Allah tidak meminta orang-orang percaya untuk mempersembahkan seluruh harta miliknya atau tubuhnya untuk dijadikan korban persembahan (korban sajian atau bakaran), tetapi menjadikan dirinya seorang hamba yang taat kepada Allah. Hanya satu yang diinginkan-Nya, yaitu mengasihi Dia dengan sepenuh hati, jiwa, dan kekuatan kita.
Kita mengasihi Dia, tentu juga mengasihi semua ciptaan yang lain. Kita melayani sesama dengan kasih kita tehadap Dia, menyayangi makhluk ciptaan yang lain sebagai ucapan syukur kita atas segala karunia-Nya, itulah ibadah kita yang sejati.
VI. KESIMPULAN
Ibadah adalah pelayananan dan persembahan umat kepada Tuhan. Apa yang harus dipersembahkan? Tidak lain adalah tubuh, dalam arti seluruh pikiran, perkataan, dan perbuatan, pokoknya seluruh kemampuan dan kegiatan kita harus dipersembahkan kepada Tuhan.
Ini berarti penyerahan secara total akan hidup kita. Oleh karena itulah persembahan itu disebut juga sebagai persembahan yang hidup. Dan karena tubuh kita dipersembahkan khusus menjadi milik Tuhan, maka persembahan itu disebut juga kudus.
Ibadah adalah persekutuan antara umat dengan Tuhan. Yang bersekutu di sini bukan hanya jasmani tetapi juga pikiran, hati, dan jiwa kepada Tuhan. Ibadah tidak terbatas pada puji-pujian bersama dan pelayanan Firman, tetapi seharusnya diteruskan dan dijadikan sikap seluruh hidup. Ibadah harus menjadi pola hidup, sehingga terwujudlah apa yang dikatakan dalam Kol.3:17 “segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan dan perbuatan, lakukanlah itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita”.
[1] James Hastings, Encyclopedia of Relegion and Ethics vol.29, (New York: Charles Scribner’s Sons, 1955), hlm.527.
[2] Riemer G, Cermin Injil, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1995), hlm.52
[3] J.D. Douglas (ed.), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid I, (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2004), hlm.409.
[4] Th.Van den End, Tafsiran Alkitab: Surat Roma, (Jakarta:BPK-GM,2000), hlm 3
[5] William Barclay, The Letter to The Romans, (Philadelphia: The Westminster Press, 1957), hlm.xxi
[6] Ibid, hlm.xxiii
[7] Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru, (Jakarta:BPK-GM, 2005), hlm.109
[8] Ibid, hlm.115-116
[9] Dianne Bergant & Robert J.Karris (ed.), Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm.250.
[10] Ibid, hlm. 265.
[11] Edwin C. Hoskyns, The Epistle To The Romans, (London: Oxford University Press,1960), hlm.424
[12] Ibid, hlm.425.
[13] Th. Van den End, op.cit, hlm.562
[14] Edwin C.H, Op.cit, hlm.426
[15] Th. Van den End, Op.cit, hlm.562
[16] Edwin C.H, Op.cit, hlm.429
[17] Roger Bowen, A Guide to Romans, (London: SPCK, 1975), hlm. 157.
[18] Th. Van den End, Op.cit, hlm.564
[19] Ibid, hlm.566
[20] Roger Bowen, Op.cit, hlm.157.
[21] Th. Van den End, Op.cit, hlm.567.
[22] Ibid, hlm.568
[23] Ibid, hlm.569
[24] Ibid, hlm.570.
[25] Emil Brunner, The Letter to The Romans A Commentary, (Philadelphia: The Westminster Press, 1952), hlm.102.
[26] Ibid, hlm. 168.
[27] H.H. Rowley, Ibadat Israel Kuno, (Jakarta:BPK-GM, 2002), hlm.30
[28] Ibid, hlm.31-33.
[29] Bruce Milne, Mengenali Kebenaran, (Jakarta: BPK-GM, 2003), hlm.285.
[30] Marie C. Barth& B.A. Pareira, Tafsiran Alkitab Kitab Mazmur 1-72, (Jakarta:BPK-GM, 2003), hlm. 422.
[31] Ibid, hlm.423.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H