Mohon tunggu...
Evi Ertiana
Evi Ertiana Mohon Tunggu... -

Pemimpi yang mengharapkan hadirnya 'Sunshine' di hidupnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cintaku Terhalang Ujian Nasional

19 April 2016   09:42 Diperbarui: 19 April 2016   10:12 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semangat pagi buat sekolah, masa pelajarku sebentar lagi habis. Dunia baru telah menunggu kedatanganku. Tapi, aku harus melewati tahap demi tahap. Sekarang aku berjalan, di proses menuju dunia nyata. Aku mulai merubah semua jadwal kegiatan harianku, berusaha apa yang aku lakukan itu bermanfaat. Namun, seperti yang di katakan para motivator bukan hidup namanya jika tanpa masalah.Aku sudah berusaha menjauhkan diri dari kegiatan yang tidak berguna, seperti suka ngelamun, mikirin orang yang ga tentu, bikin penyakit hati, andilau, gegana dan semacamnya itu. Sekuat mungkin sudah aku buang, tapi nyatanya waktu dan keadaan tidak memihakku. Sesuatu yang tanpa undangan mau datang, akhirnya datang menghampiri aku juga.

“Nindy, hari ini kamu ada jadwal bimbel di luar gak?” tanya Yosa yang berpapasan di pintu gerbang.

“Kayanya, nggak ada deh. Kenapa?”

“Bisa bantuin aku nyelesain tugas dong.”

“Bisa, asal ada ongkosnya.”

“Yaelah, sama teman perhitungan banget. Niat bantu temanmu kan?”

“Iya, nanti aku bantu. Sebentar deh..” ku tarik tangan Yosa untuk minggir.

“Cielah, sejak kapan kenal sama dia?” sergap Yosa dengan sinis.

“Liburan kemarin.”

“Nggak nyangka, ternyata kamu bisa naklukin tuh anak. Biasanya dia kalau jalan yang dilihat kan, cuma jalannya doang sekarang numpang tengok kanan kiri terus senyumin cewek. Jangan bilang, kamu ada hubungan sama dia?”

“Apa sih, kita cuma temanan biasa. Ga lebih dan ga bakal lebih.”

“Serius tuh, jarang-jarang loh. Ada cowok baik yang mau deket sama kamu.”

“Segitu buruknya aku, di mata kamu.”

“Peace, ayo buruan jalan. Aku tugasnya belum selesai semua.”

*****

Kelas aku dan dia, itu bersebelahan hanya terpisahkan oleh lapisan dinding yang kokoh. Melihat wajahnya, merupakan salah satu semangatku untuk mengikuti pelajaran sekolah. Tapi, aku tidak ingin menganggapnya lebih. Aku hanya ingin berteman dengannya, karena aku tidak mau tersakiti olehnya. Dia itu anak yang baik, pintar, sopan, tidak mungkin kalau aku harus tersakiti karena dia dan pada akhirnya aku harus melupakan dia juga membenci dia. Aku menginginkan kita untuk berteman saja.

Keadaan dan waktu tak mau memihak kepadaku. Usahaku untuk membentengi hati dan menjauhkan diri dari perasaan itu, justru membawaku ke suatu tempat yang sendu. Harus ku akui, aku mulai mencintainya dan mengharapkannya. Pertemuan kita setiap hari, perbincangan kita meskipun hanya sebatas di dunia maya membuat hatiku goyah apalagi ulah teman-teman yang selalu meledek aku dan dia. Rasanya mustahil, bila hatiku tetap teguh berdiri jauh dari kehidupan dia. Tentunya, perlahan akan mendekat. Dia juga tidak memberi tanda ketidaksukaan dia dengan hal ini, entah karena cuek atau bagaimana. Tapi, temannya juga mengatakan hal yang sama dengan dugaanku. Dia menyukaiku, tapi dia menungguku. Dia tak mau menyatakannya. Aku juga tidak ingin kalau kita harus berpacaran saat ini. Bukan waktunya yang tepat untuk hal seperti itu.

Ujian akhir semester sudah berlalu. Liburan semester 5 sebentar lagi datang. Aku dekat dengan dia di liburan semester 4, berarti sudah satu semester kita saling mengenal. Semakin bertambah hari bukannya bertambah semakin dekat tapi, semakin jauh dan renggang. Kita sudah jarang chatting bareng, kalaupun chatting cepat banget kehabisan materi. Lagian sekarang dia sudah berubah, seakan-akan dia menjauhiku. Mungkin dia tidak ingin semua temannya tau, kalau dia pernah dekat denganku. Aku juga, berusaha cuek. Malah, ini lebih baik daripada yang ada difikiranku. Tanpa harus ku jauhi dia sekarang dia sudah menjauh terlebih dulu.

“Yosa, besok Nandi ultah. Bagusnya, aku berusaha menjadi yang pertama ngucapin apa nggak usah ya?” tanyaku pada Yosa yang sedang membaca buku.

“Harus dong, kamu harus bisa menjadi yang sepesial buat dia.”

“Tapi, aku sebel. Kayanya lebih baik, aku ngucapinnya malem-malem aja. Pura-pura lupa gitu."

“ Ih…, kamu ini gimana sih? besok kan hari sepesialnya, kamu harus bisa buat dia seneng. Entah mau di bales atau nggak yang penting kamu udah ngucapin. Dan, dia tau kalau kamu itu ingat sama hari ulang tahunnya. Aku yakin dia bakal seneng.”

“Baiklah, kalau itu memang yang terbaik akan aku lakukan.”

*****

Alaramku berbunyi pukul 03.00, sengaja tidak aku buat tepat pukul 00.00. Aku masih ragu dengan tindakanku kali ini, hatiku terus berkata lebih baik aku tidak mengucapkan selamat untuk dia. Tapi, di lain sisi perkataan Yosa terus mendorong tanganku untuk mengirim kata-kata yang telah aku buat semalam.

To : Nandi

Selamat ulang tahun temanku tercinta, ini hari yang kau tunggu bukan?

Hal sepesial yang telah kau nanti, semoga terjadi pada hari ini. Dan, apa yang kau mimpikan juga kau inginkan kelak bisa menjadi kenyataaan. Jadilah diri kamu sendiri dan hargai orang lain. Tentunya, panjang umur agar kita bisa bertemu dengan kesuksesan yang telah di raih. Tolong, jangan hapuskan pertemanan yang ada. J

Pesan itu sudah ku kirim ke Nandi dan langsung terkirim. Lalu ku ubah profil dari umum menjadi diam. Aku terlalu takut untuk mendengar jawaban dari dia.

Berbagai kegiatan sudah aku lakukan. Bersih-bersih rumahpun sudah selesai, aku tak melihat tanda ada sebuah pesan masuk. Lalu ku nyalakan tv untuk membuang rasa penasaran ini, acara kartun favorit di tv sudah habis. Segera ku bunuh tv yang mulai menyajikan acara-acara aneh, aku mengangkat hp dengan lembut. Tombolnya berkedip, sudah pasti ada pesan masuk. Aisshh.., bukan dari dia. Aduh, dia ini baca pesan dari aku tidak sih? tapi, jelas sekali pesanku tadi pagi langsung terkirim. Kejamnya kau ini. Aku harus menelepon Yosa, dia harus bertanggung jawab.

“Iya, aku tau hari ini kamu tidak akan berangkat. Aku tidak akan menjemputmu.”

“Ahh.., apaan sih Yos. Bukan itu yang mau aku bicarakan sama kamu.”

“Terus apa?”

“Aku sudah kirim pesan buat dia. Tapi, sampai sekarang belum dia bales.”

“Mungkin, dia belum buka hp.”

“Itu mustahil, baru bangun aja. Yang dia cari sudah pasti hp.”

“Iya, juga sih. Bahkan, sekarang juga dia lagi pegang hp.”

‘Tuh kan, dia pasti lebih milih bales chat dari cewek lain. Harusnya aku, itu nurutin apa kata hati aku. Aku jadi sebel, hewww…”

“Ihh.., ga usah pake nangis deh. Kamu temui aja, dia ke sekolah. Dia juga datangnya, pagi banget. Mungkin dia maunya di ucapin secara langsung.”

“Sudahlah, aku tutup saja. Hatiku sudah terlanjur hancur.”

*****

Liburan kemarin aku dekat sama dia, liburan sekarang aku jauhi dia, dia juga jauhi aku. Sepertinya tidak akan ada  kata kita yang menyatukan aku dan dia. Huu…, sakit. Tapi, liburan kali ini tidak terasa seperti liburan. Bimbel tetap berjalan, dan 1 minggu dari liburan juga harus berangkat sekolah untuk persiapan UN.  Itu artinya, aku akan segera berhadapan dengan dia. Lalu, aku harus gimana? Cuek atau bersikap seperti biasa. Oh.., sebenarnya aku tidak ingin menjauhi dia.

****

Hari pertama masuk sekolah, kita hanya punya mapel yang di ujikan. Pulangnyapun, lebih awal dari biasanya. Usai jam pelajaran aku langsung menuju perpus. Ya , lumayan cari materi sambil belajar bareng sekaligus main bareng teman. Ups,rupanya di sana juga ada Nandi. Aku jadi pengin pergi, sayangnya aku berjalan di depan sendiri begitu aku berhenti teman yang ada di belakang dengan tenaga penuh mendorongku masuk.

“Buruan kenapa. Cie....pantesan Nindy ngajakin ke perpus. Ternyata mau ketemuan.”

“Ye…, siapa juga yang mau ketemuan.”

“Itu sama Nandi.”

“Apa hubungannya?”

“Weh.., nanti hilang loh. Nan, katanya Nindy rindu setengah mati.”

“Udah deh, bisa nggak sih? nggak usah nyangkut pautin aku sama dia?”

“Huss…, ati-ati Nin. Kamu bisa masukin kamu ke jurang.” Yosa menarik tanganku dari kecamukan mereka.

“Lagian, mereka itu rese banget. Aku nggak mau harga diriku dijatuhin di depan dia.”

“Tapi, kamu nyadar nggak? Perkataanmu tadi, bisa buat dia berfikir kalau kamu itu benci sama dia.”

“Bukannya gitu, aku juga ga mau dia malu di depan teman-temannya. Kalau emang gitu, ya bagus deh” rasanya aku kesel banget.

Tiba-tiba, Nandi lewat sebelah aku dan Yosa. Aku sempat melihat dia, tapi aku langsung buang muka. Mukanya yang dulu buat aku semangat, sekarang terlalu sakit untuk aku lihat. Tangan Yosa langsung mendarat di pundakku dengan keras.

“Apaan sih?”

“Bisa senyum, nggak sih? kamu bener menghancurkan kemauan kamu sendiri.”

“Kemauan yang mana? Aku tidak pernah suka sama dia.”

“Aku tidak mempermasalahkan kamu suka atau tidak, jangan-jangan kamu emang suka sama dia.Jangan munafik deh, sama aja nyakiti diri sendiri.”

“Huuhh.., serba salah aku.” ku tarik tangan Yosa keluar dari perpus. Tapi, di luar ada Nandi sama teman-temannya duduk menghalangi jalan.

“Ehem.., cie Nandi di cariin Nindy” ucap salah satu temannya membuatku semakin kesal. Nandi melihat ke arahku yang berdiri di belakangnya. Aku memalingkan wajahku, dan mengajak Yosa masuk ke perpus lagi. Arggghhhhh…. Kesal dan kesal.

“Yos, kita bisa tukeran hati nggak?” tanyaku lemah.

“Loh, kenapa?”

“Sepertinya, hatiku akan hancur. Menurutku, dia itu paling sebel kalau di ejek sama teman-temannya. Lihat aja, kejadian yang lalu pas dia dikecengin sama teman-temannya, dia cuma diam aja tapi pada akhirnya dia ngejauhin aku. Apalagi, sekarang lagi jauh malah dikecengin jelas akan semakin jauh.”

“Kan, sudah aku tebak. Kamu suka kan, sama dia?”

“Iya, aku emang suka sama dia.”

“Nyatain aja, daripada bikin penyakit hati.”

“Masa harus aku dulu, dia kan cowok.”

“Apa salahnya, sekarang tuh ga zaman galau nunggu di tembak cowok. Daripada, nunggu tapi ternyata dia nunggu yang lain. Udah deh, bye bye perasaan kamu.“

“Yos, semangatin aku dong. Lagian tanpa aku bilang ke dia, aku yakin dia udah tau. Kata temannya, dia juga nunggu aku.”

“Kamu yakin temannya dia, tidak sedang bersandiwara? Tapi, kayanya dia cuek banget sama kamu. Tiap aku lihat dia, pasti dia sedang mainin hpnya tapi di hp kamu jarang ada sms dari dia bahkan tidak ada” tampang Yosa sangat kejam.

“Udahlah, sekarang aku mau belajar.” Ku ambil buku yang ada di meja, terus ku buka untuk menutupi mataku yang membendung air mata.

“Bukunya, ke balik neng.” Aku hanya diam, membenarkan buku.

*****

Bimbel yang aku ikuti memang sudah terlihat cukup tapi aku masih merasa kurang. Disamping les yang di wajibkan sekolah dan bimbel di luar sekolah, untuk kali ini ada les sukarela (gurunya sukarela, muridnya juga sukarela). Tentu saja, aku tidak ingin melewatkan kesempatan ini.

Aku masuk ke ruang les, terlambat. Seperti biasa, setiap hari aku harus mengisi daftar pengunjung perpus. Karena hal itu, seperti sudah menjadi kewajibanku dan hari ini  perpus lagi rame aku harus ngantri kaya ngantri sembako hanya demi menulis nama, kelas, dan tanda tangan. Sampai di kelas, les sudah di mulai. Aku melihat bangku yang ada di ruangan itu, sepertinya tidak ada yang kosong lagi. Dari pojok belakang sampai depan penuh, tibalah di meja paling depan pojok kanan tepat di depanku ada  bangku kosong. Hatiku lega, begitu ku lihat sampingnya. Aduh.., kenapa Nandi di situ. Hah.., kenapa?

“Apa yang sedang kamu lakukan, cepat duduk” seru guru yang sedang menjelaskan.

“Apa nggak ada yang mau tukeran sama aku” gumamku, aku berjalan menuju bangku itu. “Cie…ciee….cia…cia… Nandi sama Nindy. Cie…cie…cie..” kupingku panas. Pak guru, apa kau tidak mau menyelamatkan aku? kenapa ikut senyum-senyum?

“Emang ada apa antara Nandi sama Nindy?”

“Pasangan baru pak” celetuk anak yang duduk di belakangku. Rasanya ingin ku bakar itu bibir monyong.

“ Wah..wah.., sudah mau ujian bukannya di putus malah baru membangun. Nandi dan Nindy, tolong berkonsentrasilah. Kasmarannya bisa di turunkan levelnya.”

“Huu.., cia..,cia…, yang lagi kasmaran di larang.”

“Sudah, kita lanjutkan pada bab selanjutnya.”

Mendidih ini hati, muka merah merona, hati berkecamuk. Rasanya ingin berteriak sekeras mungkin. Pikiranku melayang, terbang kesana kemari menertawai hatiku yang sedang terkepung setan bersenjata pensil.

“Kenapa, cuma diam aja sih? setidaknya, kamu katakan kalau semuanya itu salah.” Ku tulis di buku catatanku lalu ku sodorkan ke dia. Tanpa menuliskan jawaban, di kemablikan lagi bukuku. Mukaku garang, tanganku gatal.

“Ini aku pinjami bolpoint buat nulis.” Masih ku tulis di buku dan ku sodorkan lagi. Dia tetap diam, sok memperhatikan.

“Bisa nulis nggak sih?” aku kelepasan. Semua mata tertuju kepadaku.

“Ada apa, Nindy?” tanya pak guru.

“Tidak, ada apa-apa pak.”

“Memalukan” Nandi berbisik dengan jelas.

“Gara-gara kamu”  ku injak kaki Nandi sekuat tenaga.

“Pak, izin ke belakang.” Hah.., dia muntah kali denger suara aku.

Sudah tiga jam, lamanya. Sekarang waktunya pulang. Begitu teman-teman yang lain sudah keluar, Nandi masih duduk sibuk menyentuh hpnya. Ingin ku ambil alih itu hp, sebenarnya apa yang sedang dia lakukan.

“Udah di jemput belum?” tanya Yosa.

“Nggak tau, hpku mati nih.”

“Sama, hpku juga.”

“Eh.., aku pinjam hpmu sini sebentar” ucapku kepada Nandi.

“Mau buat apa?” tanya Nandi.

“Buat sms doang, buruan.”

“Sebentar..”

“Ye, chattingannya ga perlu di hapus kali.”

“Sekarang, kamu pulang antar aku dulu. Kakiku sakit, gara-gara di injak kamu.”

“Apaan, emang kakiku itu kaki gajah. Nggak ah..”

“Eh.., aku bisa laporin kamu ke polisi” tanganku di tahan sama Nandi.

“Laporin aja, dimana-mana itu cowok nganter pulang ceweknya, bukan cewek nganter cowok.”

“Itukan, peraturan orang yang pacaran. Pokoknya, aku ga mau tau antar aku pulang. Ini kuncinya, ingat motor warna merah yang paling mengkilat parkir di sebelah kanan depan sendiri. Awas jangan samapi lecet dan satu lagi bannya jangan samapi kotor.”

“Kalau perlu motornya di museumin aja.”  Ku ambil kuncinya lalu ku ajak Yosa jalan.

“Kamu yakin mau ngenterin dia?”

“Yosa, emang aku mau cari mati. Aku yakin, dia nggak tulus pengin di anterin aku. Pasti dia ada maunya.”

“Udah nyampe di parkiran? tolong, anterin cewek yang pake kaos olahraga ya.”

Itu sms yang aku terima dari Nandi. Ternyata dia punya gebetan juga di sekolah ini, hatiku jadi hancur. Apa maksudnya dia nyuruh aku nganter cewek itu? Pamer atau dia sendiri tidak mau mengantar tu cewek? Tau ah, banyak kemungkinan untuk alasan insiden ini. Di temani Yosa, aku menghampiri cewek yang pastinya adik kelas kita. Dia tersenyum kepada kita, aku akui aku memang tak sebanding dengan dia, tapi hati ini lebih tulus di banding dia.

“Nunggu Nandi, ya?” tanya Yosa sok akrab.

“Iya, Nandi udah keluar kelas kan?” suaranya mengalir lembut.

“Udah, dia lagi sakit. Mending kamu samperin deh, ini kunci motornya. Mana kuncinya, Nin?” Yosa menyenggol tubuhku. Ku berikan kunci motor yang ku pegang, aku masih ternganga dengan kejadian ini.

“Terimakasih ka..” dia berjalan meninggalkan kita.

“Tunggu, kalau boleh tau kamu siapanya Nandi?”

Dia hanya tersenyum, lalu berkata “Sebaiknya, tanya sama Nandi aja.” #jleb langsung terpanah racun, aku tak sadarkan diri.

Malam harinya, tak seperti biasanya dia absen lagi di salah satu jejaring sosial. Pasti dia sedang kesepian atau memang butuh aku.

Nin, lagi sibuk nggak?

itu inbox yang dia kirim

nggak emangnya ada apa?

Bisa bantu aku nggak, tlng bsk jmput cewek yang tdi sore nungguin aku?

Kmu ngejek aku atau gimana sih? aku tau itu pacar kmu, ga perlu kmu deketin aku sama dia.

Jgn salah paham dng Nin, smph aq itu ga pacaran. Kmu sndri yg blng, aq hrus fokus ujian dlu, mka.a tlng anterin dia k’sklh dn blng kl kita itu pacaran.

Sumpah aku baca balesan dari dia, mataku langsung melotot dan perlu aku baca berulang-ulang.

Kamu serius, minta bantuan sama aku?

Kalau ga sama kmu sma siapa lagi?lagian, tmn-tmn tau.a kta jga ada hbungan.

Oklah, aku bantuin kmu

Sip, trmksh.

Sama-sama.

Habis itu udah, ga ada sambungan obrolan lain padahal dia masih on. Sakit kan ini hati, ah.. ya sudahlah aku tidak mau memikirkan dia. Mending mikirin soal matematika daripada on nungguin balesan inbox dari dia, yang nyatanya ga ada niat dari dia buat bales inboxku.

*****

 Pagi sekali, Nandi sms aku. Hatiku sudah bahagia tingkat nasional, begitu ku buka ternyata dia hanya memberi tahu rumah cewek itu. Ya seperti ini dia sekarang, dekat denganku kalau hanya lagi perlu aja.

Aku sudah menunggu sekitar 5 menit lebih, tapi cewek itu tidak keluar dari rumahnya. Segera ku kirim pesan ke Nandi.

Nan, dia ko ga keluar-keluar sih? udah siang nih.

Nandi juga tidak membalas pesanku. Ahh…cape hidupku. Suara talkhson motor mengejutkanku, ku lihat motor yang melaju di jalan. Kalau nggak salah, itu Nandi sama cewek yang kemarin. Oh, jadi gini. Pura-pura minta bantuan, ternyata cuma mau buat mamerin pacar baru. Sial mau aja, aku di tipu dia.

Tepat bel berbunyi aku baru sampai di parkiran, aku berjalan menuju kelas penuh dengan amarah. Ku lemparkan tas di meja, Yosa yang duduk di sebelahku terkejut.

“Santai bro, kesiangan ya?” sergap Yosa.

“Kesiangan gimana, aku itu berangkat jam setengah enam buat jemput cewek yang kemarin sore nungguin Nandi.”

“Lah, tapi tadi mereka berangkat bareng.”

“Nah, itu dia masalahnya. Tadi malem, Nandi nginbox aku, minta bantuan sama aku buat jemput cewek itu, dia juga nyuruh aku ngaku-ngaku pacaran sama dia. Maksudnya apa coba, udah nyuruh-nyuruh gitu malahan dia berangkat bareng. Gila tuh orang, udah nggak punya otak kali.”

“Cemburu ya…” Yosa masih sempat meledek.

“Yosa, aku tuh kesel. Bayangin kalau kamu di posisi aku.”

“Aku habisi dia, apaan sih emangnya cewek itu nggak punya harga diri.”

“Bener banget, rasanya tuh sakit banget….”

“Sakitnya tuh disini…” ucapku dan Yosa barengan.

“Tragis banget sih, ceritanya..” sahut salah satu teman cowok yang duduk dibelakang kita.

“Nguping ya? Nggak tau, orang lagi tinggi.”

“Eh.., ada Pak bahasa inggris.” Udah seisi kelas langsung bersikap duduk manis.

*****

Aku udah terlanjur sakit hati, aku nggak mau lihat wajah dia, nggak mau baca pesan dari dia, nggak mau mandangin dia. Pokoknya dia, aku pecat jadi pujaan hatiku. Dia emang nggak punya hati banget, padahal teman-teman bilang kalau dia itu anaknya baik dan sopan. Sopan dari hongkong, dia minta maaf juga nggak, pas aku ucapin selamat ulang tahun bilang terimakasih juga nggak. Nilai kesopanannya mana coba?

“Dia nggak sopannya kan Cuma sama kamu.”

“Ngapain sih Yos, ikut campur rapat pleno hati orang.”

“Aku saranin ya, kalau mau cari perhatian dari dia mending kamu itu berhenti merhatiin dia. Kalau nanti dia jadi perhatian sama kamu, berarti dia suka sama kamu dan kalau dia malah balik nyuekin berarti dia nggak suka sama kamu.”

“Aku nggak pernah merhatiin dia.”

“Nanyain kabar dia ke temannya, itu namanya apa? Nungguin dia berangkat tiap pagi, terus ngeliatin dari selatan ke utara. Apa itu namanya nggak merhatiin? Teman-teman nggak bakal tau, kamu suka dia kalau kamu biasa-biasa aja sama dia. So, sekarang bersikap seperti biasa aja. Mandang dia jangan dengan perasaan, kalau bisa berangkat sekolah hatinya ditinggal di rumah aja.“

*****

Satu bulan lebih aku lewati dengan menahan perasaan yang ada, aku membuang jauh perasaan itu. Aku juga berusaha untuk tidak bertemu dengan dia, aku tidak ingin hatiku di buat pasang surut dengannya. Sepertinya, aku berhasil. Setiap bertemu dengan dia, biasa saja tidak ada getaran yang menderu. Semua tentang dia tidak pernah aku fikirkan lagi, aku benar mampu melupakannya dan fokus dengan materi-materi UN. Aku bahagia dengan hidupku sekarang. I’m feel free

*****

19 Februari 2014

Hari ini ulang tahunku, aku harap hari ini hari bahagiaku juga. Aku bangun di sambut dengan ucapan-ucapan selamat dari teman-teman. Hanya saja, belum ada nama Nandi yang mengucapkan selamat. Aku cek kronologi akun Fbku, di inbox juga tidak ada. Ok, bersabarlah dan tidak usah berharap. Lagian kamu, udah dapat kado sepesial dari orang yang peduli dengan kamu.

Usai pelajaran, segera bergegas menghindari teman-teman. Aku sudah paham betul dengan tradisi anak-anak, di banjiri tepung, telur, air. Dan siap masuk oven atau penggorengan. Ternyata, mereka lebih jenius. Teman sekelasku memang berada di belakangku, tapi teman yang ada di kelas lain sudah menungguku di depan pintu. Sudah pasrah saja, itung-itung bahagiakan mereka satu tahun sekali. Badanku basah kuyup, dan penampilannya 11-12 dengan adonan. Kita langsung mengabadikan dalam bentuk foto. Aku melihat Nandi, yang baru keluar dari kelasnya.

“Eh.., Nandi Sentosa. Kamu nggak mau ngucapin selamat sama aku?” dengan suara lantang dan penuh percaya diri. Dia hanya diam dan melanjutkan perjalanannya, sementara teman-temannya seperti biasa. (ngecengin)

“Kamu punya telinga kan? Apa udah tuli? “ dia tetap berjalan tanpa dosa.

“Nandi Sentosa, aku itu lagi ngomong sama kamu. Denger nggak sih, dasar pecundang. Beraninya di belakang doang…”

Akhirnya dia melangkah ke arahku.

“Selamat ulang tahun..” ucapnya sambil  mengulurkan tangan.

Ku lirik teman yang ada di sebelahku masih memegang satu bungkus tepung, aku ambil alih dan ku lemparkan ke muka dia “Rasain ini, makasih ya.” Aku berjalan menghindari dia, tapi dia menahan tanganku.

“Maksud kamu apa? nggak pernah di ajarin sopan santun ya?”

“Nggak usah sok baik deh, ngaca dulu. Kamu pantes nggak, ngomong kaya gitu. Munafik.” Aku langsung berjalan menuju toilet, dan teman-teman melongo atas insiden ini. Mungkin mereka ngerasa lagi di acara, nggak nyangka.

Aku keluar dari toilet, setelah kurang lebih setengah jam di toilet. (sampe pingsan kalau setengah jam beneran) Yosa mengejutkanku, tanpa ekspresi dia berdiri di depanku. Dia mengamatiku dengan sinis.

“Kamu nangis, kalau emang nggak kuat. Nggak perlu lah, kamu kaya tadi.”

“Nggak ko, malah aku seneng. Setidaknya aku udah buat dia malu, dihadapan teman-temannya.”

“Iya, kalau mereka maksud. Kalau nggak?”

“Yosa, seumur hidup aku selalu di acuhkan. Masa kamu juga mau mengacuhkan aku?”

“Aku bercanda ko. Sini aku peluk.”

Greeettt….greeetttt….. (Nandi memanggil)

“Nandi memanggil” ucapku pada Yosa.

“Ya udah, angkat dong.” Yosa melepaskan pelukannya.

“Nggak penting lah, yo kita pulang.” Aku tolak panggilan dari dia.

Sesampai di rumah, hpku sudah penuh dengan sms dari dia.

Maafin aku ya, aku emang salah. Di kejadian sebelumnya, aku juga pengin minta maaf tapi aku pikir ada waktunya buat minta maaf, yaitu hari ini. dan terimakasih untuk ucapan dan doa ulang tahunnya. Sekali lagi, selamat ulang tahun. Semoga mimpi kamu, tercapai. Wish u all the best.

Segera ku balas sms dia.

Ok, ga papa. Terimakasih dan maaf tadi udah buat kamu malu di depan teman-teman kamu. Ke bawa emosi. Oya, btw ga ada kadonya nih.

Tidak butuh waktu lama, dia sudah membalas.

Aku memang pantes dapat itu, malah harusnya aku yang terimakasih. Sekarang aku jadi nyadar, kayanya nggak perlu deh sikap kemarin sore itu. Emang ngarep kado dari aku ya? Bukannya udah dapat dari orang yang sepesial.

 Aku membalas lagi.

Belum ada, kalau kamu ngasih kado, ya berarti hari ini aku dapat kado dari orang yang sepesial. Hehe…. #bercanda

Dia membalas lagi.

Kamu mau nggak, jadi pacar aku?

Hah… ini serius pesan di kirim buat aku? kayanya dia salah kirim deh.

Barusan salah kirim ya?

Tidak, kamu mau nggak jadi pacar aku?

Ini serius, nggak bercanda?

Serius, kalau kamu nerima aku berarti kita pacaran. Dan kado ultah kamu, aku jadi pacar kamu dan kamu jadi pacar aku.

Sumpah ini kaya mimpi, rasanya baru tadi aku berantem sama dia. Lah, sekarang dia malah nembak aku. Sebenarnya aku pengin langsung jawab iya, tapi aku ingat janji sama orang tua dan teman-teman nggak mau pacaran sebelum ujian selesai, aku juga takut konsentrasi belajarku bakal terganggu dan lebih takutnya aku cuma di bohongi sama dia. Berkecamuk dalam pikiran.

Maaf iya, bukannya ga mau. Tapi, kamu ingat sendiri janji kita gimana. Lebih baik kita fokus dulu sama UN, nanti  kalau ujian udah selesai baru kita bisa pacaran.

Setelah banyak pertimbangan akhirnya pesan ini ku kirim ke Nandi. Dan, balasan Nandi simple banget.

Aku sudah tau jawabannya. Belajar yang rajin ya, good luck.

Belajar yang rajin juga, jangan cari yang lain ya. Aku sayang sama kamu.

Tenang aja, aku bukan tipe orang yang suka omdo.

Udah sampai disini perbincangan kita.

*****

Setelah saling mengungkapkan perasaan, rasanya jadi lega. Setiap hari sudah tidak ada perasaan galau dan seribu tanya yang menyumbat otak untuk berfikir. Semangat belajarku jadi lebih tinggi, dibanding dengan yang kemarin. Oh, terimakasih tuhan. Kau telah memberikan waktu kepadaku untuk saling mengungkapkan rasa yang ada, jadi sekarang kita saling tau isi hati kita. Aku sudah tidak sabar ingin segera selesai ujian.

*****

Ini hari terakhir ujian, aku keluar ruangan yang terakhir dan tentunya teman-teman sudah banyak yang pulang. Hanya tersisa beberapa. Yosa duduk di depan ruang ujianku, dia masih setia menanti sahabatnya.

“Gimana, sukses?” tanya Yosa dengan sumringah.

“Insyaallah, Nandi udah pulang?”

“Udah dari tadi, kamu kelamaan sih.”

“Baru jam 10, itu memang peraturan yang sebenarnya kan? Keluar jam 10.”

“Di sms lah, bingung-bingung banget.”

“Kita langsung ke puncak Nin, jangan buang-buang waktu.”

“Nah, Nandi gimana?””

“Ajak dia dong, sekalian jadiin puncak itu sebagai tempat jadian kalian. Ide bagus kan?” Yosa mengangkat alis kanannya.

“Baiklah.”

Beberapa menit kemudian kita sampai di puncak. Turun dari motor aku langsung mengecek hp, siapa tau ada balesan dari Nandi. Nihil, tak ada pesan.

“Masih, tertunda. Apa dia lupa sama janjinya ya?” aku mulai khawatir.

“Santailah, maklumi aja cowok itu jarang punya waktu buat ngumpul sama temannya kalau sudah pacaran nanti, jadi beri dia waktu buat seneng-seneng sama temannya. Ok, kita ke atas.” Aku mengiyakan ucapan Yosa untuk menenangkan hati. Tangga demi tangga telah kita lalui, sebentar lagi sampai di pucuk.  Tinggal satu tanjakan lagi.

“Aduh cape banget Nin” Yosa duduk di tangga kelelahan.

“Semangat dong, sebentar lagi kan nyampe.” Aku mendahului Yosa, dua-tiga tangga terlewati. Langkah kakiku terhenti, mataku melihat jelas Nandi sama cewek sedang pegangan tangan. Jedarrrrr…. hatiku hancur, berkeping-keping.

“Ehem…, diam-diam menghanyutkan juga ya” ucapku sok tegar.

“Kenapa Nin…” rupanya Yosa belum menyadari ada pasangan cinta.

“Cie…cie…, ternyata diam-diam gitu ya. Ehem.., ga nyangka aku.”

“Apaan sih, kalian. Kebetulan banget ya, bisa barengan gini” sahut Nandi tanpa ada rasa salah sedikitpun.

“Iya, kebetulan banget” sahut Yosa.

Ku keluarkan hp dari saku seragamku, dan ku ambil foto mereka berdua.

“Kejadian ini jarang-jarang terjadi kan? Bisa di jadiin duit nih, buat hot news, breaking news dan bakal jadi trending topic. Yos, kita turun aja yuk. Biar ga ganggu mereka.” Aku berlari sekencang mungkin, menuruni anak tangga berpuluh-puluh. Yosa berteriak memintaku untuk berhenti, tapi tak ku dengarkan. Segera ku tancap gas, melaju dengan kecepatan tinggi. Tak peduli ada orang atau tidak, aku hanya berjalan lurus. Sampai ada tikungan, aku tetap melaju lurus dan #skip (adegan berbahaya tidak boleh di tiru).

*****

Begitu sadar aku sudah berada di UGD puskesmas terdekat. Yosa berdiri di samping aku dengan mata sebam, lebih kagetnya lagi ketika melihat orang tuaku yang duduk di sampingku juga.

“Apa yang terjadi?” tanyaku pura-pura tidak tau. Padahal aku tau, aku memang menabrak pohon dan dinding toserba.

“Kamu tidak bermaksud untuk bunuh diri kan?” Yosa khawatir.

“Aku hanya kebablasan.”

“Sejak kapan, kamu jadi anggota pembalap liar?” tanya papa dengan tegas.

“Nindy, Cuma kebablasan pa. Nindy, nggak ngebut.”

“Udah pa, yang penting Nindy tidak sakit parah” mama meredakan amarah papa.

“Motor belum lunas, sudah jadi rongsokan” kesal papa.

“Bakal Nindy ganti ko. Nindy bakal kerja keras.”

“Sudah, jangan bahas masalah di tempat seperti ini. Ayo pa, ke tempat pembayaran.”

“Ini nggak gratis?” tanyaku penuh antusias.

“Gratis, kalau nenekmu yang punya tempat ini.”  Papa sama mama berjalan keluar, beriringan.

“Biasa, papaku emang gitu. Nadanya emang sinis, tapi sebenarnya itu candaan” aku menjelaskan pada Yosa agar tidak terjadi kesalahpahaman.

“Oya.., jangan bilang ke Nandi tentang masalah ini ya” pintaku.

“Aku sih diam. Tapi, teman-teman yang lain pasti bakal mendengar berita ini.”

“Huh…, sakit semuanya Yos. Luar dalam sakit, hancur hidupku.”

“Nggak usah lebay deh.”

“Hpku mana? Ada sms dari Nandi, nggak?”

“Ngapain sih, mikirin dia. Kamu itu lagi sakit, ga usah mikirin yang lain.”

“Aku bakal lebih sakit kalau nggak denger kabar dari dia.”

“Kamu ini ya, sama aja kaya orang mandi tiap hari tapi ga pernah ganti baju, bajunya itu-itu aja. Udah tau kalau cuma dibohongi, disakiti sama dia tapi tetep aja kamu sayang sama dia dan nggak pernah kapok. Mikirin dia terus…”

“Namanya juga terlanjur cinta. Kira-kira, mereka pacaran beneran nggak ya?”

“Emang gue pikirin. Mau pacaran ke, mau nikah, ga rugi tuh.”

“Aku tuh pengin bunuh dia. Ternyata, dia nggak beda sama yang lain. Suka obral janji, sampai aku bela-belain nolak yang datang dengan sendirinya. Dan, sekarang apa? dia malah pacaran sama cewek lain. Katanya, mau nunggu. Nunggu aku mati, baru dia bilang mau jadi pacarku.”

“Udah Nin, nggak usah terlalu di fikirin. Hampir semua cowok emang gitu, nggak usah kaget. Nilai orang juga jangan Cuma dari casingnya doang. Akibatnya gini kan, yang katanya baik, nyatanya lebih parah dari pengecut.”

*****

Kejadian itu sudah berlalu satu minggu. Di akun fbnya tidak ada status yang dia update untuk minggu ini. Sepertinya dia benar akan menghilang, baiklah terimakasih. Begitu tulisan beranda aku sentuh, jlerettt… status demi status tersedia.  Nandi Sentosa di tandai di foto Arlin carlien (apalah, masih panjang kali lebar tapi aku tidak paham itu tulisan apa) dengan keterangan ‘makin cayang kamue’. Aku langsung keluar dari FB dan beralih ke galeri melihat koleksi foto. Ku lihat foto Nandi dan cewek itu yang sengaja aku ambil. Jadi mereka memang pacaran.

Aku login lagi ke facebook, lalu update status.

Ya udah kita jadian aja, lagian UN juga udah selesai.

Baru beberapa menit aku update status, teman-teman pada kepo. Bahkan ada yang langsung menelfon, sekedar bertanya itu benar atau tidak. Tapi, aku biarkan mereka berselimutkan dengan rasa penasaran.

Ada satu yang penting untuk masa depan hatiku. Nandi juga ikut kepo, dia bertanya lewat BBM yang dia kirim.

Jadian sama siapa?

Itu BBM yang dia kirim, rasanya tuh pengin nampar dia. Nggak sadar juga tuh orang, padahal status itu cuma buat nyindir dia.

Emang penting ya, buat kamu?

Nggak sih.

Ya udah, diem aja.

Iya, selamat ya. Longlast

Balasan yang dia kirim benar, menghancurkan hatiku.

Kamu ga ingat sama janji kamu ya? setelah selesai ujian.

Aku memutuskan untuk terang-terangan saja. Daripada menahan sakit.

Janji yang mana ya?

Dia masih berlagak orang pikun.

Oh, kalau nggak inget ya udah. Terimakasih aja, buat semuanya. Good luck.

(sumpah aku pengin nangis, tapi ga bisa. Kalau bisa dunia juga harus berhenti.)

Aku tunggu balasannya sampai larut malam, dia tidak membalas pesan aku Cuma di read aja. Ingin ku bunuh saja dirinya. Sakitnya sampai di ujung leher.

*****

Pagi harinya, baru bangun tidur aku langsung buka facebook dan update status.

Kalau bisa dunia aku berhentiin sekarang juga. Letih, sakitnya nggak ketulung.

Selang beberapa menit ada inbox dari Nandi.

Nggak usah lebay gitu deh, yang biasa saja. Tetep fokus belajar ya. Aku kaya gini juga, karena kamu. Bukannya kamu yang bilang, mau pacaran kalau udah lepas dari kewajiban belajar. Buat aku masalah ujian emang udah kelar, tapi kamu masih ada ujian. Cepat sarjana ya, nanti aku bawa rombongan keluarga besar ke rumah kamu. Terserah kamu sih mau percaya atau nggak. Tapi aku serius, jangan pikirkan aku, belajar yang rajin. Nggak usah galau-galau, aku ada disini buat kamu tapi bukan berarti kita harus chat setiap hari.

Aku senyum-senyum sendiri membacanya, ada rasa bangga tapi juga ada rasa takut kalau semua itu hanya sebagian dari naskah drama.

Sekarang aku tidak memfikirkan apa yang berkaitan dengan hati. Masa depan memang yang terpenting untuk kita, jadi lebih baik tunda saja pikiran yang bertentangan dengan masa depanmu dan hal-hal yang bisa menghancurkan masa depan kamu. Kalau masalah jodoh, kan kalian sudah dengar sendiri jodoh itu sudah ada yang ngatur. Itu bukan hanya sekedar rangkaian kata para motivator, tapi itu memang kodrat manusia yang sudah di tentukan oleh Allah SWT selagi kita masih dalam kandungan. Dan, kalaupun kalian kesepian, merasa kurang perhatian, jangan pusatkan perhatian itu ada di pasangan kalian tapi lihat kesana ada teman, sahabat dan orang tua yang masih ada untuk kamu tanpa harus menyakiti hati kamu. Jadi, isi waktumu dengan hal yang bermanfaat dan positif, agar kalian tidak merasa galau dan bosan dengan waktu yang ada. Semangat belajar buat semuanya. Raih cita-cita, kalian. J

Cintaku Terhalang Ujian Nasional

Semangat pagi buat sekolah, masa pelajarku sebentar lagi habis. Dunia baru telah menunggu kedatanganku. Tapi, aku harus melewati tahap demi tahap. Sekarang aku berjalan, di proses menuju dunia nyata. Aku mulai merubah semua jadwal kegiatan harianku, berusaha apa yang aku lakukan itu bermanfaat. Namun, seperti yang di katakan para motivator bukan hidup namanya jika tanpa masalah.

Aku sudah berusaha menjauhkan diri dari kegiatan yang tidak berguna, seperti suka ngelamun, mikirin orang yang ga tentu, bikin penyakit hati, andilau, gegana dan semacamnya itu. Sekuat mungkin sudah aku buang, tapi nyatanya waktu dan keadaan tidak memihakku. Sesuatu yang tanpa undangan mau datang, akhirnya datang menghampiri aku juga.

“Nindy, hari ini kamu ada jadwal bimbel di luar gak?” tanya Yosa yang berpapasan di pintu gerbang.

“Kayanya, nggak ada deh. Kenapa?”

“Bisa bantuin aku nyelesain tugas dong.”

“Bisa, asal ada ongkosnya.”

“Yaelah, sama teman perhitungan banget. Niat bantu temanmu kan?”

“Iya, nanti aku bantu. Sebentar deh..” ku tarik tangan Yosa untuk minggir.

“Cielah, sejak kapan kenal sama dia?” sergap Yosa dengan sinis.

“Liburan kemarin.”

“Nggak nyangka, ternyata kamu bisa naklukin tuh anak. Biasanya dia kalau jalan yang dilihat kan, cuma jalannya doang sekarang numpang tengok kanan kiri terus senyumin cewek. Jangan bilang, kamu ada hubungan sama dia?”

“Apa sih, kita cuma temanan biasa. Ga lebih dan ga bakal lebih.”

“Serius tuh, jarang-jarang loh. Ada cowok baik yang mau deket sama kamu.”

“Segitu buruknya aku, di mata kamu.”

“Peace, ayo buruan jalan. Aku tugasnya belum selesai semua.”

*****

Kelas aku dan dia, itu bersebelahan hanya terpisahkan oleh lapisan dinding yang kokoh. Melihat wajahnya, merupakan salah satu semangatku untuk mengikuti pelajaran sekolah. Tapi, aku tidak ingin menganggapnya lebih. Aku hanya ingin berteman dengannya, karena aku tidak mau tersakiti olehnya. Dia itu anak yang baik, pintar, sopan, tidak mungkin kalau aku harus tersakiti karena dia dan pada akhirnya aku harus melupakan dia juga membenci dia. Aku menginginkan kita untuk berteman saja.

Keadaan dan waktu tak mau memihak kepadaku. Usahaku untuk membentengi hati dan menjauhkan diri dari perasaan itu, justru membawaku ke suatu tempat yang sendu. Harus ku akui, aku mulai mencintainya dan mengharapkannya. Pertemuan kita setiap hari, perbincangan kita meskipun hanya sebatas di dunia maya membuat hatiku goyah apalagi ulah teman-teman yang selalu meledek aku dan dia. Rasanya mustahil, bila hatiku tetap teguh berdiri jauh dari kehidupan dia. Tentunya, perlahan akan mendekat. Dia juga tidak memberi tanda ketidaksukaan dia dengan hal ini, entah karena cuek atau bagaimana. Tapi, temannya juga mengatakan hal yang sama dengan dugaanku. Dia menyukaiku, tapi dia menungguku. Dia tak mau menyatakannya. Aku juga tidak ingin kalau kita harus berpacaran saat ini. Bukan waktunya yang tepat untuk hal seperti itu.

Ujian akhir semester sudah berlalu. Liburan semester 5 sebentar lagi datang. Aku dekat dengan dia di liburan semester 4, berarti sudah satu semester kita saling mengenal. Semakin bertambah hari bukannya bertambah semakin dekat tapi, semakin jauh dan renggang. Kita sudah jarang chatting bareng, kalaupun chatting cepat banget kehabisan materi. Lagian sekarang dia sudah berubah, seakan-akan dia menjauhiku. Mungkin dia tidak ingin semua temannya tau, kalau dia pernah dekat denganku. Aku juga, berusaha cuek. Malah, ini lebih baik daripada yang ada difikiranku. Tanpa harus ku jauhi dia sekarang dia sudah menjauh terlebih dulu.

“Yosa, besok Nandi ultah. Bagusnya, aku berusaha menjadi yang pertama ngucapin apa nggak usah ya?” tanyaku pada Yosa yang sedang membaca buku.

“Harus dong, kamu harus bisa menjadi yang sepesial buat dia.”

“Tapi, aku sebel. Kayanya lebih baik, aku ngucapinnya malem-malem aja. Pura-pura lupa gitu."

“ Ih…, kamu ini gimana sih? besok kan hari sepesialnya, kamu harus bisa buat dia seneng. Entah mau di bales atau nggak yang penting kamu udah ngucapin. Dan, dia tau kalau kamu itu ingat sama hari ulang tahunnya. Aku yakin dia bakal seneng.”

“Baiklah, kalau itu memang yang terbaik akan aku lakukan.”

*****

Alaramku berbunyi pukul 03.00, sengaja tidak aku buat tepat pukul 00.00. Aku masih ragu dengan tindakanku kali ini, hatiku terus berkata lebih baik aku tidak mengucapkan selamat untuk dia. Tapi, di lain sisi perkataan Yosa terus mendorong tanganku untuk mengirim kata-kata yang telah aku buat semalam.

To : Nandi

Selamat ulang tahun temanku tercinta, ini hari yang kau tunggu bukan?

Hal sepesial yang telah kau nanti, semoga terjadi pada hari ini. Dan, apa yang kau mimpikan juga kau inginkan kelak bisa menjadi kenyataaan. Jadilah diri kamu sendiri dan hargai orang lain. Tentunya, panjang umur agar kita bisa bertemu dengan kesuksesan yang telah di raih. Tolong, jangan hapuskan pertemanan yang ada. J

Pesan itu sudah ku kirim ke Nandi dan langsung terkirim. Lalu ku ubah profil dari umum menjadi diam. Aku terlalu takut untuk mendengar jawaban dari dia.

Berbagai kegiatan sudah aku lakukan. Bersih-bersih rumahpun sudah selesai, aku tak melihat tanda ada sebuah pesan masuk. Lalu ku nyalakan tv untuk membuang rasa penasaran ini, acara kartun favorit di tv sudah habis. Segera ku bunuh tv yang mulai menyajikan acara-acara aneh, aku mengangkat hp dengan lembut. Tombolnya berkedip, sudah pasti ada pesan masuk. Aisshh.., bukan dari dia. Aduh, dia ini baca pesan dari aku tidak sih? tapi, jelas sekali pesanku tadi pagi langsung terkirim. Kejamnya kau ini. Aku harus menelepon Yosa, dia harus bertanggung jawab.

“Iya, aku tau hari ini kamu tidak akan berangkat. Aku tidak akan menjemputmu.”

“Ahh.., apaan sih Yos. Bukan itu yang mau aku bicarakan sama kamu.”

“Terus apa?”

“Aku sudah kirim pesan buat dia. Tapi, sampai sekarang belum dia bales.”

“Mungkin, dia belum buka hp.”

“Itu mustahil, baru bangun aja. Yang dia cari sudah pasti hp.”

“Iya, juga sih. Bahkan, sekarang juga dia lagi pegang hp.”

‘Tuh kan, dia pasti lebih milih bales chat dari cewek lain. Harusnya aku, itu nurutin apa kata hati aku. Aku jadi sebel, hewww…”

“Ihh.., ga usah pake nangis deh. Kamu temui aja, dia ke sekolah. Dia juga datangnya, pagi banget. Mungkin dia maunya di ucapin secara langsung.”

“Sudahlah, aku tutup saja. Hatiku sudah terlanjur hancur.”

*****

Liburan kemarin aku dekat sama dia, liburan sekarang aku jauhi dia, dia juga jauhi aku. Sepertinya tidak akan ada  kata kita yang menyatukan aku dan dia. Huu…, sakit. Tapi, liburan kali ini tidak terasa seperti liburan. Bimbel tetap berjalan, dan 1 minggu dari liburan juga harus berangkat sekolah untuk persiapan UN.  Itu artinya, aku akan segera berhadapan dengan dia. Lalu, aku harus gimana? Cuek atau bersikap seperti biasa. Oh.., sebenarnya aku tidak ingin menjauhi dia.

****

Hari pertama masuk sekolah, kita hanya punya mapel yang di ujikan. Pulangnyapun, lebih awal dari biasanya. Usai jam pelajaran aku langsung menuju perpus. Ya , lumayan cari materi sambil belajar bareng sekaligus main bareng teman. Ups,rupanya di sana juga ada Nandi. Aku jadi pengin pergi, sayangnya aku berjalan di depan sendiri begitu aku berhenti teman yang ada di belakang dengan tenaga penuh mendorongku masuk.

“Buruan kenapa. Cie....pantesan Nindy ngajakin ke perpus. Ternyata mau ketemuan.”

“Ye…, siapa juga yang mau ketemuan.”

“Itu sama Nandi.”

“Apa hubungannya?”

“Weh.., nanti hilang loh. Nan, katanya Nindy rindu setengah mati.”

“Udah deh, bisa nggak sih? nggak usah nyangkut pautin aku sama dia?”

“Huss…, ati-ati Nin. Kamu bisa masukin kamu ke jurang.” Yosa menarik tanganku dari kecamukan mereka.

“Lagian, mereka itu rese banget. Aku nggak mau harga diriku dijatuhin di depan dia.”

“Tapi, kamu nyadar nggak? Perkataanmu tadi, bisa buat dia berfikir kalau kamu itu benci sama dia.”

“Bukannya gitu, aku juga ga mau dia malu di depan teman-temannya. Kalau emang gitu, ya bagus deh” rasanya aku kesel banget.

Tiba-tiba, Nandi lewat sebelah aku dan Yosa. Aku sempat melihat dia, tapi aku langsung buang muka. Mukanya yang dulu buat aku semangat, sekarang terlalu sakit untuk aku lihat. Tangan Yosa langsung mendarat di pundakku dengan keras.

“Apaan sih?”

“Bisa senyum, nggak sih? kamu bener menghancurkan kemauan kamu sendiri.”

“Kemauan yang mana? Aku tidak pernah suka sama dia.”

“Aku tidak mempermasalahkan kamu suka atau tidak, jangan-jangan kamu emang suka sama dia.Jangan munafik deh, sama aja nyakiti diri sendiri.”

“Huuhh.., serba salah aku.” ku tarik tangan Yosa keluar dari perpus. Tapi, di luar ada Nandi sama teman-temannya duduk menghalangi jalan.

“Ehem.., cie Nandi di cariin Nindy” ucap salah satu temannya membuatku semakin kesal. Nandi melihat ke arahku yang berdiri di belakangnya. Aku memalingkan wajahku, dan mengajak Yosa masuk ke perpus lagi. Arggghhhhh…. Kesal dan kesal.

“Yos, kita bisa tukeran hati nggak?” tanyaku lemah.

“Loh, kenapa?”

“Sepertinya, hatiku akan hancur. Menurutku, dia itu paling sebel kalau di ejek sama teman-temannya. Lihat aja, kejadian yang lalu pas dia dikecengin sama teman-temannya, dia cuma diam aja tapi pada akhirnya dia ngejauhin aku. Apalagi, sekarang lagi jauh malah dikecengin jelas akan semakin jauh.”

“Kan, sudah aku tebak. Kamu suka kan, sama dia?”

“Iya, aku emang suka sama dia.”

“Nyatain aja, daripada bikin penyakit hati.”

“Masa harus aku dulu, dia kan cowok.”

“Apa salahnya, sekarang tuh ga zaman galau nunggu di tembak cowok. Daripada, nunggu tapi ternyata dia nunggu yang lain. Udah deh, bye bye perasaan kamu.“

“Yos, semangatin aku dong. Lagian tanpa aku bilang ke dia, aku yakin dia udah tau. Kata temannya, dia juga nunggu aku.”

“Kamu yakin temannya dia, tidak sedang bersandiwara? Tapi, kayanya dia cuek banget sama kamu. Tiap aku lihat dia, pasti dia sedang mainin hpnya tapi di hp kamu jarang ada sms dari dia bahkan tidak ada” tampang Yosa sangat kejam.

“Udahlah, sekarang aku mau belajar.” Ku ambil buku yang ada di meja, terus ku buka untuk menutupi mataku yang membendung air mata.

“Bukunya, ke balik neng.” Aku hanya diam, membenarkan buku.

*****

Bimbel yang aku ikuti memang sudah terlihat cukup tapi aku masih merasa kurang. Disamping les yang di wajibkan sekolah dan bimbel di luar sekolah, untuk kali ini ada les sukarela (gurunya sukarela, muridnya juga sukarela). Tentu saja, aku tidak ingin melewatkan kesempatan ini.

Aku masuk ke ruang les, terlambat. Seperti biasa, setiap hari aku harus mengisi daftar pengunjung perpus. Karena hal itu, seperti sudah menjadi kewajibanku dan hari ini  perpus lagi rame aku harus ngantri kaya ngantri sembako hanya demi menulis nama, kelas, dan tanda tangan. Sampai di kelas, les sudah di mulai. Aku melihat bangku yang ada di ruangan itu, sepertinya tidak ada yang kosong lagi. Dari pojok belakang sampai depan penuh, tibalah di meja paling depan pojok kanan tepat di depanku ada  bangku kosong. Hatiku lega, begitu ku lihat sampingnya. Aduh.., kenapa Nandi di situ. Hah.., kenapa?

“Apa yang sedang kamu lakukan, cepat duduk” seru guru yang sedang menjelaskan.

“Apa nggak ada yang mau tukeran sama aku” gumamku, aku berjalan menuju bangku itu. “Cie…ciee….cia…cia… Nandi sama Nindy. Cie…cie…cie..” kupingku panas. Pak guru, apa kau tidak mau menyelamatkan aku? kenapa ikut senyum-senyum?

“Emang ada apa antara Nandi sama Nindy?”

“Pasangan baru pak” celetuk anak yang duduk di belakangku. Rasanya ingin ku bakar itu bibir monyong.

“ Wah..wah.., sudah mau ujian bukannya di putus malah baru membangun. Nandi dan Nindy, tolong berkonsentrasilah. Kasmarannya bisa di turunkan levelnya.”

“Huu.., cia..,cia…, yang lagi kasmaran di larang.”

“Sudah, kita lanjutkan pada bab selanjutnya.”

Mendidih ini hati, muka merah merona, hati berkecamuk. Rasanya ingin berteriak sekeras mungkin. Pikiranku melayang, terbang kesana kemari menertawai hatiku yang sedang terkepung setan bersenjata pensil.

“Kenapa, cuma diam aja sih? setidaknya, kamu katakan kalau semuanya itu salah.” Ku tulis di buku catatanku lalu ku sodorkan ke dia. Tanpa menuliskan jawaban, di kemablikan lagi bukuku. Mukaku garang, tanganku gatal.

“Ini aku pinjami bolpoint buat nulis.” Masih ku tulis di buku dan ku sodorkan lagi. Dia tetap diam, sok memperhatikan.

“Bisa nulis nggak sih?” aku kelepasan. Semua mata tertuju kepadaku.

“Ada apa, Nindy?” tanya pak guru.

“Tidak, ada apa-apa pak.”

“Memalukan” Nandi berbisik dengan jelas.

“Gara-gara kamu”  ku injak kaki Nandi sekuat tenaga.

“Pak, izin ke belakang.” Hah.., dia muntah kali denger suara aku.

Sudah tiga jam, lamanya. Sekarang waktunya pulang. Begitu teman-teman yang lain sudah keluar, Nandi masih duduk sibuk menyentuh hpnya. Ingin ku ambil alih itu hp, sebenarnya apa yang sedang dia lakukan.

“Udah di jemput belum?” tanya Yosa.

“Nggak tau, hpku mati nih.”

“Sama, hpku juga.”

“Eh.., aku pinjam hpmu sini sebentar” ucapku kepada Nandi.

“Mau buat apa?” tanya Nandi.

“Buat sms doang, buruan.”

“Sebentar..”

“Ye, chattingannya ga perlu di hapus kali.”

“Sekarang, kamu pulang antar aku dulu. Kakiku sakit, gara-gara di injak kamu.”

“Apaan, emang kakiku itu kaki gajah. Nggak ah..”

“Eh.., aku bisa laporin kamu ke polisi” tanganku di tahan sama Nandi.

“Laporin aja, dimana-mana itu cowok nganter pulang ceweknya, bukan cewek nganter cowok.”

“Itukan, peraturan orang yang pacaran. Pokoknya, aku ga mau tau antar aku pulang. Ini kuncinya, ingat motor warna merah yang paling mengkilat parkir di sebelah kanan depan sendiri. Awas jangan samapi lecet dan satu lagi bannya jangan samapi kotor.”

“Kalau perlu motornya di museumin aja.”  Ku ambil kuncinya lalu ku ajak Yosa jalan.

“Kamu yakin mau ngenterin dia?”

“Yosa, emang aku mau cari mati. Aku yakin, dia nggak tulus pengin di anterin aku. Pasti dia ada maunya.”

“Udah nyampe di parkiran? tolong, anterin cewek yang pake kaos olahraga ya.”

Itu sms yang aku terima dari Nandi. Ternyata dia punya gebetan juga di sekolah ini, hatiku jadi hancur. Apa maksudnya dia nyuruh aku nganter cewek itu? Pamer atau dia sendiri tidak mau mengantar tu cewek? Tau ah, banyak kemungkinan untuk alasan insiden ini. Di temani Yosa, aku menghampiri cewek yang pastinya adik kelas kita. Dia tersenyum kepada kita, aku akui aku memang tak sebanding dengan dia, tapi hati ini lebih tulus di banding dia.

“Nunggu Nandi, ya?” tanya Yosa sok akrab.

“Iya, Nandi udah keluar kelas kan?” suaranya mengalir lembut.

“Udah, dia lagi sakit. Mending kamu samperin deh, ini kunci motornya. Mana kuncinya, Nin?” Yosa menyenggol tubuhku. Ku berikan kunci motor yang ku pegang, aku masih ternganga dengan kejadian ini.

“Terimakasih ka..” dia berjalan meninggalkan kita.

“Tunggu, kalau boleh tau kamu siapanya Nandi?”

Dia hanya tersenyum, lalu berkata “Sebaiknya, tanya sama Nandi aja.” #jleb langsung terpanah racun, aku tak sadarkan diri.

Malam harinya, tak seperti biasanya dia absen lagi di salah satu jejaring sosial. Pasti dia sedang kesepian atau memang butuh aku.

Nin, lagi sibuk nggak?

itu inbox yang dia kirim

nggak emangnya ada apa?

Bisa bantu aku nggak, tlng bsk jmput cewek yang tdi sore nungguin aku?

Kmu ngejek aku atau gimana sih? aku tau itu pacar kmu, ga perlu kmu deketin aku sama dia.

Jgn salah paham dng Nin, smph aq itu ga pacaran. Kmu sndri yg blng, aq hrus fokus ujian dlu, mka.a tlng anterin dia k’sklh dn blng kl kita itu pacaran.

Sumpah aku baca balesan dari dia, mataku langsung melotot dan perlu aku baca berulang-ulang.

Kamu serius, minta bantuan sama aku?

Kalau ga sama kmu sma siapa lagi?lagian, tmn-tmn tau.a kta jga ada hbungan.

Oklah, aku bantuin kmu

Sip, trmksh.

Sama-sama.

Habis itu udah, ga ada sambungan obrolan lain padahal dia masih on. Sakit kan ini hati, ah.. ya sudahlah aku tidak mau memikirkan dia. Mending mikirin soal matematika daripada on nungguin balesan inbox dari dia, yang nyatanya ga ada niat dari dia buat bales inboxku.

*****

Pagi sekali, Nandi sms aku. Hatiku sudah bahagia tingkat nasional, begitu ku buka ternyata dia hanya memberi tahu rumah cewek itu. Ya seperti ini dia sekarang, dekat denganku kalau hanya lagi perlu aja.

Aku sudah menunggu sekitar 5 menit lebih, tapi cewek itu tidak keluar dari rumahnya. Segera ku kirim pesan ke Nandi.

Nan, dia ko ga keluar-keluar sih? udah siang nih.

Nandi juga tidak membalas pesanku. Ahh…cape hidupku. Suara talkhson motor mengejutkanku, ku lihat motor yang melaju di jalan. Kalau nggak salah, itu Nandi sama cewek yang kemarin. Oh, jadi gini. Pura-pura minta bantuan, ternyata cuma mau buat mamerin pacar baru. Sial mau aja, aku di tipu dia.

Tepat bel berbunyi aku baru sampai di parkiran, aku berjalan menuju kelas penuh dengan amarah. Ku lemparkan tas di meja, Yosa yang duduk di sebelahku terkejut.

“Santai bro, kesiangan ya?” sergap Yosa.

“Kesiangan gimana, aku itu berangkat jam setengah enam buat jemput cewek yang kemarin sore nungguin Nandi.”

“Lah, tapi tadi mereka berangkat bareng.”

“Nah, itu dia masalahnya. Tadi malem, Nandi nginbox aku, minta bantuan sama aku buat jemput cewek itu, dia juga nyuruh aku ngaku-ngaku pacaran sama dia. Maksudnya apa coba, udah nyuruh-nyuruh gitu malahan dia berangkat bareng. Gila tuh orang, udah nggak punya otak kali.”

“Cemburu ya…” Yosa masih sempat meledek.

“Yosa, aku tuh kesel. Bayangin kalau kamu di posisi aku.”

“Aku habisi dia, apaan sih emangnya cewek itu nggak punya harga diri.”

“Bener banget, rasanya tuh sakit banget….”

“Sakitnya tuh disini…” ucapku dan Yosa barengan.

“Tragis banget sih, ceritanya..” sahut salah satu teman cowok yang duduk dibelakang kita.

“Nguping ya? Nggak tau, orang lagi tinggi.”

“Eh.., ada Pak bahasa inggris.” Udah seisi kelas langsung bersikap duduk manis.

*****

Aku udah terlanjur sakit hati, aku nggak mau lihat wajah dia, nggak mau baca pesan dari dia, nggak mau mandangin dia. Pokoknya dia, aku pecat jadi pujaan hatiku. Dia emang nggak punya hati banget, padahal teman-teman bilang kalau dia itu anaknya baik dan sopan. Sopan dari hongkong, dia minta maaf juga nggak, pas aku ucapin selamat ulang tahun bilang terimakasih juga nggak. Nilai kesopanannya mana coba?

“Dia nggak sopannya kan Cuma sama kamu.”

“Ngapain sih Yos, ikut campur rapat pleno hati orang.”

“Aku saranin ya, kalau mau cari perhatian dari dia mending kamu itu berhenti merhatiin dia. Kalau nanti dia jadi perhatian sama kamu, berarti dia suka sama kamu dan kalau dia malah balik nyuekin berarti dia nggak suka sama kamu.”

“Aku nggak pernah merhatiin dia.”

“Nanyain kabar dia ke temannya, itu namanya apa? Nungguin dia berangkat tiap pagi, terus ngeliatin dari selatan ke utara. Apa itu namanya nggak merhatiin? Teman-teman nggak bakal tau, kamu suka dia kalau kamu biasa-biasa aja sama dia. So, sekarang bersikap seperti biasa aja. Mandang dia jangan dengan perasaan, kalau bisa berangkat sekolah hatinya ditinggal di rumah aja.“

*****

Satu bulan lebih aku lewati dengan menahan perasaan yang ada, aku membuang jauh perasaan itu. Aku juga berusaha untuk tidak bertemu dengan dia, aku tidak ingin hatiku di buat pasang surut dengannya. Sepertinya, aku berhasil. Setiap bertemu dengan dia, biasa saja tidak ada getaran yang menderu. Semua tentang dia tidak pernah aku fikirkan lagi, aku benar mampu melupakannya dan fokus dengan materi-materi UN. Aku bahagia dengan hidupku sekarang. I’m feel free

*****

19 Februari 2014

Hari ini ulang tahunku, aku harap hari ini hari bahagiaku juga. Aku bangun di sambut dengan ucapan-ucapan selamat dari teman-teman. Hanya saja, belum ada nama Nandi yang mengucapkan selamat. Aku cek kronologi akun Fbku, di inbox juga tidak ada. Ok, bersabarlah dan tidak usah berharap. Lagian kamu, udah dapat kado sepesial dari orang yang peduli dengan kamu.

Usai pelajaran, segera bergegas menghindari teman-teman. Aku sudah paham betul dengan tradisi anak-anak, di banjiri tepung, telur, air. Dan siap masuk oven atau penggorengan. Ternyata, mereka lebih jenius. Teman sekelasku memang berada di belakangku, tapi teman yang ada di kelas lain sudah menungguku di depan pintu. Sudah pasrah saja, itung-itung bahagiakan mereka satu tahun sekali. Badanku basah kuyup, dan penampilannya 11-12 dengan adonan. Kita langsung mengabadikan dalam bentuk foto. Aku melihat Nandi, yang baru keluar dari kelasnya.

“Eh.., Nandi Sentosa. Kamu nggak mau ngucapin selamat sama aku?” dengan suara lantang dan penuh percaya diri. Dia hanya diam dan melanjutkan perjalanannya, sementara teman-temannya seperti biasa. (ngecengin)

“Kamu punya telinga kan? Apa udah tuli? “ dia tetap berjalan tanpa dosa.

“Nandi Sentosa, aku itu lagi ngomong sama kamu. Denger nggak sih, dasar pecundang. Beraninya di belakang doang…”

Akhirnya dia melangkah ke arahku.

“Selamat ulang tahun..” ucapnya sambil  mengulurkan tangan.

Ku lirik teman yang ada di sebelahku masih memegang satu bungkus tepung, aku ambil alih dan ku lemparkan ke muka dia “Rasain ini, makasih ya.” Aku berjalan menghindari dia, tapi dia menahan tanganku.

“Maksud kamu apa? nggak pernah di ajarin sopan santun ya?”

“Nggak usah sok baik deh, ngaca dulu. Kamu pantes nggak, ngomong kaya gitu. Munafik.” Aku langsung berjalan menuju toilet, dan teman-teman melongo atas insiden ini. Mungkin mereka ngerasa lagi di acara, nggak nyangka.

Aku keluar dari toilet, setelah kurang lebih setengah jam di toilet. (sampe pingsan kalau setengah jam beneran) Yosa mengejutkanku, tanpa ekspresi dia berdiri di depanku. Dia mengamatiku dengan sinis.

“Kamu nangis, kalau emang nggak kuat. Nggak perlu lah, kamu kaya tadi.”

“Nggak ko, malah aku seneng. Setidaknya aku udah buat dia malu, dihadapan teman-temannya.”

“Iya, kalau mereka maksud. Kalau nggak?”

“Yosa, seumur hidup aku selalu di acuhkan. Masa kamu juga mau mengacuhkan aku?”

“Aku bercanda ko. Sini aku peluk.”

Greeettt….greeetttt….. (Nandi memanggil)

“Nandi memanggil” ucapku pada Yosa.

“Ya udah, angkat dong.” Yosa melepaskan pelukannya.

“Nggak penting lah, yo kita pulang.” Aku tolak panggilan dari dia.

Sesampai di rumah, hpku sudah penuh dengan sms dari dia.

Maafin aku ya, aku emang salah. Di kejadian sebelumnya, aku juga pengin minta maaf tapi aku pikir ada waktunya buat minta maaf, yaitu hari ini. dan terimakasih untuk ucapan dan doa ulang tahunnya. Sekali lagi, selamat ulang tahun. Semoga mimpi kamu, tercapai. Wish u all the best.

Segera ku balas sms dia.

Ok, ga papa. Terimakasih dan maaf tadi udah buat kamu malu di depan teman-teman kamu. Ke bawa emosi. Oya, btw ga ada kadonya nih.

Tidak butuh waktu lama, dia sudah membalas.

Aku memang pantes dapat itu, malah harusnya aku yang terimakasih. Sekarang aku jadi nyadar, kayanya nggak perlu deh sikap kemarin sore itu. Emang ngarep kado dari aku ya? Bukannya udah dapat dari orang yang sepesial.

 Aku membalas lagi.

Belum ada, kalau kamu ngasih kado, ya berarti hari ini aku dapat kado dari orang yang sepesial. Hehe…. #bercanda

Dia membalas lagi.

Kamu mau nggak, jadi pacar aku?

Hah… ini serius pesan di kirim buat aku? kayanya dia salah kirim deh.

Barusan salah kirim ya?

Tidak, kamu mau nggak jadi pacar aku?

Ini serius, nggak bercanda?

Serius, kalau kamu nerima aku berarti kita pacaran. Dan kado ultah kamu, aku jadi pacar kamu dan kamu jadi pacar aku.

Sumpah ini kaya mimpi, rasanya baru tadi aku berantem sama dia. Lah, sekarang dia malah nembak aku. Sebenarnya aku pengin langsung jawab iya, tapi aku ingat janji sama orang tua dan teman-teman nggak mau pacaran sebelum ujian selesai, aku juga takut konsentrasi belajarku bakal terganggu dan lebih takutnya aku cuma di bohongi sama dia. Berkecamuk dalam pikiran.

Maaf iya, bukannya ga mau. Tapi, kamu ingat sendiri janji kita gimana. Lebih baik kita fokus dulu sama UN, nanti  kalau ujian udah selesai baru kita bisa pacaran.

Setelah banyak pertimbangan akhirnya pesan ini ku kirim ke Nandi. Dan, balasan Nandi simple banget.

Aku sudah tau jawabannya. Belajar yang rajin ya, good luck.

Belajar yang rajin juga, jangan cari yang lain ya. Aku sayang sama kamu.

Tenang aja, aku bukan tipe orang yang suka omdo.

Udah sampai disini perbincangan kita.

*****

Setelah saling mengungkapkan perasaan, rasanya jadi lega. Setiap hari sudah tidak ada perasaan galau dan seribu tanya yang menyumbat otak untuk berfikir. Semangat belajarku jadi lebih tinggi, dibanding dengan yang kemarin. Oh, terimakasih tuhan. Kau telah memberikan waktu kepadaku untuk saling mengungkapkan rasa yang ada, jadi sekarang kita saling tau isi hati kita. Aku sudah tidak sabar ingin segera selesai ujian.

*****

Ini hari terakhir ujian, aku keluar ruangan yang terakhir dan tentunya teman-teman sudah banyak yang pulang. Hanya tersisa beberapa. Yosa duduk di depan ruang ujianku, dia masih setia menanti sahabatnya.

“Gimana, sukses?” tanya Yosa dengan sumringah.

“Insyaallah, Nandi udah pulang?”

“Udah dari tadi, kamu kelamaan sih.”

“Baru jam 10, itu memang peraturan yang sebenarnya kan? Keluar jam 10.”

“Di sms lah, bingung-bingung banget.”

“Kita langsung ke puncak Nin, jangan buang-buang waktu.”

“Nah, Nandi gimana?””

“Ajak dia dong, sekalian jadiin puncak itu sebagai tempat jadian kalian. Ide bagus kan?” Yosa mengangkat alis kanannya.

“Baiklah.”

Beberapa menit kemudian kita sampai di puncak. Turun dari motor aku langsung mengecek hp, siapa tau ada balesan dari Nandi. Nihil, tak ada pesan.

“Masih, tertunda. Apa dia lupa sama janjinya ya?” aku mulai khawatir.

“Santailah, maklumi aja cowok itu jarang punya waktu buat ngumpul sama temannya kalau sudah pacaran nanti, jadi beri dia waktu buat seneng-seneng sama temannya. Ok, kita ke atas.” Aku mengiyakan ucapan Yosa untuk menenangkan hati. Tangga demi tangga telah kita lalui, sebentar lagi sampai di pucuk.  Tinggal satu tanjakan lagi.

“Aduh cape banget Nin” Yosa duduk di tangga kelelahan.

“Semangat dong, sebentar lagi kan nyampe.” Aku mendahului Yosa, dua-tiga tangga terlewati. Langkah kakiku terhenti, mataku melihat jelas Nandi sama cewek sedang pegangan tangan. Jedarrrrr…. hatiku hancur, berkeping-keping.

“Ehem…, diam-diam menghanyutkan juga ya” ucapku sok tegar.

“Kenapa Nin…” rupanya Yosa belum menyadari ada pasangan cinta.

“Cie…cie…, ternyata diam-diam gitu ya. Ehem.., ga nyangka aku.”

“Apaan sih, kalian. Kebetulan banget ya, bisa barengan gini” sahut Nandi tanpa ada rasa salah sedikitpun.

“Iya, kebetulan banget” sahut Yosa.

Ku keluarkan hp dari saku seragamku, dan ku ambil foto mereka berdua.

“Kejadian ini jarang-jarang terjadi kan? Bisa di jadiin duit nih, buat hot news, breaking news dan bakal jadi trending topic. Yos, kita turun aja yuk. Biar ga ganggu mereka.” Aku berlari sekencang mungkin, menuruni anak tangga berpuluh-puluh. Yosa berteriak memintaku untuk berhenti, tapi tak ku dengarkan. Segera ku tancap gas, melaju dengan kecepatan tinggi. Tak peduli ada orang atau tidak, aku hanya berjalan lurus. Sampai ada tikungan, aku tetap melaju lurus dan #skip (adegan berbahaya tidak boleh di tiru).

*****

Begitu sadar aku sudah berada di UGD puskesmas terdekat. Yosa berdiri di samping aku dengan mata sebam, lebih kagetnya lagi ketika melihat orang tuaku yang duduk di sampingku juga.

“Apa yang terjadi?” tanyaku pura-pura tidak tau. Padahal aku tau, aku memang menabrak pohon dan dinding toserba.

“Kamu tidak bermaksud untuk bunuh diri kan?” Yosa khawatir.

“Aku hanya kebablasan.”

“Sejak kapan, kamu jadi anggota pembalap liar?” tanya papa dengan tegas.

“Nindy, Cuma kebablasan pa. Nindy, nggak ngebut.”

“Udah pa, yang penting Nindy tidak sakit parah” mama meredakan amarah papa.

“Motor belum lunas, sudah jadi rongsokan” kesal papa.

“Bakal Nindy ganti ko. Nindy bakal kerja keras.”

“Sudah, jangan bahas masalah di tempat seperti ini. Ayo pa, ke tempat pembayaran.”

“Ini nggak gratis?” tanyaku penuh antusias.

“Gratis, kalau nenekmu yang punya tempat ini.”  Papa sama mama berjalan keluar, beriringan.

“Biasa, papaku emang gitu. Nadanya emang sinis, tapi sebenarnya itu candaan” aku menjelaskan pada Yosa agar tidak terjadi kesalahpahaman.

“Oya.., jangan bilang ke Nandi tentang masalah ini ya” pintaku.

“Aku sih diam. Tapi, teman-teman yang lain pasti bakal mendengar berita ini.”

“Huh…, sakit semuanya Yos. Luar dalam sakit, hancur hidupku.”

“Nggak usah lebay deh.”

“Hpku mana? Ada sms dari Nandi, nggak?”

“Ngapain sih, mikirin dia. Kamu itu lagi sakit, ga usah mikirin yang lain.”

“Aku bakal lebih sakit kalau nggak denger kabar dari dia.”

“Kamu ini ya, sama aja kaya orang mandi tiap hari tapi ga pernah ganti baju, bajunya itu-itu aja. Udah tau kalau cuma dibohongi, disakiti sama dia tapi tetep aja kamu sayang sama dia dan nggak pernah kapok. Mikirin dia terus…”

“Namanya juga terlanjur cinta. Kira-kira, mereka pacaran beneran nggak ya?”

“Emang gue pikirin. Mau pacaran ke, mau nikah, ga rugi tuh.”

“Aku tuh pengin bunuh dia. Ternyata, dia nggak beda sama yang lain. Suka obral janji, sampai aku bela-belain nolak yang datang dengan sendirinya. Dan, sekarang apa? dia malah pacaran sama cewek lain. Katanya, mau nunggu. Nunggu aku mati, baru dia bilang mau jadi pacarku.”

“Udah Nin, nggak usah terlalu di fikirin. Hampir semua cowok emang gitu, nggak usah kaget. Nilai orang juga jangan Cuma dari casingnya doang. Akibatnya gini kan, yang katanya baik, nyatanya lebih parah dari pengecut.”

*****

Kejadian itu sudah berlalu satu minggu. Di akun fbnya tidak ada status yang dia update untuk minggu ini. Sepertinya dia benar akan menghilang, baiklah terimakasih. Begitu tulisan beranda aku sentuh, jlerettt… status demi status tersedia.  Nandi Sentosa di tandai di foto Arlin carlien (apalah, masih panjang kali lebar tapi aku tidak paham itu tulisan apa) dengan keterangan ‘makin cayang kamue’. Aku langsung keluar dari FB dan beralih ke galeri melihat koleksi foto. Ku lihat foto Nandi dan cewek itu yang sengaja aku ambil. Jadi mereka memang pacaran.

Aku login lagi ke facebook, lalu update status.

Ya udah kita jadian aja, lagian UN juga udah selesai.

Baru beberapa menit aku update status, teman-teman pada kepo. Bahkan ada yang langsung menelfon, sekedar bertanya itu benar atau tidak. Tapi, aku biarkan mereka berselimutkan dengan rasa penasaran.

Ada satu yang penting untuk masa depan hatiku. Nandi juga ikut kepo, dia bertanya lewat BBM yang dia kirim.

Jadian sama siapa?

Itu BBM yang dia kirim, rasanya tuh pengin nampar dia. Nggak sadar juga tuh orang, padahal status itu cuma buat nyindir dia.

Emang penting ya, buat kamu?

Nggak sih.

Ya udah, diem aja.

Iya, selamat ya. Longlast

Balasan yang dia kirim benar, menghancurkan hatiku.

Kamu ga ingat sama janji kamu ya? setelah selesai ujian.

Aku memutuskan untuk terang-terangan saja. Daripada menahan sakit.

Janji yang mana ya?

Dia masih berlagak orang pikun.

Oh, kalau nggak inget ya udah. Terimakasih aja, buat semuanya. Good luck.

(sumpah aku pengin nangis, tapi ga bisa. Kalau bisa dunia juga harus berhenti.)

Aku tunggu balasannya sampai larut malam, dia tidak membalas pesan aku Cuma di read aja. Ingin ku bunuh saja dirinya. Sakitnya sampai di ujung leher.

*****

Pagi harinya, baru bangun tidur aku langsung buka facebook dan update status.

Kalau bisa dunia aku berhentiin sekarang juga. Letih, sakitnya nggak ketulung.

Selang beberapa menit ada inbox dari Nandi.

Nggak usah lebay gitu deh, yang biasa saja. Tetep fokus belajar ya. Aku kaya gini juga, karena kamu. Bukannya kamu yang bilang, mau pacaran kalau udah lepas dari kewajiban belajar. Buat aku masalah ujian emang udah kelar, tapi kamu masih ada ujian. Cepat sarjana ya, nanti aku bawa rombongan keluarga besar ke rumah kamu. Terserah kamu sih mau percaya atau nggak. Tapi aku serius, jangan pikirkan aku, belajar yang rajin. Nggak usah galau-galau, aku ada disini buat kamu tapi bukan berarti kita harus chat setiap hari.

Aku senyum-senyum sendiri membacanya, ada rasa bangga tapi juga ada rasa takut kalau semua itu hanya sebagian dari naskah drama.

Sekarang aku tidak memfikirkan apa yang berkaitan dengan hati. Masa depan memang yang terpenting untuk kita, jadi lebih baik tunda saja pikiran yang bertentangan dengan masa depanmu dan hal-hal yang bisa menghancurkan masa depan kamu. Kalau masalah jodoh, kan kalian sudah dengar sendiri jodoh itu sudah ada yang ngatur. Itu bukan hanya sekedar rangkaian kata para motivator, tapi itu memang kodrat manusia yang sudah di tentukan oleh Allah SWT selagi kita masih dalam kandungan. Dan, kalaupun kalian kesepian, merasa kurang perhatian, jangan pusatkan perhatian itu ada di pasangan kalian tapi lihat kesana ada teman, sahabat dan orang tua yang masih ada untuk kamu tanpa harus menyakiti hati kamu. Jadi, isi waktumu dengan hal yang bermanfaat dan positif, agar kalian tidak merasa galau dan bosan dengan waktu yang ada. Semangat belajar buat semuanya. Raih cita-cita, kalian. J

 [caption caption="Antara cinta dan pendidikan, mungkin sama pentingnya dalam kehidupan. Tapi di atas kata penting ada yang lebih penting lagi. Sumber: kesekolah.com"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun