Mohon tunggu...
Hazel
Hazel Mohon Tunggu... Duta Besar - such a happy human being

🍀🍀🍀

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kennant [Part 1]

20 Februari 2020   20:38 Diperbarui: 10 Maret 2020   00:49 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan lagi.

Aku menghangatkan tubuhku di balik Kuil. Sepi. Tak ada yang datang.
Bila hujan tiba, kuil selalu dikunjungi orang-orang untuk berteduh, namun kini yang ku rasakan hanyalah dinginnya angin dan suara rintik hujan. Aku begitu bosan. Memang setiap hari aku bosan, menetap di kuil selama ratusan tahun.

Tok tok tok..

Ah suara pintu diketuk, aku memicingkan mata tajamku melihat siapa yang datang.

Seorang lelaki bepostur tubuh tinggi dengan kemeja biru terlihat resah karena tasnya yang basah.

Aku senang jika ada yang datang ke kuil ini. Walaupun mereka tidak bisa melihatku, setidaknya aku tak merasakan sepi.

Aku memandangi sosok lelaki itu, ia masih terlihat resah. Lalu mataku tertuju pada gantungan kecil kayu di tasnya, disitu bertuliskan Kennant. Aku menduga bahwa itu adalah namanya.

"Kennant..". Aku memanggilnya.

Aku ingin meminta bantuannya agar aku bisa terbebas dari kuil ini.

Dia hanya melihat ke arah sekitar, dan wajahnya berubah panik.

"Tolonglah aku..". Aku sungguh ingin terbebas dari kuil ini.

"Siapa?". Suaranya serak dan berat. Tetapi ku rasa aku suka suaranya.

"Tolong gambarkan rubah di dinding kuil ini, aku mohon padamu".

Dan ku harap dia mau membantuku.

Tampaknya dia kebingungan. Aku paham manusia menganggap hal seperti ini sangatlah tidak wajar dan aneh.

"Tolonglah, bebaskan aku".

Hujan semakin deras. Dan sepertinya lelaki itu akan menuruti permintaanku. Sungguh, jika aku bisa bebas dari kuil ini karenanya, aku ingin memberinya lebih, memberinya sesuatu yang berharga, yang tak dimiliki manusia manapun.

Dan benar saja, dia dengan tangannya yang kaku menggambarkan sebuah rubah kecil.  

Malam itu. Aku terbebas.
Cahaya yang begitu terang menerangi seisi kuil.

Keajaiban datang kepadaku.

Tubuh rubahku berubah menjadi seorang wanita seperti saat aku hidup dahulu.

Aku sangat senang dan rasanya seperti mimpi, dan jika itu mimpi aku takut untuk bangun.

***

"Kamu sudah bangun?" aku tersenyum memandangi lelaki itu.

"Lo siapa?". Lelaki itu terkejut.

"Terimakasih telah membebaskanku. Aku senanggg sekaliii"

Aku memeluknya.

"Siapa sih?! Gak kenal main peluk aja". Dia melepaskan pelukanku.

Ohya, aku bahkan belum memperkenalkan diriku padanya.

"Aku Liara, semalam kamu yang membebaskan aku dari kuil tua ini"

"Masa sih?! Kenal lo aja nggak!". lelaki itu menatapku dengan tatapan merasa aneh.

"Mungkin kamu nggak ingat, tapi aku memang dibebaskan olehmu" Aku berusaha agar dia tidak menganggap diriku ini aneh di matanya.

Lelaki itu tampak tidak peduli.
Namun itu membuatku tertarik padanya, dan aku benar-benar ingin mengikutinya jika dia ingin pergi.

"Boleh aku ikut denganmu?" tanyaku.

Namun dia tidak menjawabku dan malah menepuk-nepuk tasnya seakan terburu-buru untuk pergi.

"Aku menyukaimu".
Aku tidak tau bagaimana aku bisa mengatakan itu, sialan. Pasti lelaki itu benar-benar menganggapku aneh.

"Gua pergi ya, cewe gak jelas".

Aku paham yang dia maksud, bahasa jaman kini, walaupun aku hidup di masa lalu. Namun aku mengerti bahasa seperti itu karena pernah ada pengunjung kuil meninggalkan sebuah buku yang berisikan kisah- kisah cinta jaman kini yang menggunakan bahasa yang sama seperti lelaki itu.

"Aku menyukaimu, aku ingin ikut kemanapun kamu pergi". ucapku.

Namun lelaki itu hanya melirikku.

"Lo cantik, tapi gak waras". ucap lelaki itu.

Aku terkejut dengan ucapannya. Tentu saja aku merasa jengkel. Dia tidak tahu makhluk apa aku ini. Bahkan 10 manusia pun tidak akan kuat untuk melawanku.

"Kamu nggak tau siapa aku. Aku ini gumiho" mataku menatapnya dengan serius.

Namun lelaki itu hanya tertawa.

"Makin gak waras, udahlah gua pergi dulu".

Aku kesal. Dia tak mempercayaiku sama sekali. Baiklah, jika dia memang tak ingin aku ikut dengannya karena memang sikapku ini aneh.

Namun rasa penasaranku tentang lelaki itu memuncak. Aku ingin mengikutinya. Aku ingin memulai hidup baruku dengan lelaki itu. Lelaki yang telah membebaskanku dari kuil yang usianya sama denganku.

Aku mengikutinya.

Tampak seekor babi dibelakangnya. Aku ingin menolongnya. Pasti manusia takut pada babi liar seperti itu.

Benar saja, lelaki itu terkejut saat menoleh ke belakang. Dan aku pun mengejar lelaki itu.

Sudah lama aku tidak berlari di alam bebas.

"Hai". Aku menyapanya dan tersenyum padanya.

Lelaki itu terkejut karna aku tiba-tiba berada disampingnya.

"Lo kok disini sih?!"

"Lari lah, biar aku urus babi itu". ucapku padanya.

Mukanya tampak memerah.

"Ngapain sih, siapa juga yang takut sama babi".

Dia memegang tanganku.

"Ayo lariiii".

Aku dan lelaki itu berlari bersama.
Rasanya dadaku penuh. Entah aku merasa sangat senang. Ini seperti dia mengajakku untuk ikut dengannya.

Kami berlari sampai pada pinggir hutan.

"Huftt, lo capek?". Deru napas lelaki itu terdengar. Dia menyeka keringat di dahinya.

"Nggakkk, aku senangg". Aku tersenyum lagi padanya.

Rasanya aku ingin terus terseyum kepadanya. Karna ku rasa aku sangat senang saat bersamanya.

"Aneh lo, ohya nama gua Kennant".
 
Dia mengulurkan tangannya. Aku lun membalas uluran tangannya.

"Iya aku tau, aku Liara".

"Oke".
"Liara, mending lo pulang deh, gua mau balik ke Jakarta juga soalnya".

"Aku nggak mau pulang ke kuil itu lagi, boleh aku ikut denganmu?".

Aku memohon padanya. Ku harap dia mau membawaku pergi. Sebelum Ketua Kuil tau bahwa Rubah Putihnya telah bebas.

"Jangan Lia, Jakarta jauh, lo nggak takut apa kalo pergi sama cowo terus ntar ada apa apa?".

Lelaki itu menatapku tajam.

"Kamu baik Kennant".

"Hahaha, lo kan belom kenal sama gua".

Dia tertawa.

"Lagian lo juga nggak jelas, aneh".

"Aku rubah putih, kamu mungkin lupa kalau aku yang kamu bebaskan semalam".

"Udahlah gak ingat gua, pergi dulu ya".

Dia berlari dan meninggalkanku lalu sebentar menoleh ke arahku.

Sepertinya dia benar-benar ingin menghindar dariku.

Aku ingat dia bilang akan pergi ke Jakarta.
Aku ingin menyusulnya.

***

Aku pergi ke pemukiman.

Aku ingin tau bagaimana cara agar aku bisa pergi ke Jakarta.

Aku bingung.

Aku melihat pria tua sedang memikul kayu besar.
Mungkin jika aku menolongnya, dia akan memberitahuku letak Jakarta.

"Pak, mau dibantu?" aku menghampiri pria tua itu.

Entah mengapa sebenarnya aku tidak ingin memanggilnya kakek. Mungkin karena aku merasa harga diriku sebagai makhluk yang lebih tua menjadi rendah.

"Gak akan kuat mbak, kayunya berat".

Aku mengambil kayu itu dari punggungnya.

Tentu saja aku kuat.

"Tenang pak, aku kuat kok"
"Terus, ini kayunya dibawa kemana ya?"

***

Aku menaiki mobil. Jaman sudah semakin canggih. Ini pertama kalinya aku menaiki mobil. Aku pun diberitahu bahwa kendaraan besi ini bernama mobil oleh pria tua yang aku tolong tadi.

Sebagian manusia jika diperlakukan baik, akan membalas kebaikan juga.

Beruntunglah pria tua ini mau memberikan tumpangan untuk pergi ke Jakarta.
 
Sangat- sangat kebetulan. Kebetulan yang membuatku senang selain bertemu kembali dengan lelaki itu.

Kennant, aku ingin bertemu kamu lagi.

Aku menikmati pemandangan yang kini sudah sangat berbeda.

Gedung-gedung tinggi dengan lampu-lampu yang menghiasi di sepanjang jalan.

Aku tidak tau akan memulai hidup bagaimana. Yang jelas, aku ingin bertemu Kennant dan ikut dengannya.

***

"Mbak cantik, hati-hati di Jakarta,disini rawan penjahat". ucap pria tua kepadaku.

Pria tua itu pamit setelah mengantarku tepat di sebuah gedung.

Aku tersenyum padanya.

Aku tidak tau harus mencari Kennant dimana.

Aku hanya tau dia ada di Jakarta.

Aku menelusuri jalan dengan perasaan bingung.

Orang-orang disekitar sibuk dengan urusan masing-masing.

Aku memainkan jari-jariku. Memandangi orang-orang disekitarku.

Aku duduk disebuah bangku taman.

Aku benar-benar tidak tau harus mencarinya dimana.

Andai baunya tercium. Aku pasti akan berlari padanya.

***

Kennant's POV

Sialan. Mimpi itu lagi.
 
Gua ga nyangka bahwa gadis yang gua temui saat di kuil itu terus muncul di mimpi.

Siapa sih? kenal juga nggak.

Gua berusaha mengingat yang terjadi saat di kuil.

Dia bilang dia rubah putih.

Masa iya sih?

Ngayal kali tuh orang. Mana ada rubah bentukannya cewe cantik.

Pikiran gua makin gak jelas.

Akhirnya gua memutuskan untuk siap-siap berangkat kuliah daripada mikirin cewe ga jelas itu.

***

Liara's POV

Aku terus berjalan, mencari sosoknya.
Ku harap keajaiban muncul lagi padaku.

Kennant kamu dimana?

"Lia?"

Aku menoleh, aku sungguh mengira itu adalah Kennant.

"Lia toh disini sedang cari apa?".

Pria tua itu turun dari mobilnya dan menghampiriku.

"Aku lagi cari seseorang pak". ujarku.

"Tau alamatnya dimana?"tanyanya.

Aku menggelengkan kepalaku.

"Yah gimana sih mbak Lia, bahaya di Jakarta sendirian".

Aku tidak takut itu pak sama sekali tidak, yang aku takutkan jika aku harus dikurung lagi di dalam kuil tua itu. Batinku.

"Mending ikut bapak dulu ke rumah,istirahat dulu Lia".

Aku sebenarnya lelah. Dan perutku sangatlah lapar.

"Iya".

Hujan turun. Aku segera menaiki mobil bapak itu.

Aku mencium aroma tubuh Kennant.

Kennant, kamu ada disini.

Aku turun dari mobil.

"Mau kemana Lia??"

"Sebentar pak".

Aku berlari mendekati aroma itu.
Hujan terus membasahi tubuhku.

Kennant..

Aku menemukannya.

Tak terasa mataku berair.

"Kennant!!!!" Aku berteriak dan menatapnya.

Dia berlari ke arahku.

Semakin dekat.

"Lia".

Suara itu, suara yang sejak awal aku mendengarnya aku langsung suka.

Tatapannya tegas.

"Kennant, aku menyukaimu".
"Kennant, aku ingin ikut denganmu".

Dia diam.

"Iya Lia".

Dia memegang tanganku dan dia membawaku berteduh di bawah pohon rindang.

Hujan semakin reda.

"Lia, kenapa gua terus mimpi lo?" Tanyanya.

"gua penasaran Lia, lo siapa?". dia bertanya lagi.

"Aku rubah putih kuil tua Kennant".
"Kamu mungkin memang nggak percaya".

"Lo boleh tinggal sama gua, asal kalo tidur pisah".

"Iyalah Kennant".

Aku senang, aku bisa ikut dengannya.
Aku lupa pria tua itu pasti sedang menungguku, aku melihat ke arah tempat mobilnya.

Namun mobil itu sudah tidak ada. Ah mungkin pria tua itu sudah pergi.

Kennant membawaku pergi.

Hujan seperti selalu mempertemukan aku dan Kennant.

***

"Mau makan apa Lia?"
"Aku suka daging sapi!!"
"Nggak ada, Lia. Kita makan sayur sama mie".

Aku tidak suka sayur. Aku benci. Rasanya selalu ingin muntah.

"Aku nggak suka sayur".
"Kenapa Lia?".

Sebenarnya aku jadi tidak enak kalau harus pilih-pilih makanan.

"Nggak apa-apa".

"Yaudah, tunggu ya Lia".

Kennant memasakan makanannya.
Aku mendekatinya.
"Ken, aku nggak tau cara masak".
"Lo cewe masa ga bisa masak".
"Aku dikurung terus dikuil".
"Lo tinggal dikuil selama apa sih?!".
"Lima ratus tahun". ucapku sambil mengacungkan lima jariku.

"Ck, iya deh".
"Kamu percaya?".
"Nggak".
"Nih udah jadi, makan tuh".

Aku sungguh tidak suka sayur. Tetapi akan ku coba, hidup sebagai manusia, harus bisa. harus.

Aku terus mencoba menghabiskan makananku.

Namun perutku sangat mual. Kepalaku pusing.

Pandanganku gelap.

***

Kennant's POV

"Nih cewe kenapa sih?! Di kasih sayur kok pingsan, dikira racun apa".

Gua gak tau kenapa tiba-tiba cewe ini malah pingsan.

Ribet juga ngurus cewe ga jelas kaya gini.

Entah kenapa juga gua mau bawa cewe ini ke rumah. Kaya ada yang dorong gua untuk bawa dia tinggal sama gua.

Yaudahlah, lagian gua juga penasaran dia ini makhluk apa dan siapa.

Badannya panas. Dia demam.
Dia alergi sayur? baru tau ya kalo alergi sayur tuh emang ada.
gua bawa dia ke shofa.

Cewe ini emang cantik sih, cantiknya tuh baru nemu.

Parasnya.

Pipinya merah kalo senyum.

Lah, kenapa juga dipikirin.

Gua kompres dahinya terus sampe demamnya turun.

***

Liara's POV

Aku terbangun. Duh. Kemarin aku pasti pingsan.

Sayur sialan. Dan bodohnya kenapa aku harus lemah cuma karena sayur.

Dahiku basah.

Kennant. Dia tertidur. Aku tidak bisa menyembunyikan senyumku. Lelaki itu menjagaku. Aku ingin terus melihatnya saat tidur.

Kennant, terimakasih lagi.

Aku ingat janjiku pada diriku sendiri. Aku ingin memberinya sesuatu berharga.
Nanti ya Kennant, saat kamu benar-benar membutuhkannya aku akan memberikannya padamu.

"Lia, masih sakit?"

Dia bangun. Matanya setengah terbuka, dia berdiri dan pergi.

"Lia, gua mau ngampus. Tunggu rumah aja ya".

Aku nggak tau apa itu ngampus.

"Apa ken?". aku bangun dan duduk di shofa.
"Aku mau sekolah dulu Liaaa".
"Aku mau ikut".

***

Aku diperbolehkan ikut, karena aku memaksanya. Lagipula aku akan bosan jika harus menunggunya pulang.

"Lia, tunggu disini aja, gua beli makan dulu".

"Iya".

Aku menunggunya di mobil.

Kennant menyebrangi jalan.
Mobil dari arah lain bergerak begitu cepat.

"Kennant!!!!"

Aku terlambat. Mobil itu menyerempet Kennant.
Aku marah,sedih, dan kesal.

Kennant terbaring, kepalanya terbentur dahinya berdarah.

Aku panik, dan minta seseorang untuk menolong.
Akhirnya Kennant dibawa ke Rumah Sakit.

Kennant, mungkin saatnya aku memberikan berlianku, berlian yang menjadi sumber kekuatanku.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun