Selepas mandi, Hatta bersiap-siap dengan berpakaian. Ia sudah dapat menggunakan seragam sendiri, ingat Hatta itu anak yang mandiri. Menggunakan pakaian, menyisir rambut dan menyiapkan peralatan sekolah yang akan di bawanya nanti.
Selepas bersiap-siaip, ia pergi keluar kamar kamudian berbincang sebentar tentang Sam teman barunya. Ya, lagi-lagi Sam yang ia ceritakan. Putera londo yang amat ia bangga-bangga kan kehadirannya. Sepertinya ia sudah menyebutkan nama Sam berpuluh-puluh kali pagi hari ini. Dan sepertinya hal tersebut terjadi juga pada Sam yang sepertinya bersikap sama dengan Hatta.
Tibalah saatnya Hatta untuk pergi ke sekolah. Memasuki pintu masuk depan sekolah, berjalan penuh girang layaknya seorang anak yang tengah memasuki taman bermain. Saat ia memasuki kelas, ia duduk di bangku kedua dari depan dekat pintu masuk kelas. Disana ia terduduk seorang diri, hingga akhirnya ia bertemu dengn Sam. Lagi-lagi Sam, sahabat yang sepertinya sudah ditakdirkan untuk bersama dengan Hatta. Sam pergi duduk di sebelah Hatta tentu saja. Mereka menghabiskan waktu bersama di hari pertama masuk sekolah. Bermain gasing di lapangan saat jam istirahat datang dan mengobrol menceritakan banyak hal.
Waktu berlalu dengan sangat cepat. Hatta kini telah berada dirumahnya, meskipun agak sulit untuk berpisah dengan Samdi sekolah. Mereka sempat merengek ingin bermain lagi sebentar saat diajak pulang oleh sang ibu, namun rengekan mereka kali ini tidak berhasil. Sang ibu tidak ingin mereka pulang terlambat karena ada kegiatan lain di rumah mereka masing-masing dan juga mereka tidak ingin anaknya menjadi manja bila keinginannya tterus menerus dituruti. Bukan hal itu yang mereka harapkan tentu saja. Pendidikan akhlak adalah yang utama bagi keluarga Hatta.
Hari demi hari berlalu seperti biasanya. Hatta pergi ke sekolah,bermain dengan Sam, lalu pulang untuk pergi mengaji dengan sang kakek. Begitulah kegiatan yang ia lakukan setiap harinya. Melalui hari demi hari dengan suka maupun duka. Hingga pada akhirnya, pertemanannya dengan Sam harus berakhir, karena Hatta pindah sekolah. Setelah enam bulan lamanya ia bersekolah di sana, akhirnya ia harus berpindah sekolah dan berpisah dengan Sam sang sahabat karib. Perpisahan yang menyulitkan bagi mereka berdua tentunya. Namun, bukan berarti perpisahan merupakan akhir dari pertemanan bukan?.
Hatta pindah ke sekolah rakyat. Sekolah Dasar Melayu Fort de kock, disana ia sekelas dengan sang kakak Rafiah. Terdengar aneh mungkin, namun begitulah kenyataannya. Tak banyak kisah menarik yang terjadi selama ia bersekolah disana, sama seperti memori bersekolah pada umumnya. Hatta bersekolah di sana selama tiga tahun kurang lamanya. Ia hanya bersekolah selama tiga tahun kurang karena, pada pertengahan semester di kelas tiga, pelajaran disana terhenti. Oleh sebab itu, ia dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) yang bertepatan di Padang (kini menjadi SMA Negeri 1 Padang). Hatta mengenyam pendidikan di ELS hingga tahun 1916.Â
Selama ia mengenyam pendidikan disana, Hatta tumbuh sedikit demi sedikit menjadi pribadi yang cerdas dan leih dewasa. Semakin bertambahnya ilmu pengetahuan yang ia ketahui tentunya, ia tumbuh cerdas dan menjadi anak yang memiliki rasa ingin tahu yang besar. Hatta sudah sangat gemar membaca sejak kecil, akan tetapii hobinya itu berkembang seiring berjalannya waktu. Sekarang ia tidak hanya membaca buku cerita dongeng saja. Buku bacaan Hatta kini telah berkembang menjadi lebih berkualitas. Hobinya itu berhasil membuat Hatta menjadi anak yang cerdas, karena pengetahuannya terus bertambah seiring dengan banyaknya buku yang ia baca.
Semasa sekolah, Hatta dikenal sebagai anak yang cerdas. Saat itu ia memiliki keinginan untuk dapat bersekolah di salah satu sekolah yang berada di Batavia (Jakarta). Ia ingin dapat bersekolah di HBS yang bertempatan di Batavia.
"Mulai hari ini aku harus belajar lebih giat lagi, agar aku dapat lolos ujian dan masuk ke sana. Ayo semangat Hatta! Kamu pasti bisa! Bismillah..." begitulah kira-kira cara Hatta menyemangati dirinya sendiri untuk dapat mewujudkan niatnya yang ingin mengenyam pendidikan disana.
Apa yang ia ucapkan tidaklah sekedar omong kosong belaka. Hatta benar-benar mengerahkan usaha yang ia bisa agar dapat lulus ujian masuk ke HBS. Bila ada waktu ia akan belajar sebisanya di perpuskaan sekolah. Membaca buku-buku pengetahuan agar wawasannya semakin luas. Ia kerahkan apa yang ia bisa demi dapat lulus ujian. Tak jarang ia kedapatan oleh ibunya tengah belajar hingga larut di kamarnya. Membaca buku memanglah hobi Hatta sejak kecil. Namun, melihatnya berusaha sekeras ini untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, dapat kita lihat bahwa Hatta orang yang sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu. Sang ibu yang mengetahui hal tersebut pun merasa cemas. Entah mengapa kali ini ia merasa ada sesuatu yang tidak selaras dengan apa yang ia haapkan.
Ujian untuk masuk HBS telah diselenggarakan. Kini yang dapat Hatta lakukan hanyalah menunggu hasil dari ujiannya dan melihat apakah ia berhasil lulus atau tidak.Â