"Tapi kau bisa sembuh, Hangeng. Hanya perlu terapi. Aku akan menyerahkan kau pada rekanku yang paling baik di rumah sakit ini, kau akan sembuh," jelas Leeteuk oppa.
"BAGAIMANA KALAU AKU TIDAK BISA SEMBUH? UNTUK APA AKU HIDUP, KALAU AKU LUMPUH?"
Hatiku perih mendengar setiap kata-kata yang diteriakkannya. Dia berontak luar biasa kuatnya, tapi tubuhnya tidak menolongnya. Dia begitu gampang ditenangkan, kedua dongsaengnya memegangi tangan dan kakinya, dan Leeteuk oppa terpaksa menyuntiknya obat penenang setelah mereka tidak bisa mengatasinya selama sepuluh menit. Aku menangis. Bagaimana mungkin semua ini terjadi pada Hangeng oppa yang begitu baik, begitu berbakat? Kemampuan memasaknya... kungfunya... menarinya...
"Masuk," kataku ketika mendengar pintu kamar diketuk.
"Hai... kami datang," ucap Aqian yang membuka pintu.
"Anyeong Xili," sapa Eunhyuk oppa.
"Ah, ada Eunhyuk oppa..." ujarku sambil tersenyum.
"Xili maaf, belakangan ini aku sibuk sampai nyaris gila, jadi baru bisa mengunjungimu sekarang. Eh, mana Hangeng hyung?"
"Dia di ruang terapi."
"Ah, baiklah, kalau begitu aku akan kesana. Nanti aku balik lagi ya, Xili."
Aku melambai pada Eunhyuk oppa yang pergi.