"Daaa..."
"Daaa..."
"Waaah..., bisa seakrab itu?" Sambung Dirk, salah satu rekan kerjanya.
"Udah lama kenal sama dia, jauh sebelum jadi editor aku."
"Gimana ceritanya, tuh?" Rid tampaknya penasaran.
"Masih jaman SMA kelas dua di Surabaya dia ikut lomba model rambut untuk salah satu produk shampo yang diselenggarakan majalah remaja bergender cewek waktu itu," jelas Bagas sambil menatap satu persatu keempat rekan kerjanya.
"Terus...?" Tampaknya Jeane penasaran dan tak sabar ingin mendengar kelanjutannya.
"Tau sendiri kan..., waktu itu belum ada yang namanya handphone."
"Terus gimana nih ceritanya..," sambung Rid ingin yang juga ikut penasaran dan ingin segera mendengar dari mulut Bagas.
"Saat melihatnya pertama kali di majalah, apa sih yang membuat kamu tertarik?" Tanya Jeane sedikit penasaran, sehingga membuat yang lain ikut tersenyum.
"Ya..., apa ya? Mmmmh..., aku melihat tidak hanya wajahnya yang rupawan... Tapi juga merasakan bahwa dia seorang gadis yang sangat cerdas," jelas Bagas.
"Kayaknya masih klise," Jeane belum merasa puas.
"Aku percaya sih apa yang dikatakan Bagas," Dirk membenarkan alasan Bagas.