Mohon tunggu...
Rini DST
Rini DST Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga - Seorang ibu, bahkan nini, yang masih ingin menulis.

Pernah menulis di halaman Muda, harian Kompas.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Hari Tua di Panti Werdha, Yes or No? Simak Cerita Oma Cinta

2 Maret 2022   00:15 Diperbarui: 13 Maret 2022   12:53 3238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Pixabay

Sejak saat itu, oma “lipstik” tidak mau bertegur lagi dengan oma Cinta. Lagi-lagi hubungan toksik terjadi.

Tak seberapa lama kemudian, oma “lipstik” sudah tidak bisa berjalan. Usianya sudah 99 tahun. Oma Cinta mencoba mengajak bicara.

“Apakah oma ingat saya, saat kita berjalan-jalan di Mall Senayan, untuk melihat jam dengan boneka menari?”

“Tidak, kamu kan orang baru di sini,” kata oma “lipstik”, ”Saya sudah lama di sini.”

Oma “lipstik” lupa, dan sudah pikun. Juga sudah tidak bisa berbicara Bahasa Inggris lagi. Hanya bisa berbicara Bahasa Indonesia, campur Bahasa Belanda. Sesudah berusia 100 tahun, sakit tua dan meninggal dunia.

*****

Oma "kartu" bermain kartu berempat, oma Cinta--oma Kasih--dia dan seorang oma lagi. Oma "kartu" mengerti cara bermain kartu yang dikenal dengan sebutan “empat puluh satu”. Caranya mengumpulkan kartu yang sama, hingga nilainya berjumlah empat puluh satu. Nilai tertinggi terdiri dari As--K--Q--J. Pemain yang merasa nilainya sudah banyak, walaupun nilainya belum mencapai 41 boleh membuka kartunya.

Kalau nilainya menjadi terbesar, dia akan akan menang. Tetapi kalau ada yang nilainya lebih besar, dia menjadi kalah terhadap yang nilainya lebih besar. Menurut aturan yang mereka gunakan, karena membuka terlebih dahulu menjadi terbakar. Maksudnya menjadi paling kalah, dan harus mengocok kartu untuk permainan berikutnya.

Oma “kartu” membuka kartu berwarna merah yang dikumpulkan, yang nilainya belum 41. Tetapi oma yang seorang lagi mengumpulkan kartu berwarna hitam, dan memiliki nilai lebih besar. Oma “kartu” kalah. Tetapi oma "kartu" tidak bisa menerima, bahwa dia paling kalah.

Oma-oma lain menjelaskan aturan yang digunakan. Mereka yang membuka kartunya, tetapi kalah menjadi terbakar. Paling kalah dan harus mengocok kartu untuk permainan berikutnya. Oma "kartu" mengotot dia tidak paling kalah, dan tidak mau mengocok kartu.

Oma “kartu” tidak bisa mendengar penjelasan oma-oma lain karena sudah tuli. Dia menjadi marah dan tidak pernah mau ikut bermain kartu lagi. Hubungan toksik lagi tak terhindarkan, toksik parah memusuhi lebih banyak orang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun