Orang itu berbicara bahasa Indonesia. Aku kaget, karena suaranya terdengar merdu dan lembut. Ia menyebutkan sebuah nama, lalu bertanya apakah Papa orang yang dimaksud. Itu memang nama Papa. Dan Papa mengakuinya.
Sedang ia berbicara dengan Papa, serdadu-serdadu yang lain tidak bergerak dan tidak bersuara. Mereka amat menghormatinya.
Selesai dengan Papa, dia memberi perintah dalam bahasa Jepang. Beberapa dengan kasar mengikat tangan dan kaki Papa, Mama, dan Koko-koko. Sementara yang lainnya menggeledah ke sana-kemari.
Aku benar-benar ngeri.... Pandanganku berkabut saking derasnya air mata....
Tiba-tiba, tanpa sempat aku menutup pintu kembali sehabis mengintip, tiga orang prajurit menghambur masuk kamarku. Ketika melihatku, pandangan mereka seperti kucing melihat ikan asin. Refleks, aku menarik selimut dari atas kasur, hendak menutupi tubuhku yang serasa digerayangi oleh pandangan bernafsu mereka.
Mereka berbicara satu sama lain dalam bahasa Jepang. Kemudian terkekeh-kekeh. Salah seorang menyelendangkan senapannya. Lalu mendekatiku. Aku menarik selimut lebih tinggi dan lebih rapat. Tapi secepat kilat ia merenggut selimutku. Seorang temannya bersiul sambil mengatakan sesuatu. Ketiganya terbahak-bahak. Aku menengkurap di atas kasur.
Mendadak si penarik selimutku menjatuhkan diri ke atasku!... Aku menjerit keras-keras.... Dia membekam mulutku dengan satu tangan, tangan lainnya menggerayangi tubuhku.... Dia menciumi leherku secara membabi-buta....
Aku jijik sekali! Aku dicekam takut yang luar biasa, tapi reaksiku justru bisa lebih membahayakan. Kugigit kuat-kuat tangannya yang menutup mulutku....
Tamparan yang begitu keras mendarat di pipi kiriku.... Telingaku berdenging kencang sekali.... Pandanganku berkunang-kunang.... Asin darah terasa mengalir di bibir....
Dari sudut mata, kulihat orang itu cepat-cepat menurunkan senapannya sembari berteriak-teriak. Dua temannya mengokang senapan mereka juga.
Aku terpaku.... Ujung bayonet senapan itu mengarah ke mukaku!... Dia mau menusukku, entah di sebelah mana...!