“Hah...Paman, apakah kita akan tinggal di bukit tandus seperti ini? Apakah tidak salah? Bagaimana bisa kita bercocok tanam di tempat seperti ini? Kenapa kita tidak tinggal di perkampungan saja paman, lebih nyaman dan aman”.
Jaka someh tertawa mendengar keheranan Purba Anom
“he...he...Iya Anom, paman ingin mencoba mengubah bukit tandus ini agar bisa hijau dan indah kembali...hati paman merasa tertantang, memang ini bukan pekerjaan yang ringan...tentunya akan membutuhkan usaha yang besar, namun kalau kita berhasil dapat mengelola bukit ini, Insya Allah akan mendapat ganjaran yang setimpal juga, makanya paman memutuskan untuk tinggal di atas bukit ini daripada di perkampungan, supaya konsentrasi kita tidak terganggu dalam mengelola bukit ini”.
Meskipun tidak yakin dengan ucapan Jaka Someh, Purba Anom tetap mengiyakan keinginan Jaka Someh
“Ya sudahlah paman, terserah paman saja, kami akan ikut...”.
Jaka Someh tersenyum melihat Purba Anom dan Dewi Intan yang masih terheran-heran dengan niatnya, dia pun berkata kepada mereka
“Oke, untuk sementara waktu kita akan bermalam di sini, di atas gerobak sapi ini, besok kita akan membuat pondok bambu sederhana di atas bukit...sekarang kalian beristirahat dahulu...”.
Keesokan harinya, Jaka someh pergi bersama Purba Anom ke hutan bambu yang berada di seberang kampung. Jaka Someh menekang beberapa pohon bambu yang berukuran sedang sampai besar. Kemudian membawa bambu-bambu tersebut ke atas bukit.
Purba Anom ikut membantu mengangkat beberapa potong bambu. Setelah sampai di bukit, bambu-bambu itu di kumpulkan dalam satu tempat. Banyak sekali pohon bambu yang dikumpulkan oleh Jaka Someh, sehingga Purba Anom merasa heran
“Paman, kenapa bambunya banyak sekali? Memangnya paman akan membangun pondok sebesar apa?”
Jaka Someh tertawa mendengar pertanyaan dari Purba Anom