“He...he... pondoknya sih tidak besar, hanya saja Paman ingin membuat saluran air untuk mengairi lahan kita nanti, nah paman akan mencoba menyalurkan air dari atas bukit hijau sana ke bukit kita ini...”
Jaka Someh menunjuk ke arah bukit yang masih nampak hijau yang berada sekitar 2 km dari bukit tandusnya.
“Ha...?!!”
Purba anom bertambah heran dengan rencana Jaka Someh.
“Paman akan mengalirkan air dari bukit hijau itu ke bukit ini dengan menggunakan pohon-pohon bambu ini?”
Jaka Someh tersenyum,
“Ya, Purba Anom...makanya paman akan membutuhkan banyak pohon bambu...kalau sekarang sih masih kurang rasanya...nanti...besok, setelah pondok kita selesai, kita akan mengumpulkan lagi pohon bambunya...”
Setelah puas berbincang, Jaka Someh kembali melanjutkan pekerjaannya untuk membuat sebuah pondok sederhana yang terbuat dari bambu. Dengan cekatan, Jaka Someh memotong dan membelah bambu-bambu itu. Setelah selesai membuat kerangka pondok, diapun segera membelah beberapa bilah bambu lainnya, untuk dijadikan bale-bale dan dinding bilik.
Purba Anom dan Dewi Intan merasa takjub melihat Jaka Someh yang begitu terampil dan cekatan membuat pondok bambu, untuk tempat tinggal mereka. Hanya dalam satu hari, pondok itu pun sudah selesai dan berdiri kokoh di atas bukit tandus.
Beberapa warga yang sedang berlalu lalang di sekitar bukit, merasa heran dengan apa yang dilakukan oleh Jaka Someh dan Purba Anom, mereka sempat bertanya kepada Jaka someh, pertanyaan mereka umumnya hampir sama satu dengan yang lainnya
“Sedang melakukan apa kang?”