Sambil menunggu, Liza membalas email dari beberapa penulis yang menanyakan naskah atau mengirimkan bagian-bagian naskah yang harus diperbaiki ke beberapa penulis.
Meskipun sepasang matanya tertuju ke layar laptop, tapi pikirannya tetap dipenuhi dengan apa yang akan terjadi saat bertemu nanti dengan Bagas. Apa yang akan ia lakukan apakah hanya sekedar menyalaminya? Atau lebih dari itu? Misalnya memeluk?
Terus, atas dasar apa hingga sampai memeluknya? Masa lalu?
Apakah yang terpikirkan olehnya sama dengan yang dipikirkan Bagas? Kalau sama-sama memikirkan hal yang sama pasti akan menyambung. Justru jika sebaliknya, pasti malu-maluin kan?
Sekilas ingatannya kembali pada saat pertama kali bertemu dengan Bagas setelah lima belas tahun yang mereka lakukan hanya via email, handphone. Kemudian meningkat lagi lewat WA dan video call.
Dan sekarang ingatan Liza kembali menerawang ke lima belas tahun lalu. Untuk pertama kali nerima surat dari Bagas yang ingin berkenalan dengannya.
Liza sempat membalas dan menerima persahabatan yang ditawarkan Bagas.
Namun ketika Bagas bersurat lagi, serta mengharapkan Liza membalasnya, namun Liza tak pernah melakukannya.
Entah apa yang menyebabkan saat itu terhenti begitu saja korespondensi diantara mereka.
Mungkin karena keduanya sangat jauh, terlebih Liza di SMA sangat padat kegiatan yang dia ikuti.
Apalagi saat itu rasa kecewa akibat gagal maju ketahap berikutnya dalam lomba model rambut dengan salah satu produk shampo terkenal yang diselenggarakan majalah remaja bergender cewek.