini seba- gaiÂ
pedoman Pengadilan Negeri.
Bagian XIV
* Hal Pembuktian
pembuktian dalam Perkara Perdata adalah upaya untuk memperoleh kebenaran formilÂ
(formeel waarheid). Kebenaran formil didasarkan pada formalitas-formalitas hukumÂ
sehingga akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat.Â
Sempurna berarti hakim tidak memerlukan alat bukti lain untuk memutus perkara selainÂ
berdasarkan alat bukti otentik dimaksud. Sedangkan mengikat berarti hakim terikat denganÂ
alat bukti otentik kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
Bahwa sepanjang pelaksanaan tugas dan fungsi telah sesuai dengan peraturanÂ
perundang-undangan yang berlaku dan didukung dengan administrasi yang baik sehinggaÂ
Pembuktian bisa dilakukan secara baik maka prosentase kemenangan dalam menghadapiÂ
upaya hukum pun akan semakin besar. Bahwa dalam praktek berperkara selama ini,Â
Pembuktian dari KPKNL relatif lebih lancar apabila dibandingkan pihak lain. Hal iniÂ
tentunya tiak lepas dari dukungan administrasi yang baik. Pembuktian yang baik akanÂ
sangat menetukan dalam kemenangan perkara
Kemenangan berpekara ini membuktikan bahwa semua hal yang terkait sebelumÂ
pelaksanaan tugas, sewaktu pelaksanaan tugas dan paska pelaksanaan tugas telahÂ
diupayakan secara maksimal dengan harapan pihak-pihak yang berkepentingan merasaÂ
terlindungi. Kewajiban memberikan layanan prima sudah seyogyanya dilakukan.
Hal alat-alat bukti
Menurut pasal 164 H.I.R. dan pasal 284 R.Bg. alat-alat ini adalah :
1. pembuktian dengan surat-surat,Â
2. pembuktian dengan saksi-saksi,
3. persangkaan (vermoedens),
4. pengakuan dari suatu pihak,
5. sumpah.
Bagian XV
* Putusan Pengadilan
Penandatanganan dan pengucapan putusan
Menurut pasal 17 ayat 3 Undang-undang no. 19 tahun 1964 tentang Pokok KekuasaanÂ
Kehakiman, putusan Pengadilan harus ditanda tangani oleh Ketua serta Hakim-hakimÂ
yang memutus dan Panitera yang ikut serta bersidang.Dengan ini dihentikan kelaziman,Â
bahwa dalam perkara perda ta putusan Pengadilan Negeri hanya ditanda tangani olehÂ
Ketua dan Panitera. Ketentuan ini diambil alih oleh Undang-undang no. 14 ta- hun 1970Â
dalam pasal 23 ayat 2.Pasal 13 Undang-undang no. 19 tahun 1964 tentang PokokÂ
Kekuasaan Kehakiman menegaskan pula, bahwa semua putusan Pongadilan diucapkanÂ
dalam. dang terbuka untuk umum.
Ketentuan ini sekarang diganti oleh pasal 18 Undang-undang 14 tahun 1970 yangÂ
berbunyi: "Semua putusan Pengadilan ha- aya sah dan mempunyai kekuatan hukumÂ
apabila diucapkan dalam dang terbuka untuk umum.
Bagian XVI
* Hal menjalankan putusan hakim (Executie)
putusan Pengadilan Negeri baru dapat dijalankan, apabila sudah mendapat kekuatanÂ
tetap, yaitu dalam hal yang tidak mungkin diada kan perbandingan ketika diumumkan,Â
dan dalam hal para pihak diperbolehkan mohon banding, sesudah Pengadilan TinggiÂ
menguatkan putusan itu. Kecuali apabila Hakim dalam hal yang diperbolehkan olchÂ
Hukum, menentukan, bahwa putusan Pengadilan Nageri dapat dijalankan lebih duluÂ
(uitvoerbaar verklaard bij voorraad, lihat pasal 180 H.I.R. dan pasal 191 R.Bg.) ApabilaÂ
putusan Pengadilan Negeri mengandung penolakan permohonan gugat dan PengadilanÂ
Tinggi membatalkan putusan itu dan memutuskan mengabulkan permohonan gugat,Â
maka putusan Pengadilan Tinggflah yang harus dijalankan.
Permohonan banding ini harus diajukan dalam tenggang empat belas hari sejak putusanÂ
diumumkan, atau apabila pembanding tidak hadir pada waktu putusan diumumkan, sejakÂ
putusan diberitahukan kepadanya (pasal 188 H.I.R. dan pasal 199 R.Bg.). PemeriksaanÂ
per- kara dalam tingkatan kedua ini dilakukan oleh Pengadilan Tinggi dengan tiga atauÂ
seorang Hakim secara memeriksa surat-surat peme- riksaan perkara di muka PengadilanÂ
Negeri (pasal 192 ayat 3 H.I.R. dan pasal 204 R.Bg).
BAB III
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Kelebihan ; Mungkin dari buku ciptaan Prof. Dr. R. Wirjono Projodikoro yangÂ
menurut saya yang paling berkesan atau yang saya sukai sebagai pembacaÂ
ialah diamana di dalam buku tersebut saya merasa cara penjelasan danÂ
contoh-contoh yang diberikan sangat mudah untuk dipahami, juga bukuÂ
tersebut menyugukan bagi pembaca kata-kata yang mudah dipahami. DanÂ
juga pasal-pasal yang terpapar dengan jelas sesuai UU yang berlaku.Â
Mungkin dari sekian banyak isi buku yang paling saya sukai di bagian
Permohonan Gugat, karna saya bisa membaca dan sekaligus memahami isiÂ
dari penjelasan yang dipaparkan, apa-apa saja yang harus dipersiapkanÂ
dalam mengajukan gugat. Tidak terkecuali juga isi penjelasan bagian yangÂ
lainnya.
Kekurangan ; Untuk kelemahan atau kekurangan dari buku mungkin tidak terlalu fatal,Â
ada beberapa kekurang dalam hal penulisan yang kurang tepat, danÂ
mungkin dari segi contoh yang dipaparkan dalam buku agak begitu rumit
tapi cukup bisa untuk dipahami, bagi saya dari keseluruhan isi buku
menurut saya tak terlihat dan tak begitu berarti dibandingkan denganÂ
manfaat yang telah beliau tuangkan dalam sebuah buku tersebut.
BAB IV
TEKNIK PENULISANÂ
Teknik penulisan memiliki daya tarik pembaca dan memperoleh ilmu baru yang bisaÂ
saya dapat dari buku ciptaan Prof. Dr. R. Wirjono Projodikoro. Gaya bahasa yang digunakanÂ
tidak rumit, contoh-contoh perkara yang diberikan relevan dengan apa yang terjadi diÂ
masyarakat. Teknik penulisan tidak kalah penting karna dapat mempengaruhi pembaca untukÂ
memahami isi dari suatu buku, itulah yang diterapakan Prof. Dr. R. Wirjono Projodikoro
dalam bukunya " HUKUM ACARA PERDATA DI INDONESIA".
BAB V
PENILAIAN
Buku karya Prof. Dr. R. Wirjono Projodikoro diperuntukan bagi semua kalangan yangÂ
ingin menambah ilmu pengetahuan tentang tata cara berperkara, terkhusus seperti sayaÂ
mahasiswa huku yang mungkin akan mengabdikan diri sebagai lulusan Hukum, saya sangatÂ
senang bisa membaca dan me riview buku ini karna dapat memperluas ilmu dan pengetahuanÂ
saya, dan akan berguna sekali untuk saya dan mahasiswa hukum lainnya. Intinya buku iniÂ
diperuntukan untuk semua khalayak yang mempunyai minat baca terutama dalam urusanÂ
berperkara. Terima kasih bapak Prof. Dr. R. Wirjono Projodikoro karna telah menciptakanÂ
buku "HUKUM ACARA PERDATA DI INDONESIA".
BAB VI
KESIMPULAN
Dari buku tersebut saya menarik kesimpulan, untuk bisa andil dalam berperkara kitaÂ
harus bisa memahami dan mengetahui apa-apa saja yang akan kita lalui, resiko danÂ
pembelajaran yang akan kita dapat. Buku ini sangat berguna untuk itu semua karnaÂ
penjelasanya yang jelas. Bagaimana tata cara berperkara yang baik dan benar semuaÂ
dijelaskan dalam isi buku dari awal pengajuan dari salah satu penggugat sampai putusanÂ
pengadilan.Â
Di Indonesia dibuka kemungkinan menjalankan "requ eat-civiel," yaitu peninjauanÂ
kembali putusan-putusan Pengadilan da- lam perkara perdata yang sudah berkekuatan tetapÂ
(kracht van gewijs- de).
Request civiel ini dimungkinkan berhubung dengan ada yuris prundensi di zamanÂ
kononial Belanda, bahwa peraturan request-civiel yang termuat dalam "Reglement op deÂ
Rechtsvordering" secara inter- prestasi atau penafsiran dapat diperlukan bagi "Landraad"Â
(Penga- dilan Negeri) meskipun peraturan itu tidak termuat dalam H.I.R.
Apabila sekarang akan diadakan Undang-undang Nasional ten- tang Hukum AcaraÂ
Perdata, maka sudah selayaknya, jika di situ dimuat secara tegas peraturan "request-civiel"Â
ini, seperti yang ter- muat dalam "Reglement op de Rechtsvordering" Buku I titel. 11.Â
Menurut pasal 385 dari "Reglement" itu untuk request-civiel dalam "Reglement op de Rechtsvordering" Buku I titel. 11.Â
Menurut pasal 385 dari "Reglement" itu untuk request-civiel
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H