Hubungan mereka dengan Allah dibuat, diteguhkan, dan diperbarui dalam upacara ibadah itu.
Upacara ibadah yang ditentukan Allah bagi Israel harus menjadi pengungkapan yang nyata dari iman mereka. Namun, iman yang sungguh-sungguh ingin menyatakan dirinya secara lahiriah.
IV. Penggabungan Teologi Ibadah Dari PL dan PB
Allah dalam rahmat-Nya yang berdaulat telah berkenan untuk memberikan diri-Nya dalam Roh Kudus kepada orang lemah, rusak, dan berdosa, dan hal ini merupakan alasan tertinggi bagi ibadah dan syukur kita. Banyak hal yang telah, sedang, dan akan dilakukan Allah melalui persatuan orang dengan Kristus. Semuanya itu adalah alasan untuk menyembah dan beribadah kepada-Nya.[29]
Sebenarnya jiwa ibadah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah sukacita. Bersukacita bertemu dengan Allah dan memberikan persembahan kepadaNya. Hal ini juga nampak dari syair-syair pemazmur yang memuji-muji kasih setia Allah di setiap waktu mereka, dimana mereka luput dari marabahaya, serangan musuh, atas segala kebaikan Allah sebagai gembalanya.
Dimana Tuhan bertindak, di situ dikerjakan-Nya perbuatan ajaib menurut maksud-Nya yaitu rancangan-Nya yang tak terbayangkan manusia, rencana keselamatan-Nya itu pasti dilakukannya untuk kita, demi pembebasan kita. Dalam semuanya itu, Tuhan menyatakan diri sebagai yang tak terbandingi. Itulah sebabnya manusia tidak dapat membalas tindakan Allah itu dengan suatu pemberian berupa korban.[30]
Sesuatupun yang diusahakan manusia tidak dapat mengimbangi perbuatan-perbuatan ajaib Tuhan; tidak ada jasa yang dapat disodorkan kepada Allah, apa saja yang manusia perbuat bagi Tuhan diberikan kepadanya oleh Tuhan sendiri:
“Engkau membuka telinga (harf: Engkau menggali telinga bagiku) untuk mendengar seperti seorang murid” (Yes.50:4-5). Sebenarnya manusia tidak dapat mendengar, melihat, dan mengerti kalau Tuhan sendiri tidak membuka telinga, mata, dan hatinya.
Ketika seorang percaya masuk ke dalam bait suci untuk mengucap syukur, di situ ia datang menyerahkan diri sendiri, dengan merelakan dirinya menjalankan kehendak Allah. Untuk mengetahui apa yang berkenan kepada Allah, dibutuhkan suatu pedoman, yang diberikan kepadanya dalam Alkitab.[31]
V. REFLEKSI
Gereja berfungsi seperti kelompok imam yang mempersembahkan kurban syukur kepada Allah. Bila gereja mengenal tanggung jawabnya untuk mempersembahkan ibadah maka hal ini cocok dengan arti dasar kata ‘latreia’ yaitu “kebaktian atau pelayanan”.
Sayang, terlalu sering orang mengikuti ibadah dengan pikiran, “Apa yang dapat saya peroleh dari kebaktian ini?” Sedangkan pikiran yang lebih tepat ialah “Apa yang dapat saya persembahkan (kepada Tuhan) dalam kebaktian ini?”
Orang-orang percaya hanya dituntut untuk mempersembahkan dirinya kepada Allah, yaitu melakukan ibadah dengan benar, baik ibadah ritual maupun ibadah sosial sebagai aplikasi responnya terhadap kasih Allah