Yang dimaksud di sini bukanlah anjuran untuk beraskese (bertapa). Sekali lagi, tafsiran semacam itu dicegah oleh dekatnya perkataan ‘tubuh’ dalam ayat 1.[21]
Secara positif, anjuran Paulus berbunyi: berubahlah oleh pembaharuan budimu. Atau, menurut terjemahan yang mungkin lebih tepat:’biarlah rupamu diubah terus”. Rupa itu bukan hanya segi manusia yang lahiriah.
Seperti yang nampak dalam Flp.3:21, baik pola maupun rupa bagi Paulus mengandung pengertian: wujud, yang menunjukkan hakikat. Maka perubahan yang diharapkan dari orang-orang percaya itu bukan hanya perkara lahiriah saja.
Yang diharapkan ialah perubahan hati, yang terwujud dalam seluruh kehidupan. Perubahan itu berlangsung oleh pembaharuan budimu. Perkataan Yunani nous, yang di sini diberi terjemahan ‘budi’ muncul juga dalam 1:28, dalam 7:23 dan 25, dan baru saja dalam 11:34.
Kata ini dipilih karena dalam hubungan ini memang yang dimaksud ialah perubahan kelakuan manusia, bukan perubahan pikirannya saja. Yang dimaksud ialah: pusat kemauan kita, yang mengambil keputusan-keputusan ysng menentukan tindakan kita.
Pusat itu perlu diperbarui. Kita telah melihat bahwa pembaruan hidup dikerjakan oleh Roh Kudus (7:6; 8:4). Namun di sini manusia sendiri juga diajak untuk membarui diri. Pendekatan ganda seperti itu sudah kita temukan pula dalam tafsiran 9:16.
Bagian kedua ayat ini menyebut hasil pembaharuan budi.
Tujuannya ialah: sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah.
Kata kerja Yunani dokimazein berarti: memeriksa, menguji. Ternyata kehendak Allah tidak dengan sendirinya jelas, karena 2 alasan.
Pertama, karena dalam kehidupan sehari-hari seorang Kristen dihadapkan dengan berbagai keadaan. Sering kali adalah sulit baginya untuk begitu saja menentukan sikapnya.
Lebih-lebih pada masa kini, dari perkembangan teknis yang begitu cepat di berbagai bidang, orang Kristen tidak begitu saja dapat menetukan apakah dia boleh menggunakan aneka ragam sarana mutakhir.