Bung Hatta
Angin menyambut, Matahari berseri, dan pohon-pohon menari seolah memberi isyarat bahwa mereka kegirangan. Disisi lain, terdapat wanita yang tengah kelelahan. Lelah namun bahagia, mengingat bahwa perjuangannya menahan rasa sakit dan menanggung bebasn selama ini telah terbayar untas oleh lahirnya malaikat kecil yang dimana saat kelahirannya seolah alam pun ikut bahagia karenanya. Bayi lakilaki, lahir dengan sehat dan bahagia. Doa dan harapan-harapan kecil selalu terucap dari mulut sang ibu, tatkala meihat sang putra. Dan kita tahu bahwa do'a ibu merupakan kekuatan yang teramat besar bagi anak anaknya.
Pada 12 Agustus 1908, hari dimana pasangan asal Minangkabau ini tengah bercucuran air mata haru. Muhammad Athar, begitulah Muhammad Djamil dan Siti Saleha menamai anak mereka. Nama yang sudah ketara sekali memiliki kaitan erat dengan ke islaman. Nama Athhar sendiri diambil dari bahasa Arab yang memiliki arti "harum". Muhammad Athar lahir dari keluarga yang memiliki latar belakang Islam yang kental. Sang ayah, Muhammad Djamil merupakan keturunan dari seorang Ulama tarekat di Batuhampar, Payakumbuh, Sumatra Barat. Sedangkan sang ibu Siti Saleha beasal dari keluarga pedagang di Buikittinggi,beberapa orang mamaknya merupakan pedagang besar di Djakarta .Sang Kakek dari pihak ayah, yaitu Abdurrahman Batuhampar sendiri merupakan seorang pendiri masjid Batuhampar .Masjid yang merupakan bekas sejarah dari Perang Padri yang masih bertahan dan tersisa.Â
Hari bahagia, hari dimana mereka damba. Tatkala Hatta lahir ke dunia, sambutan Adzan dari sang ayah pun berkumandang ditelinganya, seraya memanjatkan doa saat adzan selesai berkumandang ,"Semoga engkau selalu berada dalam lindungan Allah wahai putraku, semoga engkau dapat tumbuh menjadi orang hebat yang nantinya akan berjasa pada negeri ini..amin..." Ketulusan sang ayah amat sangat ketara disaat ia memanjatkan do'a bagi sang putra. Berharap bahwa sang putra dapat menjadi seseorang yang akan berjasa pada negeri, seolah menjadi mantra bagi Hatta si bayi lelaki mungil yang berada dalam gendongan ayahnya. Tatkala menyaksikan interaksi yang terjadi sejak tadi antara suami dan anaknya tersenut, sang ibu tersenyum haru selagi terus memandangi dan malah semakin lekat memandangi keduanya. Seraya memandangi keduanya dengan penuh rasa kasih, ia memanjatkan do'a.Â
Hari demi hari dilalui dengan penuh suka dan duka. Menjalani hari sembari mengawasi perkembangan sang buah hati tersayang. Melihatnya belajar membalikan badan dari posisi berbaring, melihatnya tersenyum gemas saat sang ayah maupun ibu berusaha mengajaknya bicara. Semua hal kecil itu merupakan penghibur diri, pelepas penat sang ayah maupun ibu dari kegiatan beraktivitas sehari-hari di negeri jajahan Belanda ini. Keluarga Hatta memang bukanlah keluarga yang miskin atau terpuruk tinggal di negeri yang tengah berada dalam masa penjajahan, namun tetap saja ada kekhawatiran yang menghantui mereka. Rasa khawatir akan terjadi sesuatu yang mengancam keluarga mereka nantinya. Biar bagaimanapun mereka tetaplah warga negara Indonesia yang negerinya sedang ada dalam jajahan bangsa lain. Keadaan yang damai belum tentu akan selalu menyuguhkan kedamaian batin pada mereka. Seperti halnya pepatah yang menyatakan bahwa "Air yang tenang belum tentu tidak menyimpan bahaya di dalamnya."
Hatta lahir sebagai anak yang sehat, ceria dan juga pintar. Di sebuah ranjang yang terletak di satu kamar, terlihat Hatta tengah bermain main di atas kasur dengan mainannya. Sang ibu mengawasi sembari merapikan pakaian kedalam lemari yang terletak di pojok kamar tersebut. "Hatta..., putra ibu yang paling tampan... Nanti kalau sudah dewasa Athar tidak boleh nakal yaa. Athar tidak boleh jahat terhadap orang lain, Athar tidak boleh menindas orang lain. Pokoknya.. Athar harus tumbuh menjadi orang yang hebat nantinya." Mengajak sang putra berbicara dengan nada lembut penuh kasih. Hatta, begitulah panggilan yang ia dapatkan dari orang orang di sekitarnya. Panggilan tersebut ia dapatkan karena bagi orang orang di wilayahnya, nama Athar sedikit sulit untuk dilafalkan. Oleh karena itu, masyarakat sekitar memanggil Athar dengan panggilan Hatta dan dalam pelafalannya hampir sama dengan pelafalan nama Athar. Sholeha tau bahwa putranya belum dapat mengerti sepatah kata pun yang ia ucapkan tadi, namun setidaknya hal sederhana tersebut dapat ia jadikan sebagai sarana untuk bercerita. Sarana untuk menceritakan segala keluh kesah yang dialaminya sehari-hari. Setidaknya, dapat mengurangi sedikit beban tatkala melihat Hatta yang seringkali kedapatinya mengubah raut di wajah gembulnya. Raut wajah yang tiba-tiba berubah serius saat sang ibu mengajaknya bicara, membuatnya terlihat seolah-olah mengerti akan apa yang diucapkan sang ibu.Â
Saat tengah asik bercerita, tiba-tiba Hatta merengek karena mainannya yang terjatuh dari atas ranjang. Ia terus-terusan merengek sampai diambilkannya mainan tersebut oleh sang ibu. "Lain kali hati-hati ya..," kata sang ibu sembari mencubit gemas pipi gembul Hatta yang memerah akibat menangis tadi. Saliha melanjutkan kembali aktivitasnya, begitu pula dengan putranya Hatta yang kembali disibukkan dengan mainan miliknya. Menghabiskan waktu bersama sembari terfokus dengan kesibukan mereka masing-masing, sembari menunggu kedatangan ayahnya ke rumah. Sesekali, Saliha mencuri curi pandang pada sang putra ditengah kesibukan pekerjaannya merapikan pakaian. Melihat tingkah menggemaskan bayi mungilnya sembari melakukan pekerjaan rumah, dapat membuat kegiatan melelahkan ini menjadi sungguh menyenangkan. Ayah Hatta merupakan seorang pedagang, setelah meninggalkan kehidupan sebagai sebagai seorang ulama karena lebih tertarik dengan berdagang. Sebagaimana biasanya keadaan dalam surau, pekerjaan dengan cara berdagang sangatlah lumrah atau umum dilakukan.Â
"Assalamu'alaikum.., Ayah pulang..!," ucap sang ayah sembari membukakan pintu depan. Hal tersebut sontak membuat Saliha dan Hatta terkesiap karena terkejut akan kedatangan sang Ayah yang masuk tiba-tiba. Ditambah lagi, saat itu keduanya tengah fokus dengan kegiatan mereka masing-masing. Hatta yang terfokus dengan mainannya dan sang ibu yang sedang sibuk melipat pakaian sembari memandangi putranya. Djamil pergi memasuki kamar dengan girangnya. Entah tak sabar untuk membaringkan diri di atas kassur untuk melepas penat, atau ingin cepat-cepat pergi menemui Hatta putra kecilnya.Â
Djamil masuk ke kamar dimana Hatta berada. Menggendongnya girakmng sembari menciumi pipinya. Taklupa pula menghampiri sang istri. Membiarkan Saliha menyalami dan menyambut kedatangannya pulang dengan senyuman indah. Kehangatan tercipta oleh interaksi diantara mereka bertiga. Keluarga harmonis yang selalu terlihat bahagia pada setiap waktunya. Namun, hidup tetaplah hidup. Tidak ada kehidupan yang akan selalu bahagia. Mungkin memang itu yang diharapkan oleh Djamil dan sang istri, memiliki kehidupan indah hingga akhir hayat, tetapi tidak tahu rencana Sang Pencipta. Tak ingin menyia nyiakan kesempatan bersama, sang ayah mengajak Hatta bermain bersama. Mengajaknya berbicara seperti apa yang dilakukan sang ibu, meng ayun-ayun Hatta hingga ia tertawa lepas. Hingga akhirya, saat jam menunjukan pukul setengah sepuluh malam, Hatta tertidur. Sang ayah yang sedari tadi menimang si bayi mungil, kemudian pergi ke kamar untuk meletakkan Hatta diranjang tempat tidurnya. Meletakkan kepala mungil Hatta diatas bnatal empuk, dan membaringkan tubuh mungilnya diranjang dengan amat hati-hati. Setelah itu, ia duduk ditepi ranjang sembari menatap lekat sang anak. Tatapan penuh kasih seorang ayah pada sang putra. Ia mengetahui bahwa waktu tidak dapat diulang. Oleh karena itu, Djamil sangat menikmati setiap waktunya ia bersama anak-anaknya.
Waktu demi waktu pun berlalu. Banyak memori-memori kecil namun berharga yang tercipta di antara keluarga pasangan Djamil dan Saliha. Hatta yang semakin pandai merangkak, juga semakin banyak melakukan tingkah diusianya yang memasuki masa aktif. Menajalani hari seperti biasanya tanpa ada hal-hal luar biasa yang terjadi. Kehidupan mengalir bak air sungai, mengalir terus menerus mengikuti jalur. Sama halnya dengan keadaan mereka, kehidupan mengalir mengikuti alur takdir, baik itu menyenangkan ataupun menyedihkan.
Apa yang terjadi pasti telah menjadi rencana terbaik Allah kepada keluarga Djamil. Hingga pada akhirnya, takdir mengarahkan ia menuju takdir akhirnya dalam kehidupan, yaitu kematian. Takdir yang amat sangat menyedihkan memang, terutama bagi Saliha. Ditinggalkan oleh sosok kepala kaluarga hebat seperti Djamil bukanlah hal mudah. Usia Hatta yang masih dibilang amat sangat muda pada saat ditinggalkan oleh sang ayah. Saat itu, Hatta tengah berusia 7 bulan menuju 8 bulan. Usia yang sangat memilukan bagi Hatta ketika ditinggalkan oleh ayah kandungnya. Usia dimana seharusnya ia mendapatkan kasih sayang, tuntunan serta perlindungan dari sosok ayah. Namun, takdir adalah takdir. Takdir tidak dapat kita elak, melainkan harus kita hadapi. Mungkin sudah menjadi jalannya bagi Hatta untuk kehilangan sosok ayah kandung saat bayi, sehingga memang Hatta sudah ditakdirkan untuk tumbuh menjadi sosok yang kuat dan mandiri nantinya. Â Â
Saleha, sebagai seorang ibu dari dua anak tentunya tidak dapat terus terpuruk dengan kedaan. Sebagai ibu yang baik, ia harus dapat mencoba tegar menghadapi keadaan dan terus berjuang demi kelangsungan hidupnya dan kedua anaknya. Saleha tidak ingin membebani orang tuanya maupun anggota keluarganya yang lain. Ia menikah menikah lagi dengan Haji Ning, seorang pedagang asal Palembang. Menikah lagi setelah kematian suami lamanya bukanlah keputusan yang buruk. Jika mengingat bahwa ia memiliki Hatta yang masih bayi, itu merupakan keputusan yang baik, karena Saleha masih harus memikirkan masa depan anaknya. Haji Ning merupakan pedagang yang sering berhubungan dengan Ilyas Bagindo Marah yang tak lain dan tak bukan, merupakan ayah dari Siti Saleha sendiri. Karena keluarga Saleha merupakan keluarga pedagang, maka tak heran jika sering bertemu dengan pedagang lainnya juga.
Pernikahan Saleha dengan Haji Ning melahirkan empat orang anak perempuan. "Hatta.., bisakah kau tolong bantu ibu menjaga adikmu dulu sebentar? Ibu tengah sibuk membuatkan makan siang untuk kita saat ini..!." Titah sang ibu pada Hatta. "Baik bu.., biar aku yang menjaganya, ibu jangan khawatirkan mereka... Mereka aman dengan kakaknya yang tampan ini.." Timpal Hatta dengan sedikit candaan yang mampu membuat sang ibu tersenyum dan terkekeh disela sela aktivitas memasaknya. Anak laki-lakinya itu selalu aja memiliki ide ataupun kata-kata ajaib yang mampu membuat sang ibu terlupa akan penatnya menjalani aktivitasnya sebagai seorang ibu rumah tangga untuk sesaat. Mengajak adiknya bermain boneka, tertawa bersama dan tak jarang Hatta menggelitiki sang adik yang hingga ia tertawa lebar sehingga Hatta pun gemas dibuatnya, begitulah kira-kira aktivitasnya bersama sang adik selama menunggu sang ibu membereskan masakannya. Tak lama setelahnya, makananpun telah siap, sang ibu memanggil Hatta untuk pergi ke meja makan, "Anak tampan... ayo kemari, kita makan siang terlebih dahulu. Jangan lupa bawa adikmu mu juga!". "Baik bu... Ayo adik, kita makan.....!" Timpal Hatta pada sang ibu dan dengan girangnya mengajak sang adik untuk pergi bersama untuk makan siang bersama-sama.
"Bu...kenapa setiap orang perlu makan sayur sayuran?. Padahalkan rasanyakan tidak enak." Tanya Hatta pada sang Ibu disela-sela kegiatan makan siangnya.
"Hatta..anakku yang tampan dan manis ini sepertinya suka sekali mengobrol saat sedang makan ya..?. Sekarang habiskan dulu makanannya, barulah nanti setelah makan ibu akan jelaskan pada kamu apa alasannya. Oh..dan satu lagi, jangan lupa untuk memakan habis sayuran dipiringmu, jika tidak besok ibu tidak akan masak makanan kesukaanmu lagi!." Timpal sang ibu pada Hatta yang sudah memanyunkan bibirnya hingga ia terlihat seperti anak ayam yang sangat menggemaskan. Didikan Saleha dalam hal tatakrama yang diajarkan dalam islam, sudah ia terapkan sejak Hatta kecil. Hal itu dilakukan agar ia terbiasa hingga nanti saat ia telah dewasa, kebiasaan itu akan masih melekat padanya. Hatta yang berasal dari keluarga ulama tentu perlu memiliki dasar ajaran tatakrama yang baik oleh karenanya, itulah alasan lain dari apa yang diajarkan Saleha pada sang putra.
Waktu terus berjalan sesuai dengan ketentuanya. Setelah jam makan siang, Hatta masuk ke dalam kamar dan pergi mengambil buku bacaan yang terletak di rak buku samping tempat tidurnya. Buku yang ia baca berjudul Kisah Kerajaan Tikus. Tentusaja bacaan Hatta merupakan bacaan dongeng ringan, bacaan normal yang digemari anak-anak seusianya saat itu. Hatta buka buku bacaanya tepat pada halaman yang sudah diberikan tanda. Tanda dimana terakhir kali halaman yang ia baca pada buku tersebut. Buku yang berisikan tulisan hitam dan kertas yang berwarna putih kekuningan ia baca dengan tenang sembari membaringkan tubuhnya diatas kasur kamar yang empuk dengan sprai berwarna biru tua. Lama membaca buku tersebut, sepertinya membuat matanya lelah hingga ia tertidur lelap dengan buku yang masih berada di atas pangkuannya. Hatta tertidur dengan lelap, sepertinya santapan makan siang dan bacaan dongen sudah cukup untuk membuatnya mengantuk dan tertidur dengan lelap.Â
Saat tengah berjalan menuju kamarnya untuk menidurkan sang putri kecil, Saleha pergi melihat sekilas ke arah kamar Hatta. Ia penasaran, apakah yang sedang Hatta lakukan di kamarnya hingga ia setenang ini. Perlahan pintu kamar mulai dibukanya. Soleha mengintip sedikit kedalam dengan tujuan agar tidak mengganggu aktivitasnya, karena Saleha datang hanya memastikan tanpa mengganggunya. Saleha tersenyum kecil melihat sang putera tengah tertidur pulas dengan buku di pangkuannya. Iapun bergegas pergi ke kamarnya, menaruh puteri kecilnya terlebih dahulu agar tidurnya tidak terganggu. Setelah menaruhnya di kamar, Saleha pergi masuk ke dalam kamar Hatta, membenahi posisinya dengan hati-hati, menyelimuti Hatta hingga kelututnya dan mengecup keningnya dengan penuh kasih sayang.
Angin menghembus tenang, dan langit sore pun mulai menyapa negeri. Hatta yang tengah terlelap dalam tidurnya mulai terusik oleh cahaya matahari sore yang masuk melalui jendela kamar yang terletak di samping kanan kasur tempat ia berbaring. Hatta membuka matanya sedikit demi sedikit. Ia menggeliat geliat, merengangkan tubuhnya yang terasa kaku setelah terlelap dalam tidur siangnya yang nyaman. Terbangun dengan raut wajah yang terlihat masih sedikit mengantuk, ia berjalan keluar kamar memanggil manggil sang ibu dengan suara serak selepas bangun tidur.
"Bu..bu...., ibu di mana? Ibu di kamar?" Seru Hatta memanggil sang ibu manja.
"Ibu di dapur...Kau sudah bangun? Pergi cuci mukamu terlebih dahulu nak, jangan sampai kamu bertemu ibu dengan muka bantalmu itu!" Sahut sang ibu pada Hatta diiringi dengan gurauan singkat pada anaknya. Pasalnya wajah Hatta akan sangat menggemaskan jika ia sudah merajuk.
"Iish..baru saja bangun sudah diledeki. Ibu menyebalkan kadang-kadang. Untung saja aku sayang padanya" Gumam Hatta sembari mengucek ucek matanya tak gatal.
"Baik bu..." Serunya pada sang ibu.
Selepas pergi mencuci muka di kamar mandi sesuai dengan apa yang diperintahkan sang ibu, Hatta kembali lagi ke kamarnya dengan niatan untuk menyisir rambutnya yang sedikit basah akibat dari cipratan air saat ia mencuci muka tadi. Namun, alangkah terkejutnya ia saat hendak memasuki kamar nya terdapat sang ibu yang sudah berada di dalam kamar.
"Hahhhh..., ibu ini mengagetkan ku saja" omel Hatta.
Saleha hanya terkekeh kecil sembari melemparkan ejekan pada Hatta, berniat merayunya lagi agar sang anak merasa kesal dan ia akan melihat wajah menggemaskan Hatta kembali. "Memangnya kamu kira ibu ini apa? Hantu? Memangnya ada hantu secantik ibumu ini?".
"Tidak sih bu.." seru Hatta merasa jengah dengan sang ibu yang terus menerus mengejeknya seharian ini.
"Oh ya bu.., tadikan saat makan siang aku bertanya pada ibu"
"Bertanya apa? Perasaan ibu tidak ada yang Hatta tanyakan tadi" timpal Saleha
"Ada bu..., yang soalan sayuran itu. Kenapa semua orang harus makan sayuran, padahalkan rasanya tidak enak? Yang itu bu.. Masa ibu tidak ingat! Aku saja ingat" oceh Hatta sedikit mengomel karena sang ibu terlupa akan pertanyaannya tadi saat jam makan siang.Â
"Ooh..yang itu, ibu baru ingat. Kita harus makan sayuran karena, sayur itu baik bagi tubuh kita. Hatta inginkan jadi anak pintar dan kuat?. Agar bisa pintar dan sehat, kamu harus suka makan sayur!" jawab sang ibu sembari membantu Hatta menyisir rambutnya.
"Begitu ya bu...Lain kali bisakah ibu menyembunyikan sayuran di makanan Hatta?, supaya Hatta bisa sehat tanpa membayangkan rasa sayurannya" timpal Hatta menggemaskan.
Sang ibu hanya bisa tersenyum menahan tawa melihat bagaimana wajah serius sang putera saat menyampaikan permintaannya. "Anak inii.. bisa saja membuat ibu gemas" ucap Saleha sembari mencubit gemas pipi Hatta, sedangkan yang tengah dicubit pipinya malah memanyunkan bibir.
Saleha sudah sangat memaklumi hal tersebut, mengingat di usianya yang akan menginjak tahun ke enamnya sudah menjadi hal umum bahwa anak di usia ini senang untuk bertanya. Setiap harinya, selalu saja ada pertanyaan pertanyaan unik yang dilontarkan oleh Hatta baik pada sang ayah maupun ibu. Hatta selalu merasa ingin tahu akan banyak hal. Pertanyaan yang ia tanyakan pun beragam, mulai dari pertanyaan sederhana yang mudah untuk dijawab maupun pertanyaan unik yang jawabannya akan sedikit sulit untuk ditemukan. Namun, bagi ayah dan ibunya hal tersebut bukanlah hal yang memberatkan mereka. Justru melihat Hatta tumbuh menjadi anak yang cerdas dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, dapat menimbulkan rasa senang dan bangga. Di sertiap harinya, mereka nikmati perkembangan Hatta, dan berharap bahwa Hatta akan tumbuh menjadi orang yang berhasil suatu saat nanti.
Pagi hari menyapa, menyambut cerita baru yang akan hadir dari keluarga kecil Hatta. Seperti biasnya, sang ibu tengah menyiapkan sarapan untuk keluaga kecilnya. Hatta yang masih tidur terlelap merasa terganggu tidurnya. Perlahan matahari mulai memasuki jendela kamar dibarengi dengan teriakan sang ibu dari dapur yang terdengar jelas dari dalam kamar Hatta."Hatta bangun.. sudah pagi. Pergi ke kamar mandi lalu cuci muka. Kaka yang baik harus memberi contoh baik pada adik-adiknya.." begitulah kurang lebih teriakan yang Hatta dengar secara samar-samar dari atas tempat tidurnya. Perlahan ia meregangkan tubuh lalu mulai bangun dan terduduk sesaat diatas kasur. Dengan wajah yang setengah bengkak akibat tidur menyamping semalaman, ia menguap masih merasakan sisa-sisa kantuknya disana. Ia mengusap usap matanya, berusaha menjernihkan pandangannya yang buram.
Hatta berjalan dengan langkah lunglai. Mulai keluar dari kamar tidurnya, lalu masuk ke kamar mandi. Ia menggosok gigi sembari bernyanyi-nyanyi kecil di dalam kamar mandi.
"Hatta..., jangan bernyanyi di dalam kamar mandi!. Sudah berapa kali ibu bilangi kamu ini, tetap saja ya.." begitulah kira-kira omelan sang ibu tatkala mendengar lantunan lagu yang di nyanyikan Hatta dalam kamar mandi.
"Aku tidak bernyanyi bu.., hanya bersenandung" elak Hatta dengan alasannya. Tak terhitung sudah berapa banyak elakan-elakan yang dijadikan Hatta sebagai elakan saat diomeli oleh sang ibu. Entah darimanakah datangnya ide pengelakan tersebut, ia selalu saja bisa membuat orang lain geleng-geleng kepala saat mengetahui tingkahnya.
Melanjutkan kegiatannya di kamar mandi, Hatta merasa hatinya tidak tenang. Ia merasa hati dan pikirannya tidak karuan. Esok lusa adalah hari dimana ia akan menghadiri bangku sekolah dasar. Hatta terus saja berasumsi tentang bagaimana hari esok. Apakah orang-orang disana baik? Apakah guru di sekolah nanti galak terhadap siswanya? dan Apakah aku akan memiliki banyak teman selama bersekolah di sana?. Begitulah kira-kira pertanyaan yang muncul dalam benak Hatta selama ia sibuk di kamar mandi. Hal tersebut juga mengakibatkan ia memakan waktu yang lama di dalam sana.Â
"Anak itu sedang apasih di dalam sana lama sekali?" gumam sang ibu sembari membalikan telur ceplok untuk sarapan.
Tak lama kemudian datang sang suami menghampiri Saleha "Hatta mana? Masih di kamar mandi? Ko lama sekali?"
"Sepertinya dia tertidur di dalam. Coba kamu bangunkan ia, aku sedang membereskan dulu gorengan ini!" timpal Saleha pada sang suami.
"Hatta...., kamu tidur nak?" tanya sang abi lembut pada Hatta yang sedari tadi belum nampak lagi keberadaanya setelah terakhir masuk ke kamar mandi.
Hatta yang sedari tadi sedang melamunkan nasibnya nanti di sekolah sontak terbangunkan dari lamunannya, "Eh..i..ii.iya bi..., sebentar lagi Hatta keluar".
"Abi tunggu di meja makan ya nak! Kita sarapan sama-sama" seru sang abi pada Hatta.
Meskipun haji ning berstatus sebagai ayah sambung Hatta, Haji Ning tidak pernah membedakan pelakuannya terhadap anak yang sedarah dengannya dan anak dari hasil pernikahan sang istri sebelumnya. Ia adalah sosok ayah sangat baik bagi anak-anaknya. Sikapnya yang lemah lembut dan bijaksana, berhasil menuntun anak-anaknya menjadi pribadi yang berakhlak baik. Terutama Hatta yang merupakan seorang anak laki-laki di keluarganya, yang kelak akan menjadi orang yang haus bertanggung jawab pada keluarga. Hatta di-didik untuk menjadi seorang yang bertanggung jawab dan bijak sana terhadap hal-hal kecil sejak dini. Ia selalu diajarkan untuk selalu menjaga sholatnya, selalu mengaji dan berbakti pada orang tua dan keluarga. Didikan itu diharapkan akan menjadikan ia orang yang berhasil dan hebat suatu saat nanti.Â
Pukul sepuluh (10) pagi saat setiap orang yang berada dalam rumah telah selesai bersiap-siap untuk melakukan aktivitas di hari sabtu. Hatta yang saat itu tengah membaca buku cerita, tiba-tiba terlihkan fokusnya oleh sang ibu yang masuk ke dalam kamarnya. Sang ibu datang untuk mengajaknya pergi berbelanja kepasar, sekalian membeli perlengkapan sekolah untuknya. Hatta meng-iyakan ajakan sang ibu, lalu mereka pergi tak lama setelah Hatta bersiap-siap sebentar.
Satu jam lamanya waktu yang mereka habiskan di pasar. Membeli barang-barang perlengkapan rumah dan sekolah Hatta, melakukan transaksi tawar menawar dengan para penjual dan silaturahmi dengan mereka. Bagaimana pun juga, pasar merupakan tempat bertemunya banyak orang dan meupakan sarana interaksi antar sesama. Banyak sekali interaksi yang terjadi disana, baik interaksi antara penjual dengan pembeli, interaksi antar penjualnya ataupun interaksi antar pengunjung pasar yang sudah saling mengenal lalu bertemu. Dan bahkan, tak jarang banyak orang yang menemukan teman baru di sana.Â
Salah satu bentuk pertemanan itu juga dialami oleh Hatta dan salah satu anak Londo (Belanda) yang seumuran dengannya. Nampaknya, anak londo itupun bernasib yang sama dengannya, dimana ia dimintai tolong untuk dapat ikut ke pasar oleh sang ibu. Sungguh nasib dua pria mungil ini amat mengundang gelak tawa. Karena pasalnya, kondisi mereka yang sudah mulai terlihat kelelahan akibat terlalu lama berdiri dan lelah karena berjalan dari satu toko ke toko yang lainnya. Sembari menjinjing masing-masing satu kantong kresek, langkah dua anak itu sudah terlihat gontai sepeti sudah tidak sanggup lagi berjalan.
"Heyy..., apakah kau juga diminta ibumu ikut kesini?" tanya si anak londo berambut coklat kepirangan tersebut.
"Hh.hahh.., kau berbicara pada ku?" sahut Hatta yang malah balik bertanya pada anak tersebut.
"Iyaa...oh ya, perkenalkan..namaku Sam! Salam kenal dariku" ucap Sam sembari mengulurkan tangannya pada Hatta.
Hatta menganggukan kepala dan balik memperkenalkan namanya pada Sam "Namaku Hatta..usiaku enam tahun. Salam kenal juga untukmu!".
"Ohh yaa...., ternyata kita seumuran. Kalau begitu mari berteman!" ungkap Sam kegirangan setelah mengetahui bahwa ia dan Hatta seumuran.
Sam dan Hatta mengobrol bersama selagi menunggu orang tuanya yang kebetulan berbelanja di tempat yang sama. Banyak sekali yang mereka ceritakan satu sama lain. Mulai dari letak rumah, hobi, mainan yang mereka punya dan masih banyak lagi. Bahkan, mereka amat sangat senang saat mengetahui bahwa mereka akan masuk ke sekolah yang sama nanti. Mengobrol tanpa henti sudah seperti sahabat lama yang terpisah dan memiliki seribu kisah untuk diceritakan. Kelucuan dua anak ini terlihat oleh ibu mereka. Saleha dan ibu Sam sudah tau sejak awal mereka mulai saling menyapa, hanya saja mereka tidak ingin mengganggu obrolan dua orang mungil ini. Sesekali mereka berdua pun mengobrol, menambah kedekatan dua keluarga tersebut.
Sepulangnya dari pasar, Hatta masuk bergegas membantu sang ibu membereskan barang-barang dibeli tadi di pasar. Hingga saat membuka tas belanjaan ia melihat dan teringat akan gasing kayu yang sempat ia dan Sam beli saat hendak berpisah. Tentunya diiringi dengan adegan rengek merengek dari keduanya meminta untuk dibelikan. Sam berkata jika nanti bertemu di sekolah, kita main gasing bersama di jam bila sempat.
Hari belalu dengan sangat cepat. Hai masuk sekolah pun telah tiba. Hari yang dimana pada saat itu sangat ia cemaskan akan kedatangannya.namun, semenjak kehadiran Sam, ia tidak merasa takut untuk tidak memiliki teman di sekolah lagi. Sam adalah teman pertamanya di sekolah yang sudah ia anggap sebagai sahabatnnya sendiri. Pertemuan dengannya kemarin memberinya kebahagiaan akan datangnya seorang teman di kehidupannya yang baru. Ya, dapat kita katakan bahwa sekolah merupakan kehidupan baru, dimana kita memiliki kegiatan baru yang berbeda dengan saat dimana Hatta belum memasuki sekolah.
Hatta bersekolah di sebuah sekolah swasta yang ada di wilayah tempat tinggalnya.pukul enam pagi ia terbangun dari tidurnya. Ia merasa kesulitan tidur semalam, karena seperti kita tahu bahwa saat kita kegirangan kita akan merasa tidak tenang karena amat menatikan hari esok. Hal itulah yang terjadi pada Hatta semalam. Merasa sulit tidur karena rada girang akan menghadiri sekolah esok harinya dan bertemu lagi dengan Sam, sang sahabat baru.
"Hhoaamm..., aduh..tidurku kurang nyenyak semalam. Tapi tidak pa, sekarang sudah pagi dan aku harus segera siap-siap berangkat sekolah!" begitulah kira-kia percakapannya dengan dirinya sendiri saat bangun tidur ,dengan suara khas bangun tidurnya dan mata yang sepertinya masih sangat rapat untuk dibuka lebar-lebar.
Hatta bergegas pergi keluar kamar. Dilihatnya sang ibu tengah melakukan kegiatan ajaibnya di dapur, yakni memasak untuk sarapan. Sang ibu yang measakan pergerakan seseorang dibelakangnya saat tengah asyik mengaduk sayur reflek menoleh memastikan siapa orang yang datang menghampirinya pagi-pagi. Saleha mengira bahwa yang akan ia temui saat itu adalah sang suami. Namun, saat ia menoleh dan melihat siapa yang datang, hal itu sedikit mengagetkan. Pasalnya yang ia lihat adalah seorang anak kecil bermuka bantal yang terlihat gemas saat berjalan menghampirinya.
"Ibu kira siapa yang datang, nyatanya kamu... Kenapa terbangun jam segini? Apakah kamu bermimpi buruk?" tanya Saleha pada Hatta yang masih berdiri tegap didekat sang ibu.
"Tidak, aku kan akan pergi sekolah hari ini! Jadi aku bangun pagi agar dapat bersiap-siap lebih awal" ucap Hatta kegirangan.
"Yaallah..., anak ini. Sebegitu semangatkah kamu untuk sekolah hari ini?" tanya sang ibu gemas dengan tingkah Hatta yang unik dan menggemaskan.
"Iiiyaaa...., itu karena aku sudah punya teman main disana. Ibu tahu kan anak yang aku temui di pasar saat itu? Dia mengajak aku untuk berteman, dan ibu tahu.. kalau dia itu bersekolah di sekolah yang sama dengan ku! Aku sangat tidak sabar untuk bertemu dengannya!" Hatta bercerita sambil melompat-lompat senang.
"Aku mandi dulu ya bu.., nanti terlambat lagi."
"Yasudah sana mandi! Tapi ingat..., jangan terlalu banyak menggunakan air! Air dirumah sedang sedikit surut, jadi kita harus berusaha menghemat air yang digunakan."
"Baik bu....."
Selepas mandi, Hatta bersiap-siap dengan berpakaian. Ia sudah dapat menggunakan seragam sendiri, ingat Hatta itu anak yang mandiri. Menggunakan pakaian, menyisir rambut dan menyiapkan peralatan sekolah yang akan di bawanya nanti.
Selepas bersiap-siaip, ia pergi keluar kamar kamudian berbincang sebentar tentang Sam teman barunya. Ya, lagi-lagi Sam yang ia ceritakan. Putera londo yang amat ia bangga-bangga kan kehadirannya. Sepertinya ia sudah menyebutkan nama Sam berpuluh-puluh kali pagi hari ini. Dan sepertinya hal tersebut terjadi juga pada Sam yang sepertinya bersikap sama dengan Hatta.
Tibalah saatnya Hatta untuk pergi ke sekolah. Memasuki pintu masuk depan sekolah, berjalan penuh girang layaknya seorang anak yang tengah memasuki taman bermain. Saat ia memasuki kelas, ia duduk di bangku kedua dari depan dekat pintu masuk kelas. Disana ia terduduk seorang diri, hingga akhirnya ia bertemu dengn Sam. Lagi-lagi Sam, sahabat yang sepertinya sudah ditakdirkan untuk bersama dengan Hatta. Sam pergi duduk di sebelah Hatta tentu saja. Mereka menghabiskan waktu bersama di hari pertama masuk sekolah. Bermain gasing di lapangan saat jam istirahat datang dan mengobrol menceritakan banyak hal.
Waktu berlalu dengan sangat cepat. Hatta kini telah berada dirumahnya, meskipun agak sulit untuk berpisah dengan Samdi sekolah. Mereka sempat merengek ingin bermain lagi sebentar saat diajak pulang oleh sang ibu, namun rengekan mereka kali ini tidak berhasil. Sang ibu tidak ingin mereka pulang terlambat karena ada kegiatan lain di rumah mereka masing-masing dan juga mereka tidak ingin anaknya menjadi manja bila keinginannya tterus menerus dituruti. Bukan hal itu yang mereka harapkan tentu saja. Pendidikan akhlak adalah yang utama bagi keluarga Hatta.
Hari demi hari berlalu seperti biasanya. Hatta pergi ke sekolah,bermain dengan Sam, lalu pulang untuk pergi mengaji dengan sang kakek. Begitulah kegiatan yang ia lakukan setiap harinya. Melalui hari demi hari dengan suka maupun duka. Hingga pada akhirnya, pertemanannya dengan Sam harus berakhir, karena Hatta pindah sekolah. Setelah enam bulan lamanya ia bersekolah di sana, akhirnya ia harus berpindah sekolah dan berpisah dengan Sam sang sahabat karib. Perpisahan yang menyulitkan bagi mereka berdua tentunya. Namun, bukan berarti perpisahan merupakan akhir dari pertemanan bukan?.
Hatta pindah ke sekolah rakyat. Sekolah Dasar Melayu Fort de kock, disana ia sekelas dengan sang kakak Rafiah. Terdengar aneh mungkin, namun begitulah kenyataannya. Tak banyak kisah menarik yang terjadi selama ia bersekolah disana, sama seperti memori bersekolah pada umumnya. Hatta bersekolah di sana selama tiga tahun kurang lamanya. Ia hanya bersekolah selama tiga tahun kurang karena, pada pertengahan semester di kelas tiga, pelajaran disana terhenti. Oleh sebab itu, ia dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) yang bertepatan di Padang (kini menjadi SMA Negeri 1 Padang). Hatta mengenyam pendidikan di ELS hingga tahun 1916.Â
Selama ia mengenyam pendidikan disana, Hatta tumbuh sedikit demi sedikit menjadi pribadi yang cerdas dan leih dewasa. Semakin bertambahnya ilmu pengetahuan yang ia ketahui tentunya, ia tumbuh cerdas dan menjadi anak yang memiliki rasa ingin tahu yang besar. Hatta sudah sangat gemar membaca sejak kecil, akan tetapii hobinya itu berkembang seiring berjalannya waktu. Sekarang ia tidak hanya membaca buku cerita dongeng saja. Buku bacaan Hatta kini telah berkembang menjadi lebih berkualitas. Hobinya itu berhasil membuat Hatta menjadi anak yang cerdas, karena pengetahuannya terus bertambah seiring dengan banyaknya buku yang ia baca.
Semasa sekolah, Hatta dikenal sebagai anak yang cerdas. Saat itu ia memiliki keinginan untuk dapat bersekolah di salah satu sekolah yang berada di Batavia (Jakarta). Ia ingin dapat bersekolah di HBS yang bertempatan di Batavia.
"Mulai hari ini aku harus belajar lebih giat lagi, agar aku dapat lolos ujian dan masuk ke sana. Ayo semangat Hatta! Kamu pasti bisa! Bismillah..." begitulah kira-kira cara Hatta menyemangati dirinya sendiri untuk dapat mewujudkan niatnya yang ingin mengenyam pendidikan disana.
Apa yang ia ucapkan tidaklah sekedar omong kosong belaka. Hatta benar-benar mengerahkan usaha yang ia bisa agar dapat lulus ujian masuk ke HBS. Bila ada waktu ia akan belajar sebisanya di perpuskaan sekolah. Membaca buku-buku pengetahuan agar wawasannya semakin luas. Ia kerahkan apa yang ia bisa demi dapat lulus ujian. Tak jarang ia kedapatan oleh ibunya tengah belajar hingga larut di kamarnya. Membaca buku memanglah hobi Hatta sejak kecil. Namun, melihatnya berusaha sekeras ini untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, dapat kita lihat bahwa Hatta orang yang sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu. Sang ibu yang mengetahui hal tersebut pun merasa cemas. Entah mengapa kali ini ia merasa ada sesuatu yang tidak selaras dengan apa yang ia haapkan.
Ujian untuk masuk HBS telah diselenggarakan. Kini yang dapat Hatta lakukan hanyalah menunggu hasil dari ujiannya dan melihat apakah ia berhasil lulus atau tidak.Â
"Huhhh.., tadi itu sungguh luar biasa. Semoga saja apa yang menjadi jawabanku benar dan dapat lulus ujian. Tapi... mengingat semua yang keluar di ujian telah aku pelajari sebelumnya. Ahh.. sudahlah, tidak usah dipikirkan!" gumam Hatta pada dirinya sendiri saat ia selesai melaksanakan ujian.
Tak lama setelah ujian diselenggarakan, hasil dari ujian pun telah keluar. Disana terpampang nama-nama siapa saja yang lululs ujian dan dapat masuk ke sekolah HBS di Batavia. Dan, alangkah senangnya Hatta mengetahui bahwa namnaya masuk ke deretan nama-nama siapa saja yang lulus ujian. Ia melompat kegirangan saat mengetahui hal tersebut. Tak lupa mengucap rasa syukur pada Allah SWT. Atas kesempatan yang telah diberikan-Nya pada Hatta.
Namun, kegirangan, yang dirasakan Hatta tidak sepenuhnya dirasakan juga oleh sang ibu. Saleha merasa senang tentunya melihat sang anak senang, selain itu, siapa juga yang tidak akan senang jika sang aank lulus ujian dari sekian banyak orang yang tidak dapat lulus. Itu merupakan prestasi besar yang patut dibanggakan bukan?. Tetapi, sepertinya ada hal lain yang Saleha kurang sepaakati akan lanjutan study nya tersebut.
Beberapa hari setelah pengumuman hasil ujian, sang ibu berniat mengajak Hatta bicara. Ia ingin mengajak puteranya bicara serius mengenai rencana sekolahnya ke HBS.
Pukul 8 malam, Saleha pergi menemui Hatta yang pada saat itu barusaja kembali dari surau selepas sembahyang Isya. Saleha pergi masuk dengan mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Hatta..., ibu ingin mengobrol denganmu nsk!"
"Ehh... ibuu, ada apa bu? Sepertinya penting sekali" tanya Hatta dengan wajah yang tersenyum manis pada sang ibu, seperti mengiyakan permintaan sang ibu untuk mengobrol.
Sang ibu pergi duduk di tepi kasur. Hatta pun mengikuti dengan duduk di tepi kasur samping sang ibu. Mereka saling bertatapan sejenak, lalu Saleha membuka suara.
"Mengenai kelanjutan sekolah mu nak. Kamu berhasil lulus ujian masuk HBS kemarin, ibu ucapkan selamat padamu." Saat mengatakan hal tersebut wajah Saleha sedikit sendu, akan tetapi ia berusaha menutupinya semaksimal mungkin.
"Terimakasih bu..., semua ini tidak mungkin dapat Hatta capai tanpa do'a dari ibu...Hatta ucapkan terimakasih juga pada ibu karena selalu mendo'akan Hatta."
Percekapan manis keduanya berhasil membuat suasana menjadi haru. Saleha yang mendengar kalimat manis itupun semakin merasa bingung. Perasaannya campur aduk karena mengingat bahwa Hatta teramat mendambakan untuk bisa masuk ke sekolah tersebut. Namun disisi lain, ia tidak ingin melepas anaknya untuk jauh darinya.
Setelah bergelut dengan pikiran didalam sana, Saleha memberanikan diri untuk membuka suara kembali.
"Nak..., ibu rasa sebaiknya kamu tidak pergi ke Batavia untuk sekolah disana.." ucap Saleha ragu-ragu. Seketika ekspresi wajah Hatta berubah drastis, dari yang asalnya tersenyum manis perlahan senyum itu memudar saat mendengar kalimat tersebut dari mulut sang ibu. Ekspresi wajah Hatta sulit untuk dideskripsikan. Ada perasaan sedih, tidak terima, marah, dan kecewa disana. Namun, yang sedang berhadapan dengannya saat ini adalah ibunya sendiri. Orang yang menyimpan surga bagi Hatta dibawah telapak kakinya. Hatta tidak bisa mengungkapkan perasaannya saat itu, saat dimana ia dihantam oleh kenyataan bahwa sang ibu tidak setuju dengan apa yang ia telah nantikan sejak lama. Ia hanya bisa mengangguk mengiyakan apa yang menjadi keinginan sang ibu. Tidak ada kata-kata yang ia ucapkan saat itu. Hatta sama sekali tidak mengeluarkan suara. Ia diam membisu malam itu. Ia diam karena jika ia mencoba berbicara, ia takut tangis yang sejak tadi ia tahan akan pecah. Dan jika itu terjadi, ia takut sang ibu akan merasa bersalah nantinya.Â
Sejak sang ibu menyatakan pernyataan tersebut, Hatta sudah ingin sekali menangis saat itu. Ia mencoba tegar menghadapi kenyataan pahit ini. Mungkin apa yang diinginkan ibunya memanglah takdir yang akan menuntunnya ke jalan yang lebih baik.
Saleha beranjak keluar, karena ia rasa Hatta paham betul apa yang dimaksud sang ibu. Melihat keadaan Hatta yang masih berusaha menerima kenyataan, ia tidak berniatan untuk melanjutkan percakapan dengan sang putera. Saleha mengerti bahwa Hatta butuh waktu untuk memahami keputusannya. Ikatan batin ibu dan anak ini memang sangatlah luar biasa. Mereka akan saling mengeti keadaan satu samalainnya tanpa harus berucap lewat kata-kata.
Sepeninggalan ibunya keluar kamar, Hatta termenung. Ia menangis kecil karena tidak ingin didengar oleh orang rumah, apalagi oleh sang ibu. Hanya sebentar ia menangisi keputusan tadi. Bukannya Hatta yang menyesal telah menurut pada sang ibu, akan tetapi ia hanya seorang anak manusia biasa yang dapat bersedih. Coba saja bayangkan, setelah kita hampir dapat mewujudkan apa yang diinginkan, tiba-tiba saja semua itu hilang dan berubah menjadi angan-angan biasa. "Sedih itu wajar, tapi bukan berarti hidup kita boleh berakhir dengan kesedihan. Masih banyak jalan menuju roma." Kata-kata itulah yang ada dalam fikiran Hatta saat itu.Â
Kenyataan bahwa ia lulus ujin untuk masuk ke HBS di Batavia, akan tetapi sang ibu menyuruhnya untuk tinggal, mengharuskan Hatta menghadiri sekolah yang berada di Padang. Hingga akhirnya ia melanjutkan pendidikan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO.Â
Ternyata memang keputusannya untuk patuh pada perintah sang ibu merupakan keputusan yang tepat. Hatta banyak sekali menorehkan prestasi atau bahkan pencapaian kecil selama bersekolah di MULO. Mungkin memang rencana Allah adalah rencana terbaik. Dengan patuhnya Hatta pada ibunya, maka keberkahan hidup selalu menyertai perjalanan hidupnya. "Restu ibu merupakan kunci awal kesuksesan," begitulah kira-kira fikir Hatta jika mengingat kejadian saat itu.
Selama ia bersekolah disana, Hatta sudah aktiv mengikuti organisasi. Salah satu keaktivan Hatta dalam berorganisasi, dapat dilihat saat usianya yang baru menginjak usia 15 tahun. Berbagai organisasi sudah banyak diikutinya. Salah satu organisasi yang diikutinya saat itu yaitu, Jong Sumatera Bond yang berada di Padang. Karena keaktivannya dalam berorganisasi, ia memiliki banyak pengalaman tentang organisasi. Anak kecil yang dahulu memiliki ide-ide unik, kini ide-ide itu berubah yang tidak hanya unik namun juga mengagumkan. Ia tumbuh cerdas dan berhasil. Selain itu, karena ia sering menghadiri pertemuan-pertemuan politik maka ilmu politik yang dimiliki Hatta semakin lama semakin berkembang.Â
Selain mengenyam pendidikan di sekolah, Hatta juga tak melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim untuk tidak berhenti belajar ilmu agama. Hatta belajar ilmu agama pada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya. Jika dilihat dari keturunan ayahnya yang merupakan keturunan ulama, tidaklah sulit bagi Hatta untuk belajar ilmu agama. Pendidikan akhlak dan agama islam inilah yang berhasil membangun kepribadian yang baik dalam diri Hatta.Â
Hatta yang berasal dari keluarga pedagang pun memiliki koneksi dengan dengan para pedagang. Ia mengenal pedagang-pedagang yang masuk anggota Serikat Oesaha. Mungkin faktor ini pula yang dapat menjadikannya aktif sebagai seorang Bendahara dalam organisasi Jong Sumatera Bond.Â
Sebagaimana manusia pada umumnya, Hatta juga memiliki seorang idola. Idola politik lebih tepatnya. Tokoh politik yang ia idolakan saat itu adalah Abdul Muis. Abdul Muis adalah seorang sastrawan, wartawan dan tentunya seorang politikus indonesia. Hatta mengidolakannya, karena pada saat itu, ia menjadi pimpinan Serikat Islam dan dipercaya sebagai utusan SI ke negeri Belanda untuk mempropagandakan Comite Indie Weerbaar.Â
Hatta melangsungkan sekolah di MULO selama tiga tahun lamanya. Belajar dengan giat dan tetap aktif dalam berorganisasi dan mengaji, merupakan bukti seberapa produktif kah hidup seorang Muhammad Athar. Ia lulus dari MULO pada tahun 1919. Kemudian, ia melanjutkan jenjang pendidikannya ke Batavia. Ia bersekolah di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School yang berlokasi di Batavia pada tahun 1919. Di sana, ia mendalami ilmu ekonomi dan perdagangannya yang akan sangat berguna suatu saat nanti. Apalagi, Hatta yang berasal dari keluarga pedagang dan memiliki ketertarikan akan organisasi perdagangan, maka jenis pendidikan tersebut akan sangat cocok baginya.Â
Butuh waktu tiga tahun lamanya bagi Hatta hingga akhirnya ia lulus dari PHS. Belajar banyak menganai perdagangan dan ilmu ekonomi disana, menjadikan Hatta lebih matang dan fasih mengenai hal tersebut. Belum lagi ia masih menjadi seorang Bendahara di Batavia. Hatta lulus dari PHS pada tahun 1921.Â
 Â
Di rumah keluarga yang rukun dan sejahtera, Hatta sedang berkumpul dengan seluruh anggota keluarganya. Mulai dari ayah, ibu, kakak dan juga dik-adiknya tengah berkumpul bersama. Mereka makan bersama, mengobrol banyak hal dan bahkan bernostalgia dengan kenangan-kenangan di masa lalu. Hal-hal umum yang biasanya dilakukan oleh keluarga pada biasanya. Namun, sepertinya saat-saat dimana keluarga mengenang atau bahkan menceritakan masa lalu menjadi waktu yang amat sangat mengharukan. Mengulang kembali memori kanak-kanak mereka. Mas-masa dimana mereka hanya mengerti bermain dan bermain. Masa dimana Hatta masihlah menjadi anak aktif yang banyak tingkah, sebelum akhirnya ia beubah menjadi anak yang serius dan fokus seperti sekarang. Bagaimana tidak, usianya sekarang telah menginjak tahun ke-19. Usia dimana ia sudah mengerti dengan keadaan yang ada, dan paham akan apa yang sedang terjadi di negerinya.
Saat tengah mengobrol bersama, Hatta mulai membuka suara. Ia hendak menyampaikan sesuatu pada abi dan ibunya mengenai rencana yang ia buat untuk kedepannya.
"Bi..,bu.., Hatta memiliki keinginan untuk kembali melanjutkan pendidikan Hatta. Apakah abi dan ibu menyetujui keputusan Hatta?" pinta Hatta pada orang tuanya. Sedangkan sang kakak hanya menyimak pembicaraan sembari membaca surat kabar dan adik-adiknya menyimak pembicaraan dengan serius.
"Memangnya apa rencana kamu? Kamu akan melanjutkan study mu kemana?" tanya Haji Ning pada Hatta.
Saleha hanya diam tanpa berniat mengganggu keputusan. Yang ia akan lakukan hanyalah mengiyakan apa yangn menjadi pilihan Hatta. Pasalnya, penolakan Saleha atas keputusan Hatta untuk bersekolah di Batavia saat itu sudah cukup baginya. Ia tidak ingin menghalanh halangi lagi cita-cita atau keinginan Hatta. Lagipula, saat ini Hatta sudah dewasa, ia sudah berhak memutuskan sendiri jalan hidupnya selama bertujuan baik.
"Aku berniat untuk mengajukan beasiswa untuk bersekolah di Belanda. Semoga saja pengajuanku dierima oleh pemerintah nantinya."
Mendengar pernyataan sang kakak, adik-adik Hatta merasa sedih. Mereka sedih karena nantinya mereka akan ditinggal lama oleh sang kakak.
"Itu semua keputusanmu..., abi dan ibumu tidak akan menghalngi keputusan mu untuk hal tesebut. Pergilah jika memang kau mau, karena belajar bukanlah hal yang memiliki batas."
Mendengar pernyataan tersebut, Hatta semakin bersemangat untuk melanjutkan niatannya tersebut. Ia kembali bersuara, namun kali ini ia mengangkat topik yang melibatkan semua. Berbincang-bincang bersama hingga larut. Dan mereka tertidur lelap setelah asyik semalaman berkumpul. Mengakhiri hari dengan tertidur pulas selepas mengenang memori. Mimpi indah, begitu kira-kira yang diharapkan oleh Hatta saat itu.
Pengajuan permohonan beasiswa pada pemerintah untuk dapat memberangkatkannya sekolah ke Belanda telah Hatta lakukan. Akan tetapi karena pengajuan dari Hatta yang bisa dibilang telat, maka pengajuan tersebut tidak diterima. Rahmat Allah datang tanpa kita ketahui kapan kedatangannya. Begitu pula dengan Hatta yang pengajuannya ditolak oleh pmerintah, namun ia malah mendapatkan beasiswa dari satu yayasan. Hatta diberikan beasiswa oleh Yayasan Van Deventer. Sungguh rezeki yang tidak terduga bukan?. Berkat beasiswa yang ia dapatkan dari yayasan tersebut, akhirnya Hatta dapat pergi untuk belajar ilmu bisnis di Nederland Handelshogeschool (sekarang Universitas Erasmus Rotterdam) di Rotterdam, Belanda. Keberangkatan Hatta ke Rotterdam pada 1921, melibatkan kapal Tambora milik Rotterdamse Lloyd sebagai transfortasinya.Â
Hatta menetap di Belanda seorang diri tanpa ditemani oleh keluarganya. Dan selama disana ia tidak hanya belajar, namun juga katif dalam berbagai macam bidang. Hatta begabung dengan sebuah perkumpulan pelajar tanahh air yang ada di Belanda untuk berpendidikan, atau orang-orang yang bernasib sama dengannya. Perkumpulan tersebut dinamakan Indische Vererniging. Bersama kompatriotnya, Hatta memperjuangkan hak pendidikan rakyat indonesia yang masih terbelakang.Â
Sebagai orang yang cerdas, Hatta memiliki banyak ide dalam mengupayakan hal terebut. Dan tak sedikit pula ide Hatta yang diaplikasikan ke dalam organisasi tersebut. Berkat hal tersebut nama Hatta menjadi besar di kalangan organisasi yang iya ikuti. Banyak sekali anggota-anggota kelompok Perhimpunan Indonesia yang kagum akan kecerdasan Hatta dalam menemukan ide baru. Cerdas, berkelakuan baik dan juga tampan, begitulah kira-kira deskripsian Hatta saat itu, sehingga tak heran saja jika banyak sekali orang yang kagum terhadapnya.Â
Pada tahun 1923,Hatta mejadi Bendahara dan mengasuh majalah Hindia Putera yang berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Setelah lama menjadi anggota populer, tak lama Hatta tepilih dan diangkat menjadi ketua Perhimpunan Indonesia pada tahun 1926. Karena para anggota sudah tahu akan pencapaian Hatta yang begitu luar biasa, sepertinya gelar ketua sudah layak di berikan pada Hatta. Hatta menyampaikan pidato Inagurasi yang berjudul "Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan Kekuasaan" saat ia terpilih menjadi ketua Perhimpunan Indonesia. Dalam pidatonya, ia mencoba menganalisa struktur ekonomi dunia yang ada pada saat itu berdasarkan landasan kebijakan non-kooperatif.Â
Hatta secara berturut terpillih menjadi ketua Perhimpunan Indonesia. Pada tahun 1927 pula, stehaun setelah penngangkatan Hatta sebagai ketua Perhimpunan Indonesia, Ia seharusnya sudah berhenti dari jabatan ketua. Namun, Hatta dipilih kembali menjadi ketua, hingga tahun 1930. Pada tahun 1930 dengan perkembangan yang signifikan dibuktikan dengan berkembangnya jalan pikiran politik rakyat Indonesia.Â
Di bawah pimpinan Hatta, kelompok Perhimpunan Indonesia berhasil meraih dan menorehkan beberapa prestasi. Hatta berhasil membawa organisasi tersebut menjadi organisasi yang lebih maju. Prestasi yang ditorehkan oleh Perhimpunan Indonesia di bawah kepemimpinan Hatta yaitu, berhasil membuat organisasi Perhimpunan Indonesia menjadi organisasi yang diakui sebagai pos terdepan dalam hal pergerakan kebangsaan Indonesia di Eropa. Bagaimana tidak maju, dengan menjadika Hatta sebagai pemimpin memanglah keputusan yang tepat. Pribadinya yang melek ilmu pengetahuan dan berpengalaman dalam berorganisasi juga memiliki koneksi tentu saja berhasil membawa kelompok tersebut pada kejayaan. Dan dibawah kepemimpinan Hatta pula, Perhimpunan Indonesia berhasil merumuskan lima prinsip Ekonomi. Salah satu prinsip ekonominya yaitu, "Memajukan koperasi petanian dan Bank-bank rakyat".
Sebagai ketua Perhimpunan Indonesia saat itu, Hatta memimpin delegasi Kongres Demokrasi Internsional untuk perdamaian di Berville, Perancis, pada tahun 1926. Ia mulai memperkenalkan nama Indonesia pada saat itu, hingga nama Indonesia dikenal di kalangan organisasi-organisasi internasional. Tak cukup sampai disitu, pada tahun 1927 juga Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda di Frankfurt, dan memiliki kenalan dengan seorang aktivis nasionalis asal India, yaitu Jawaharhal Nehru. Dalam sidang ini, pihak komunis dan utusan dari Rusia tampak ingin menguasai sidang, sehingga Hatta yang sadar akan keadaan tidak dapat percaya terhadap komunis. Pada saat itu, majalah Perhimpunan Indonesia, indonesia merdeka dapat dengan mudah masuk ke Indonesia lewat penyeludupan, karena banyak penggeledahan oleh pihak kepolisian terhadap kaum pergerakan yag dicurigai.
Mulanya organisasi tersebut hanyalah organisasi perkumpulan bagi pelajar-pelajar Indonesia disana, akan tetapi berubah menjadi organisasi pergerakan kemerdekaan saat terdapat tiga tokoh Idische Partij. Organisasi tersebut kini, memiliki misi atau tujuan merdeka dari kolonialisme. Hingga pada 25 September 1927, Hatta bersama Ali Sastroamidjojo, Nazir Datuk Pamuntjak,dan Abdulmadjid Djojoadiningrat ditangkap oleh penguasa Belanda atas tuduhan mengikuti partai terlarang yang dikait-kaitkan dengan Semaun. Hatta sendiri dihukum dengan hukuman tiga tahun penjara. Ia dan yang lainnya ditahan di Rotterdam.
Hatta yang tengah merenung selama berada di tahanan, tiba-tiba teringat akan sang ibu. Ia tengah menerka-nerka sedang apakah sang ibu dikala ia disini tengah ditahan di dalam penjara. Ia rindu wajahnya, masakannya, senyumnya dan suara sang ibu. Hatta juga sama seperti orang pada umumya. Ia dapat merasakan rasa rindu terhadap keluarganya, sebagaimana manusia pada umumnya. Ia mengingat masa-masa kecilnya disaat dia akan selalu ditemani oleh sang ibu dikala sedih.Â
"Lagi-lagi mengenang.., memang kau ini suka sekali membuatku bersedih" ucap Hatta pada dirinya sendiri.
Disisi lain, orang yang sedang Hatta rindukan tengah bersimpuh pada Allah SWT. Setelah menyelesaikan sholat shubuhnya. Saleha berdo'a dengan khusyu dan penuh harap pada sang pencipta. Ia selalu meminta agar sang putera selalu diberikan perlindungan, kesehatan dan kelancaran dalam mejalani segala urusan. Disetiap sholatnya, ia tidak akan pernah lupa untuk selalu mendo'akan Hatta. Begitu besar kasih sayang seoang ibu dan kekhawatirannya pada Hatta yang selalu ia lihat sebagai utera kecilnya yang selalu beralasan saat diomeli.Â
Sidang kedua dari tuduhan yang Hatta terima pun diselenggarakan pada tanggal 22 Maret 1928. Disana Hatta menolak semua tuduhan yang diberikan padanya melalui pidatonya, yaitu "Indonesia Merdeka" atau dalam bahsa Belanda "Indonesia Vrij". Pidato yang disampaikan Hatta ini sampai ke indonesia dengan cara penyeludupan. Saat pengadilan itu pula, Hatta dibela oleh tiga pengacara Belanda yang salah satunya berasal dari parlemen. Pengacara yang berasal dari parlemen tersebut bernama J.E.W. Duys. Ia memang bersimpati pada Hatta.Â
Setelah selesai sidang, Hatta dan yang lainnya kembali di tahan selama beberapa bulan lamanya. Penahanan berlangsung selama proses penyelidikan akan kebenaran atas penolakan tuduhan Hatta saat pengadilan kemarin tanggal 22 Maret 1928. Pada akhirnya, Hatta bersama tiga orang lainnya berhasil bebas dari tuduhan, karena tuduhan tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Hal ini sepertia menjadi bukti bahwa kekuatan do'a seorang ibu memanglah ada.
Hatta menghabiskan waktunya di Belanda dengan menjadi seorang mahasiswa sekaligus ketua Perhimpunan Indonesia. Ia masih tetap menjabat sebagai ketua Perhimpunan Indonesia. Hingga pada tahun 1931 Hatta mundur dari kedudukannya sebagai ketua karena hendak mengikuti ujian sarjana. Akan tetapi, Hatta tidak sepenuhnya keluar dari Perhimpunan Indonesia. Ia tetaplah berstatus sebagai anggota Perhimpunan Indonesia dan tetap membantu jalannya organisasi tersebut.Â
Namun, akibat dari mundurnya Hatta dari bangku kepemimpinan berakibat pada organisasi. Akibatnya adalah Perhimpunan Indonesia yang jatuh ke tangan komunis. Dan Perhimpunan Indonesia juga mendapatkan arahan dari partai komunis Belanda dan juga Moskow. Dan Perhimpunan Indonesia mengecam keras kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan oleh Hatta selama masa jabatannya dan juga mengeluarkan Hatta dari organisasi Perhimpunan Indonesia. Perhimpunan Indonesia di Belanda mengecam sikap Hatta, sebab ia dan Soedjadi mengkritik secara terbuka terhadap Perhimpunan Indonesia.
Hatta yang menerima perlakuan tersebut hanya bisa menerima. Selama ini juga ia hanya melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Hatta bersikap terbuka dan terang-terangan agar semua tahu akan kebenaran tentang organisasi ini. Ia hanya bekata dan bertindak jujur selama ia menjadi anggota pada oganisasi tersebut. Sebagai hibuuran diri atas segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, Hatta akan menggunakan buku sebagai pelariannya dari masalah. Pelarian yang baik bukan? Mengalihkan pikiran dengan membaca buku. Ia berusaha mentupi masalah dengan pengetahuan, usaha baik untuk meningkatkan kualitas diri. Saat ini yang harus menjadi fokusnya adalah ujian semester yang akan dilaksanakan sebentar lagi.Â
Di kubu lain, para pengikut Hatta segera membuat gerakan tandingan yang disebut Gerakan Merdeka yang kemudian bernama Pendidikan Nasional Indonesia yang kelak disebut PNI Baru. Gerakan ini diselenggarakan pada Desember 1931. Gerakan ini pula, yang mendorong Hatta dan Syahrir yang pada saat itu sedang berpendidikan di Belanda untuk mengambil langkah konkret untuk mempersiapkan kepemimpinan disana. Namun, seperti yang sudah Hatta tekadkan bahwa yang menjadi fokusnya saat ini, yaitu ia harus menyelesaikan pendidikannya terlebih dahulu. Oleh sebab itu, Syahrir terpaksa pulang lebih dulu untuk pergi memimpin PNI. Sedangkan Hatta tetap menetap di Belanda untuk menyelesaikan studinya terlebih dahulu.Â
Belajar dan belajar,begitulah kira-kira kegiatan yang Hatta lakukan selama berada di Rotterdam. Ia hanya terfokuskan oleh studinya yang sebentar lagi akan berakhir disana. Hatta ingin lulus ujian akhir dengan baik tentutanya, dan untung saja saat hendak mendekati ujian akhir, tidak banyak kegiatan yang dapat membuyarkan fokusnya. Kini yang harus ia lakukan hanyalah berusaha dan berdo'a.Â
Hatta bangun pagi sekali. Ia terlihat sangat kelelahan, bahkan saat bangun tidur sekalipun. Sedikit demi sedikit ia kembalikan kesadarannya. Perlu waktu beberapa saat baginya untuk dapat memulihkan kesadarannya hingga seatus persen. Mungkin akibat dari kelelahan belajar semasa ujian, masih dirasakan hingga sekarang. Ya! Ujian telat diselesaikan dengan lancar oleh Hatta. Selama masa ujian ia tidak banyak melakukan kegiatan lain, selain membaca buku pengetahuan tentang mata kuliahnya. Hatta sudah pintar, namun ia selalu merasa kurang cukup jika berurusan dengan ilmu. Sekarang Hatta hanya tinggal menunggu waktunya untuk lulus.Â
Kembali ke kegiatan Hatta pagi ini. Kini is pergi beribadah terlebih dahulu, lalu lanjut membaca kitab suci Al-Qur'an. Kebiasaan-kebiasaannya beribadah sudah ia terapkan sejak kecil, dan masih terbawa hingga sekarang. Selepas selesai membaca kitab, Hatta pergi ke dapur. Ia berniatan untuk membuat secangkir kopi hangan ditengah musim dingin yang tengah melanda Belanda. Kopi hangat ditemani dengan turunnya salju dan api di cerobong, sungguh kombinasi yang dibungkus dalam satu paket sempurna.
"Huhh..., hari ini sungguh terasa spesial. Padahal sekarang baru pukul tujuh pagi, namun entah kenapa aku sudah merasa bahwa hari ini akan menjadi hari yang spesiail. Apakah aku akan mendapatkan kabar baik hari ini? Semoga saja, hehe.." ucap Hatta pada dirinya sendiri.Â
Setelah selesai bersantai meminum kopi, ia pergi mandi. Hari ini Hatta memiliki jadwal untuk pergi ke kampus. Hanya mengambil hasil ujian kelulusan, bukan urusan rumit. Setelah ujian, memang Hatta merasa jauh lebih santai sekarang. Ia merasa bahwa, tidak ada lagi tanggung jawab yang berat baginya. Yang ia lakukan sekarang hanyalah menunggu waktu dimana ia bisa kembali ke kampung halamannya di Indonesia. Karena pasalmya ia sudah rindu sekali dengan anggota keluarganya disana.
Hatta tiba di kampus sedikit lebih awal, karena ia berniatan untuk mengunjungi perpustakaan untuk membaca sebentar. Jika sudah dijadikan hobi, meskipun banyak yang menganggap membaca itu membosankan, bagi Hatta membaca merupakan kegiatan yang menyenangkan dan bahkan dapat menghilangkan penat. Dengan membaca, Hatta dapat menghibur diri dari suasana yang suntuk dan penat. Bagaimana tidak, ia sudah mulai menggemari kegiatan membaca sejak ia kecil. Dan mulai serius dan menjadikannya suatu keharusan setiap harinya saat ia beranjak ke usia remaja.Â
Saat sudah masuk waktunya untuk pembagian hasil tes akhir, Hatta masuk ke ruangan tempat kegiatan pembagian nilai berlangsung. Ia duduk di kursi yang sudah tersedia di dalam sana. Menunggu giliran namanya untuk dipanggil maju dan mengambil habis ujian. Hatta sudah sangat pebasaran terhadap hasil ujiannya. Hasil, dari kerja kerasnya selama ini. Setelah belajar dengan giat dan sungguh-sungguh, ia ingin mengetahui apakah usahanya selama ini setimpal dengan apa yang diusahakan. Hingga saat Hatta mulai menikmati waktu menunggu dengan membaca, tiba-tiba nama ia dipanggil untuk maju kedepan dan pergi mengambil hasil ujian. Begegas maju kedepan mengambil hasil tes, kemudian barlalu keluar ruangan. Hatta belum melihat hasilnya. Kertas hasil ujiannya masih berada dalam amplop coklat yang disegel dengan rapih. Ia berniatan untuk membuka amplop tersebut saat tiba ke rumah tempat tinggalnya.
Kendaraan terhenti didepan tempat tinggal Hatta. Hatta pun turun dari mesin beroda empat tersebut. Ia berjalan sedikit hati-hati karena jalanan yang licin akibat salju. Mulai memasukan kunci rumah lalu membukakan pintu. Nampak bahwa kedaan diluar rumah mulai semakin dingin, maka Hatta bergegas masuk kedalam rumah. Berusaha menghangatkan badan yang mulai menggigil akibat udara dingin yang menusuk.
Kembali berotak atik di dapur, Hatta membuat minuman hangat kembali untuk dirinya menghangatkan badan. Namun, bedanya dengan tadi pagi adalah, kali ini yang Hatta buat bukanlah secangkir kopi melainkan coklat panas yang aromanya lembut dan menenangkan. Ia berjalan menuju sofa di ruang kerjanya. Tempat dimana ia menghabiskan waktu untuk belajar ataupun mengerjakan sesuatu dengan ditemani oleh buku-bukunya yang berjejer rapih di rak pada dinding ruangan.Â
Mendudukan bokongnya pada sofa empuk lalu menyeruput sedikit cokelat panas buatannya tadi, sebelum membuka amplop hasil ujian. Hatta buka segel amplop tersebut dengan hati-hati. Pasalnya, ia tidak ingin merusaknya. Hatta merupakan tipe orang yang menyukai segala sesuatu yang rapih dan tertata dengan baik. Oleh karena itulah, ia banyak menyimpan berkas-berkas yang tertata dengan rapih keberadaannya.Â
Setelah segel terbuka, ia ambil kertas hasil ujiannya. Kertas itu ia buka lipatannya. Setelahnya, Hatta dapat melihat secara jelas hasil dari ujian akhirnya. Disana dituliskan hasil ujian Hatta yang lebih dari kata cukup. Hasil ujiannya sangat baik dan hampir menyentuh kata sempurna. Hatta yang mmelihat hal tersebut merasa lega yang bersyukur akan hasil yang ia dapatkan. Kembali menyeruput cokelat panasnya. Anehnya, kali ini cokelaat panas yang ia buat terasa tidak semanis sebelumnya. Apakah ini efek setelah ia mendapati kenyataan yang lebih manis daripada susu cokelatnya, begitu kira-kira anggapnya. Mungkin akibat dari rasa senang yang berlebih, menjadikan Hatta seorang pembuat kalimat handal.
"Alhamdulillahh..., berkat usaha, do'a dan tawakal, aku dapat memperoleh hasil yang baik. Selamat Hatta! Aku bangga padamu Hatta." Akibat dari kesendiriannya selama di Belanda, Hatta menjadi sering membuat kata-kata penyemangat untuk dirinya sendiri. Berusaha mendapatkan morivasi untuk terus berjuang dan berusaha dengan giat.Â
Upacara kelulusan telah diselenggarakan. Hatta banyak mendapatkan ucapan selamat dari mahasiswa yang ada di universitasnya. Karena Hatta yang pernah terlibat dalam sebuah organisasi, namanya tidak sedikit dikenal oleh mahasiswa disana. Setidaknya, masih terdapat orang-orang yang melek akan kebenaran saat itu. Masih ada orang-orang yang pro terhadap Hatta.
Tibalah saatnya dimana Hatta menemui waktu untuk kembali ke negeri asalnya. Sudah 11 tahun lamanya sejak saat pertama kali ia berangkat ke Belandaa. Rasanya sudah lama sekali ia berada di Belanda. Telah banyak sekali hal yang ia rindukan dari Indonesia. Hatta berkemas-kemas barang penting yang harus ia bawa pulang ke Indonesia. Namun, jika terdapat barang yang terbilang tidaak terlalu penting untuk dibawa, maka ia akan tinggalkan barang tersebut.
"Sepertinya semua barang-barang penting telah selesai aku kemas. Tinggal sisa buku-buku ku saja yang belum aku kemasi" gumam Hatta yang mencoba mengingat-ingat barang penting yang belum sempat ia kemasi.
Nampaknya waktu yang ia habiskan untuk mengemasi buku-buku miliknya jauh lebih lama ketimbang saat ia mengemasi barang lain. Tak heran, Hatta yang sejak kecil gemar membaca pastilah memiliki buku yang banyak. Belum lagi saat usianya 16 tahun, Hatta telah gemar mengoleksi buku-buku. Buku tersebut sudah pasti banyak dan menumpuk. Buku koleksinya dikemas dengan peti berukuran 1x1x1 meter.Â
Karena nampak banyak sekali buku-buku yang harus ia kemasi, akhirnya Hatta meminta tolong bantuan rekan-rekannya untuk mengemasih buku. Karena, jika dikemasi sendiri, ia tidak tahu sampai kapan ia harus mengemasinya. Hatta kembali ke kampus, berharap terdapat beberapa temannya disana yang dapat ia temui dan dimintai bantuan. Sesampainya dikampus, ia bertemu dengan temannya yang sedang berkumpul di aula universitas. Tanpa ragu, Hatta pergi menghampiri mereka dan meminta bantuan.
"Hai, maaf sekali jika merepotkan. Tapi, saat ini aku sedang butuh sekali bantuan untuk mengerjakan sesuatu dirumah. Jadi, bisakah kalian datang dan membantu pekerjaanku?" pinta Hatta pada rekan-rekannya.
"Ohh... tentu saja. Kami siap membantumu. Jadi, haruskah kita pergi ke rumah mu sekarang?" jawab salah satu rekannya mengiyakan. Dan nampaknya, rekan Hatta yang lain pun nanmpak setuju-setuju saja dengan keputusan tersebut.
"Bolehh... lebih cepat lebih baik bukan?" seru Hatta nampak senang saat rekannya bersedia membantu.
Mereka semua telah tiba di kediaman Hatta. Semua orang masuk saat Hatta mempersilahkan mereka untuk masuk.
"Masuklah dan duduk-duduk terlebih dahulu! Aku akan membuat minuman penghangat dahulu untuk kalian" pinta Hatta sanntun pada rekannya.
Sifat hormat Hatta pada tamu amat sangat membuat mereka terkagum kagum. Pasalnya seorang Hatta yang sudah bisa dikatakan sebagai seorang tokoh, masih memiliki sikap seperti itu sungguh luar biasa.
"Tidak apa-apa, mengapa harus repot-repot. Disini kami hanya membantumu saja, tidak perlu diperlakukan seperti tamu" ucap salah satu rekannya. Ia merapa canggung jika diperlakukan seperti itu oleh Hatta.
"Tidak apa-apa... santai saja. Kalian tunggu disini ya!" pinta Hatta tanpa ingin dibantah lagi permintaannya.
Setelah selesai membuat teh hangat, mereka berbincang sebentar. Lalu pergi ke ruang tempat Hatta meletakkan buku-bukunya. Mereka mengemasi buku tersebut dalam kotak. Nampak banyak sekali jumlah buku yang harus mereka kemasi. Rekan-rekan Hatta lagi-lagi merasa kagum. Pantas saja Hatta cerdas orangnya. Jumlah buku yang ia baca pun sudah tak terhitung jumlahnya. Begitu kiranya isi hati mereka saat tengah mengmasi buku-buku milik Hatta.
Akhirnya pekerjaan mereka semua telah selesai. Totalnya, terdapat 14 kotak berukuran 1x1x1 meter yang berisikan buku-buku miilik Hatta. Jumlah yang sangat banyak bagi rekan-rekan Hatta. Namun bagi Hatta, itu merupakan jumlah yang banyak tentu saja. Tetapi tidak menutup kemungkinan baginya untuk terus mengoleksi buku. Baginya,mungkin ia tidak akan berhenti mengoleksi buku bacaan hingga akhir hayatnya. Terdengar sulit dipercaya mungkin, namun bagi Hatta hal tersebut sangat mungkin terjadi padanya. Melihat bahwa ia gemar sekali mengoleksi buku. Buku-buku yang ia koleksi pun beragam jenisnya. Mulai dari buku ilmu ekonomi, hukum, tata negara, adiministrasi negara, filsafat, agama, politik, sejarah, sosiologi, antropologi, dan sastra.Â
Kecintaan Hatta akan membaca buku, mengantarkannya menjadi orang yang cerdas. Buku-buku yang Hatta selalu tertata rapih dan terlihat seperti baru.hal tersebut dikarenakan Hatta yang selalu memperlakukan bukunya dengan baik. Ia merawat buku-buku tersebut seperti merawat anak-anaknya sendiri. Hatta menganggap buku-bukunya sebagai gurunya. Karena buku merupakan sumber ilmu pengetahuan yang telah mengajarkan banyak hal pada dirinya, sama seperti guru. Maka, ia akan menghormati buku tersebut. Menghormati disini memiliki arti menjaga, merawat, dan memperlakukan buku-bukunya dengan baik.
Setibanya Hatta di Indonesia setelah menempuh perjalanan dari Belanda-Indonesia, perasaannya sungguh menggebu gebu. Ia rasa tak saba untuk bertemu dengan keluarganya di Padang. Terutama pada sang ibu, orang yang kehadirannya amat sangat penting bagi Hatta. Ia merindukan anggota keluarganya yang lain pula tentunya. Semua keluarga sangaatlah berarti bagi Hatta.Â
Suasana ini, aroma ini, dan tempat ini merupakan hal yang sangat ia rindukan sepanjang studinya di Rotterdam. Hatta mengetuk pintu tanpa mengeluarkan suara lainnya, hanya suara ketukan pintu yang terdengar dari dalam. Saleha pergi membukakan pintu tanpa menduga akan terjadi sesuatu yang spesial akan terjadi padanya. Akan tetapi, alangkah terkejutnya ia saat menoleh selepas membukakan pintu rumah. Disana sudah terdapat sosok laki-laki dewasa yang ia kenali sebagai anaknya. Ya! Puteranya yang dulu hanya seorang remaja ambisius saat berangkat, sekarang telah pulang menjadi seorang laki-laki dewasa.
Peluk dan tangis berhamburan ditengah pertemuan mereka. Saleha memeluk erat puteranya, seolah tak ingin lepas lagi dengan sang putera. Tak lama, anggota keluarga lainnya pun ikut menyusul utnuk menyambut kepulangan sang kakak kembali kerumah. Mereka merasa senang sekali akan kehadiran Hatta kembali pulang ke rumah. Penantian yang sudah lama mereka lakukan. Akhirnya keluarga mereka kembali utuh sama sepeti sebelumnya.
Hari itu Hatta habiskan dengan berkemas barng-barang dan bercerita tentang pengalamannya selama berada di sana. Banyak sekali pertanyaan yang keluarganya lontarkan pada Hatta. Mereka tampak sangat tertarik dengan cerita pegalaman Hatta selama tinggal 11 tahun lamanya di Belanda. Sedangkan sang ibubanyak tersenyum. Saleha nampak kagum akan peubahan Hatta. Perumahan dari cara ia berbicara dan menyampaikan sesuatu. Nampaknya Hatta sudah berubah banyak. Ia nampak lebih terlihat berwibawa saat berbicara, namun kelembutannya saat berbicara dengan sang ibu tidak pernah berubah sejak dahulu. Saleha measa aman sangat bangga dan bersyukur memilikinyaa sebagai seorang anak.
Hari-hari Hatta lalui dengan penuh rasa girang. Kerinduannya terhadap keluarga perlahan terobati. Dengan seiring berjalannya waktu, apa yang telah lama ia tak dapatkan selama di Belanda kemudian terpenuhi. Perlahan rasa rindu memudar, dan sesuatu yang pada asalnya terasa begitu spesial kini dirasa biasa. Hari harinya kini terasa seperti biasanya. Berjalan dengan baik seperti pada umumnya.Â
Setelah banyak orang yang mendengar kabar bahwa Hatta telah kembali ke Indonesia, ia ditawari untuk masuk kalangan sosialis merdeka (Onafhankelijke Socialistische Partij, OSP) untuk menjadi anggota parlemen Belanda. Nama Hatta yang kini banyak dikenal sejak keaktifannya selama berpendidikan di Belanda. Pihak OSP mengajak Hatta dengan mengiriminya Telegram pada tanggal 6 Desember tahun 1932. Telegram tersebut berisikan kesediaannya menerima pencalonan anggota parlemen. Perdebatan ini terjadi karena, Hatta bependapat bahwa ia tidak menyetujui bila mana terdapat orang Indonesia yang menjadi anggota parlemen Belanda. Sebenarnya, Hatta menolak untuk masuk menjadi anggota Parlemen Belanda. Namun, pemberitaan oleh media Indonesia tidak sesuai dengan fakta yang ada. Pemberitaan di Indonesia memberitakan bahwa Hatta menerima ajakan tersebut, padahal sudah jelas bahwa Hatta menolak. Hal tersebut mengakibatkan Soekarno menuduhnya tidak konsisten dalam menjalankan sistem non-kooperatif.
Sepertinya ujian akan selalu datang untuk meningkatkan kualitas seseorang. Hatta yang merupakan orang jujur, saat kedatangannya kembali ke Indonesia malah difitnah oleh negeri sendiri. Hatta hanya bisa bersabar menghadapi semua ujian yang Allah berikan padanya. Tawakal, berdo'a, dan berusaha merupakan kunci utama dalam menghadapi pemasalahan.Â
Sepulangnya Hatta ke Indonesia saat itu, Syahrir tidak dapat kembali pergi ke Belanda. Syahrir tidak dapat berangkat kembali ke Belnada karena saat itu, keduanya telat ditangkap oleh Belanda pada tanggal 25 Februari 1934 dan keduanya dibuang ke Digul dan selanjutnya ke Banda Neira. Saat mereka berada di wilayah pembuangan, baik di Digul maupun Banda Neira, Hatta banyak menulis. Membuat tulisan di koran-koran Jakarta, dan juga untuk majalah-majalah di Medan. Artikel yang ditulis oleh Hatta pun tidak terlalu politis. Namun bersifat lebih ke sebuah artikel yang mengalisis dan mengedukasi para pembaca. Selain itu juga, Hatta menulis juga artikel yang membahas tentang pertarungan kekuasaan di daerah Pasifik.
Sepertinya, menulis menjadi hobi bau seorang Hatta untuk mengisi waktu. Dan semasa diasingkan ke Digul, Hatta membawa semua buku-bukunya ke tempat pengasingannya. Pada saat membaca buku Hatta selalu fokus dan tidak dapat diganggu. Karena membaca merupakan sarana hiburan dan mendapatkan hiburan merupakan hak setiap orang, maka ia pikir ia berhak untuk mendapatkan ketenangan saat menghibur dirinya sendiri. Hal tersebut mengakibatkan rekannya disana menganggap ia sombong karena tidak ingin diganggu sama sekali waktunya untuk membaca sebuah buku.
Namun, Hatta tetaplah Hatta. Orang ini tidak pernah terlepaskan dari kebaikan. Hatta dikenal juga sebagai oranng yang peduli terhadap tahanan lainnya. Di sana juga, Hatta bercocok tanam dan membuat kursus kepada para tahanan. Diantara tahanan tahanan tersebut terdapat tahanan yang melakukan ibadah shalat dan puasa secara teratur. Mereka berasal dari wilayah Minangkabau dan Banten. Akan tetapi, mereka ditangkap karena terlibat dalam pemberontakan komunis.
Pada masa-masa ia diasingkan di Digul, Hatta menulis surat kepada untuk sang ipar. Di dalam surat yang Hatta kirimkan, berisi permintaan untuk dikirimi alat-alat pertukangan,seperti gergaji dan paku. Surat itu juga berisikan tentang cerita Hatta tentang nasib orang-orang yang mengalami pembuangan atau pengasingan disana. Dan setelah menerima surat dari Hatta, iparnya kemudian mengirim surat yang ditulis oleh Hatta ke koran Pemandangan di Jakarta. Dan tak lama, surat itupun dimuat dalam koran.Â
Dengan menyebarnya koran tersebut, maka banyak orang membaca cerita Hatta yang ia tulis dalam surat.hingga, surat yang ia tulis sampai dan dibaca oleh Colijn yang menjabat sebagai Menteri Jajahan pada saat itu. Colijn mengecam pemerintah akan terjadinya hal tersebut. Da iapun dengan segera, mengirimkan residen Ambon untuk menemui Hatta di Digul.Â
Dalam pertemuan antara Hatta yang residen Ambon, Hatta ditawari uang olehnya. Tentusaja Hatta menolak hal tersebut. Karena suat itu ia tulis untuk didengarkan pendapatnya dan bukannya malah dikasihani dan disodakohi uang. Dalam prinsip Hatta mungkin, kita tidak boleh menganggap suatu pertolongan itu dapat ditunjukan atau didefinisikan dalam bentuk uang. Selain itu, Hatta juga bepesan bahwa jika uang tersebut ditambah nominalnya, maka berikanlah pada pemimpin lain yang hidup dalam pembuangan atau pengasingan.
Setelah ia menetap di Digul selama kurang lebih tiga tahun lamanya, Hatta kemungkinan dipindahkan lokasi pengasingannya menjadi di Banda Neira. Tepatnya pada bulan Februaru tahun 1937. Mereka dipindahkan setelah Hatta menerima Telegram yang mengatakan bahwa dia di pindahkan. Hatta dipindahkan bersaan dengan Syahrir dan mereka menyewa rumah yang cukup besar disana. Rumah tersebut dapat dibilang lengkap fasilitasnya. Disana terdapat kamar, beberapa ruangan besar yang di dalamnya terdapat rak buku yang dapat dijadikan sebagai tempat kerja. Terutama bagi Hatta yang gemar membaca buku.
Sewaktu di Banda Neira, ia bercocok tanam. Dan Hatta juga menenulis di koran "Sin Tit Po" (dipimpin Liem Koen Hian; bulanan ini berhenti pada 1938) dengan honorarium f 75 dalam Bahasa Belanda. Kemudian, ia menulis di Nationale Commantaren (Komentar Nasional; dipimpin Sam Ratulangi) dan juga, ia menulis di koran Pemandangan dengan honorarium f 50 sebulan per satu/dua tulisan. Selain itu, Hatta juga pernah menerima tawaran Kiai Haji Mas Mansur untuk ke Makassar, dia menolak dengan alasan kalaupun dirinya ke Makassar dia masih berstatus sebagai seorang tahanan. Pada saat itu, sudah ada Cipto Mangunkusumo dan Iwa Kusumasumantri di tempat pengasingan. Mereka semua sudah saling mengenal satu samalain.
Di Banda Neira juga, Hatta juga mengajar kepada beberapa orang pemuda. Anak dr. Cipto contohnya. Ia belajar mengenai tata buku dan sejarah. Ada juga anak asli daerah Banda Neira yang belajar kepada Hatta. Dan terdapat pula seorang kenalan Hatta dari Sumatra Barat yang mengirimkan dua orang kemenakannya untuk belajar ekonomi dan juga sejarah. Selain itu, dari Bukittinggi dikirim Anwar Sutan Saidi sebanyak empat orang pemuda yang belajar kepada Hatta.
Pada tahun 1941, Mohammad Hatta menulis artikel dikoran Pemandangan yang isinya supaya rakyat Indonesia jangan memihak kepada baik ke pihak Barat ataupun fasisme, yaitu Jepang. Kelak, pada zaman Jepang tulisan Hatta dijadikan bahan oleh penguasa Jepang untuk tidak percaya Hatta selama Perang Pasifik. Yang mana, kelak tulisan Hatta dibaca Murase, seorang Wakil Kepala Kempeitai (Dinas intelijen) dan menyarankan Hatta agar mengikuti Nippon Seishin di Tokyo, pada November 1943.
Setelah mengalami pengasingan selama delapan tahun lamanya, akhirnya hatta dan Syahrir dibawa kembali ke Sukabumi pada tahun 1942. Perjalanannya ke Sukabumi Hatta lakukan setelah bermalam di Surabaya. Selang sau bulan selepas selesainya pengasingan Hatta, pemerintahan kolonial Belanda menyerah pada Jepang. Dan pada kesempatan itulah, Hatta dan Syahrir dibawa ke Jakarta. Mereka berdua pergi ke Jakarta menggunakan kereta api. Mereka pergi ke Sukabumi bersama dengan tiga orang anak-anak dari Banda yang dijadikan anak angkat oleh Syahrir.
Hatta bertemu dengan Mayor Jenderal Harada. Saat pertemuannya dengan sang Jendeal, Hatta menanyakan alasan mengapa Jepang datang ke Indonesia kepada Jenderal harada. Namun, Jenderal Harada malah menawarkan kerjasama dengannya. Akantetapi, Hatta menolak dan memilih menjadi seorang Penasihat. Hatta diberikan sebuah rumah si Oranje Boulevard (jalan Diponegoro) dan sebuah kantor. Kantor Hatta berada di Pegangsaan Timur. Hatta memanfaatkan sebagai seorang Kepala Kantor Penasehat Bala Tentara Jepang pada tahun 1942. Jepang beharap bahwa Hatta akan membeikan nasihat yang menguntungkan bagi mereka, namun kesempatan emas ini ia manfaatkan untuk melakukan aksi bela kepentingan rakyat Indonesia.
Hal yang dilakukan oleh Hatta mungkin terlihat sepeti sebuah penghianatan. Dan hal tersebut buaknlah hal yang disukai olehnya. Namun, ini semua ia lakukan demi kebaikan suatu kaum. Ia melakukan ini semua dengan niatan baik, yaitu ingin memerdekakan bangsanya, kaumnya, tempatnya tinggal dan tumbuh selama ini. Hatta ingin bangsanya bebas dari jajahan dan penyiksaan. Sudah cukup bagi Hatta yang tahu akan banyaknya pertunpahan darah demi sebuah kemerdekaan.
Saat-saat mendekati proklamasi yakni pada tanggal 22 Juni 1945, Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) membentuk panitia kecil yang disebut sebagai Panitia Sembilan. Panitia sembilan betugas mengolah usul dan konsep para anggota mengenai dasar Negara Indonesia. Panitia kecil itu beranggotakan 9 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno. Anggota lainnya Bung Hatta, Mohammad Yamin, Achmad Soebardjo, A.A. Maramis, Abdulkahar Muzakir, Wahid Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosujoso.Â
Peranan panitia sembilan cukup penting. Hatta dan dengan dibantu rekan yang lain, berusaha membuat dasar Negara. Negara tidak akan berdiri tanpa adanya pondasi fundamental yang berisikan cita-cita dan tujuan Negara. Semua itu perlu dibuat dan dipersiapkan dengan baik, agar tujuan Negara kita jelas. Dengan begitu aturan hukum pun dapat terlaksana dengan baik. Panitia sembilan menghasilkan sebuah rumusan "Undang-Undang Dasar" 1945. Pada awalnya rumusan tersebut dinamai Piagam Djakarta, namun kemudian diganti menjadi Undang-Undang Dasr 1945.
Pada tanggal 9 Agustus 1945, Hatta tengah bersama dengan Bung Karno dan Radjiman Wedyodiningrat. Ia dan keduanya diundang ke Dalat (Vietnam) untuk diberi pelantikan sebagai ketua dan wakil ketua PPKI. Badan ini bertugas melanjutkan hasil kerja BPUPKI dan menyiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak Jepang kepada Indonesia. Pelantikan dilakukan secara langsung oleh Panglima Asia Tenggara Jenderal Terauchi. Acara berlangsung seperti acara politik pada umumnya. Berkumpulnya orang-orang penting ber jas hitam yang bila mana berpapasan, mereka akan saling bersalaman dan tersenyum. Namun, senyum itu memiliki beragam arti, dan yang pastinya tidak semua senyuman berarti bik di dunia perpolitikan.
Â
Di dini hari yang dingin, dimana Hatta sedang terlelap dalam tidurnya yang begitu nyenyak. Bagi orang-orang seperti Hatta,tidur adalah masa yang paling menenangkan. Pasalnya, disaat itulah ia tidak akan teganggu pikirannya dengan hal-hal yang lain. Namun, secara tiba-tiba ada orang yang mengganggu waktu tidurnya dan membawanya kesuatu tempat. Hatta diculik oleh para pemuda PETA. Penculikan ini bermaksud sebagai bentuk desakan pemuda Indoonesia yang ingin kemerdekaan Indonesia segera diproklamasikan. Para pemuda PETA yang melakukan penculikan pada Hatta adalah Soekarni, Wikana, dan Chaerul Saleh .
Penculikan ini terjadi pada Hatta dan juga Soekarno dengan maksud untuk membujuk agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Karena pada saat itu, Indonesia tengah berada di dalam kefakuman pemerintahan sebagai akibat dari pengeboman dua wilayah Jepang. Dua wilayah itu merupakan wilayah Hiroshima dan Nagasaki yang dijatuhi bom oleh Sekutunya Amerika. Hatta dan Soekarno, kemudian dibawa ke sebuah rumah milik salah seorang pimpinan PETA, Djiaw Kie Siong, di sebuah kota kecil Rengasdengklok (dekat Karawang, Jawa Barat). Peristiwa ini dinamakan dengan Peristiwa Rengasdengklok yang terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945.
Penyebab terjadinya penculikan pada Hatta tadi pagi juga merupakan akibat dari adanya perbedaan pendapat antara kaum tua dan kaum muda. Saat itu, Soekarno berpendapat bahwa lebih baik jika menunggu kemerdekaan yang katanya akan diberikan oleh Jepang. Namun, golongan muda menyarankan segera mengingkrarkan kemerdekaan secepat mungkin. Karena, saat ini tengah berada dalam gocangan yang sangat besar. Dua kota mereka dibom, dan itu merupakan sebuah kehancuran luar biasa bagi Jepang. Para golongan muda melihat adanya celah dari kubu Jepang yang kekuatan dan pertahanannya mulai melemah. Oleh sebab itu, mereka ingin memanfaatkan celah tersebut sebagai kesempatan emas untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Â
Pada akhirnya usulan para pemuda Indonesia yang memiliki semangat kemrdekaan pun didengar. Hatta dan Soekarno mengiyakan hal yang mereka ingikan. Mereka tidak harus menunggu Jepang untuk menyerahkan kemerdekaan Indonesia, seperti pernyataan Soekarno. Akhirnya, rakyat dapat mereebut kemerdekaan dengan perjuangan mereka sendiri, tanpa ada iming-iming pemberian penjajah. Para pemuda seperti tak sudi jika kemerdekaan diraih dengan belas kasihan penjajah tanpa adanya usaha. Hal itu terlihat seperti bangsa ini lemah dan tak mampu melawan sehingga mengemis kemerdekaan. Sangat tidak etis jika kita mengambil keputusan tersebut.
Â
Malam hari, Hatta dan orang-orang lain yang terlibat mengadakan rapat untuk persiapan proklamasi Kemerdekaan Indonesia di kediaman Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol 1 Jakarta. Sebelum rapat, mereka menemui somabuco (kepala pemerintahan umum) Mayjen Nishimura untuk mengetahui sikapnya atau pendapatnya mengenai pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pertemuannya dengan somabuco tidak menghasilkan kesepahaman sehingga hal tersebut semakin meyakinkan Hatta dan Soekarno. Mereka berdua yakin akan keputusan untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan tanpa adanya kaitan lagi dengan Jepang. Ketidak sepahaman akan hal tersebut dapat menjadika bukti bahwa Jepang tetap ingin menguasai Indonesia. Janjinya untuk menterahkan kemerdekaan pada Indonesia hanyalah tipuan belaka agar Indonesia menaruh kepercayaan pada Jepang.
Â
Hingga tibalah saat yang dinanti-nanti, tidak hanya oleh Hatta, akan tetapi oleh seluruh masyarakat Indonesia. Pembacaan teks Proklamasi Indonesia yang berlangusng di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta pukul 10.00 WIB. Hari itu menjadi hari dimana seluruh rakyat bersorak kegirangan. Akhirnya, kemerdekaan yang selama ini mereka nantikan kehadiannya telah tiba. Hari dimana para pejuang yang gugur dapat merasa lega sepertinya, melihat pengorbanan yang mereka lakukan tidaklah sia-sia.
Dan pada keesokan harinya, tanggal 18 Agustus 1945, Hatta resmi dipilih sebagai Wakil Presiden RI yang pertama mendampingi Presiden Soekarno yang menjabat sebagai Presiden pertama Republik Indonesia. Tidak disangka-sangka bahwa, di anak kutu buku yang senang bermain air di kamar mandi, kini menjadi seorang wakil pemimpin Negara. Hatta telah menjadi seorang wakil Presiden Indonesia. Memanng perjalanan dan nasib hidup sesorang tidak akan ada yang tahu dan dapat memprediksi. Rahasia dan rencana yang disimpan oleh Tuhan tidaklah dapat kita tebak. Benar apa yang selalu menjadi pegangan Hatta, usaha, do'a, dan tawakal adalah kunci dari segala sesuatu.
Â
Selama menjadi Wakil Presiden, Hatta amat gigih bahkan dengan nada sangat marah, menyelamatkan Republik dengan mempertahankan naskah Linggarjati di Sidang Pleno KNIP di Malang yang diselenggarakan pada 25 Februari -- 6 Maret 1947 dan menghasilkan Persetujuan Linggajati yang diterima oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sehingga anggota KNIP menjadi agak lunak pada 6 Maret 1947.
Pada saat terjadinya Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947, Hatta dapat meloloskan diri dari kepungan Belanda dan pada saat itu dia masih berada di Pematangsiantar. Dia dapat selamat bersamaan dengan Gubernur Sumatra Mr. T. Hassan yang tiba di Bukittinggi. Sebelumnya pada tanggal 12 Juli 1947 Bung Hatta mengadakan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya dan berhasil menetapkan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi di Indonesia. Kemudian dalam Kongres Koperasi II di Bandung tanggal 12 Juli 1953, sosok Hatta diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia.Â
Kemudian, Bung Hatta dengan segala kewibawaannya sebagai Wakil Presiden hendak memperjuangkan Perjanjian Renville hingga berhasil. Dan upayanya tersebut mengakibatkan jatuhnya Kabinet Amir sehingga perlu digantikan oleh Kabinet Hatta. Pada era Kabinet Hatta yang dibentuk pada 29 Januari 1948, ia menjadi Perdana Menteri dan merangkap jabatan sebagai Menteri Pertahanan di Indonesia.
Â
Suasana panas kembali timbul saat adanya Pemberontakan PKI di Madiun pada bulan September 1948. Peristiwa tersebut, semakin memuncak pada saat terjadinya penyerbuan tentara Belanda ke Yogyakarta, pada 19 Desember 1948. Hatta bersama Soekarno diangkut oleh tentara Belanda pada hari itu juga. Dan pada tahun yang sama, Hatta bersama Bung Karno diasingkan ke Menumbing, Bangka.Â
Beberapa waktu setelah pengasingan karena mengalami adanya sebuah perundingan Komisi Tiga Negara (KTN) di Kaliurang, di mana Critchley datang mewakili Australia dan Cochran mewakili Amerika.Â
Â
Pada Juli 1949, terjadi kemenangan Cochran dalam menyelesaikan perundingan Indonesia. Tahun ini, terjadi sebuah perundingan penting. Perundingan tersebut, yaitu Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diadakan di Den Haag sesudah berunding selama 3 bulan. Dan pada 27 Desember 1949 kedaulatan NKRI telah dimiliki bangsa Indonesia untuk selamanya. Ratu Juliana memberi tanda pengakuan Belanda atas kedaulatan negara Indonesia tanpa syarat, terkecuali Irian Barat yang akan dirundingkan lagi dalam waktu setahun setelah Pengakuan Kedaulatan kepada Hatta yang pada saat itu bertindak sebagai Ketua Delegasi Republik Indonesia di Amsterdam dan di Jakarta.Â
Di Amsterdam, dari Ratu Juliana kepada Drs. Mohammad Hatta dan di Jakarta dari Dr. Lovink yang mewakili Belanda kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Sehingga pada akhirnya negara Indonesia menjadi negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Hatta terpilih menjadi Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat (RIS). Ia juga merangkap sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Serikat (RIS) dan berkedudukan di Jakarta. Sedangkan Bung Karno menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat.Â
Ternyata RIS tidak berlangsung lama. Pada 17 Agustus 1950, Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan yang ditetapkan, yaitu ibu kota Jakarta dan Perdana Menteri Mohammad Natsir. Bung Hatta kembali menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia kembali dan berdinas di Jalan Medan Merdeka Selatan 13 Jakarta.
Di tahun 1955, Hatta membuat pernyataan bahwa bilamana parlemen dan konstituante pilihan rakyat sudah terbentuk, dia akan mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Menurut Hatta, dalam negara yang mempunyai kabinet parlementer, Kepala Negara adalah sekadar simbol saja, sehingga Wakil Presiden tidak diperlukan lagi keberadaanya dalam dalam Negara yang telah mempunyai kabinet parlementer.Â
Pada tanggal 20 Juli 1956, Hatta menulis sepucuk surat kepada Ketua DPR pada saat itu, Sartono yang isinya berisi "Merdeka, Bersama ini saya beritahukan dengan hormat, bahwa sekarang, setelah Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih rakyat mulai bekerja, dan Konstituante menurut pilihan rakyat sudah tersusun, sudah tiba waktunya bagi saya untuk mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Segera, setelah Konstituante dilantik, saya akan meletakkan jabatan itu secara resmi." Keputasan itu telah Hatta pikirkan matang-matang. Hatta selalu mempertimbangkan sesuatu secara matang. Dalam memutuskan sesuatu, ia selalu memiliki alasan dibalik semua keputusann yang ia buat.
Namun, DPR menolak secara halus permintaan Hatta tersebut. DPR menolak dengan cara mendiamkan surat tersebut. Mungkin kehadirannya masih amat dibutuhkan dalam menjalankan negara. Usahanya dalam mendapatkan izin untuk dapat mundur dari jabatannya sebagai wakil Presiden tidaklah berhenti sampai disitu. Hatta kembali membuat surat pada tanggal 23 November 1956. Hatta menuliskan surat susulan yang isinya sama, bahwa tanggal 1 Desember 1956, dia akan berhenti sebagai Wakil Presiden RI.Â
Akhirnya, pada sidang DPR pada 30 November 1956. Pihak DPR pun menyetujui permintaan Mohammad Hatta untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden. Jabatan yang telah dipegangnya selama 11 tahun itu, ia lepas atas permintaannya sendiri. Mungkin banyak pihak yang tidak menyetujui kemundurannya sebagai wakil presiden, namun itu semua merupakan hak Hatta yang juga berhak memutuskan sendiri jalan hidupnya.
Di akhir tahun 1956 juga, Hatta tidak sejalan lagi dengan Bung Karno. Hal tersebut terjadi karena dia tidak ingin memasukkan unsur komunis dalam kabinet pada waktu itu. Sedangkan seperti yang kita ketahui bahwa Soekarno termasuk kedalam golongan pro terhadap komunis. Sebelum ia mundur, Hatta mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Sebenarnya gelar Doctor Honoris Causa ingin diberikan pada Hatta di tahun 1951. Namun, gelar tersebut baru diberikan pada 27 November 1956.Â
Demikian pula Universitas Indonesia pada tahun 1951 telah menyampaikan keinginan itu tetapi Bung Hatta belum bersedia menerimanya.
"Nantisaja kalau usia saya sudah 60 tahun" begitu kira-kira ucap Hatta. Sikap rendah hati seorang Hatta selalu dapat membuat orang lain kagum. Sosok pahlawan, tokoh bangsa dan masih banyak lagi julukan yang Hatta miliki, namun ia masih saja merasa kurang dan belum pantas untuk menerima sesuatu.
Â
Kembali ke tahun 1945, dimana terdapat kisah manis disana. Kisah dimana Hatta dewasa bertemu dengan pasangan hidupnya. Kita dapat melihat sosok Hatta yang lain. Dimana, biasanya kita melihat sosok Hatta yang ambisius dan fokus, namun kali ini kita dapat melihat sosok Hatta yang mendadak berubah menjadi seorang Romeo. Hatta yang bersikap manis, dan banyak menciptakan kalimat-kalimat ajaib untuk pasangannya.
Â
Hatta, adalah seorang kutu buku, cendikiawan dan tokoh bangsa yang amat sangat fokus terhadap masalah yang menyangkut Negara Indonesia. Selama Indonesia belum dapat melalui masa penjajahan ini, Hatta tidak memiliki keinginan untuk memikirkan tentang hal-hal yang bersangkut pautan dengan yang namanya kisar asmara. Rasa tanggung jawab dan pengabdiannya terhadap Negara amatlah besar, sehingga sepertinya tidak ada ruang khusus untuk seorang wanita selain untuk Saleha sang ibu. Rasa cinta Hatta pada masa perjuangan kemerdekaan telah ditaruh penuh pada bangsa Indonesia.
Suatu ketika saat Hatta tengah berada disebuah pekumpulan atau dapat kita sebut reuni. Saat itu Hatta tengah menghadiri reuni angkatan Perhimpunan Indonesia saat ia masih menjadi seorang Mahasiswa disebuah universitas di Belanda. Hanya rekan-rekan yang dulu berjuang bersama dan berada di pihak Hatta saat itulah yang hadir di reuni ini. Ada satu anggota yang mengirim surat undangan untuk menghadiri reuni. Surat itu layaknya sebuah undangan untuk bersilaturahmi bagi Hatta, karena menjaga silaturahmi merupakan suatu keharusan dalam agamanya, maka tidak ada salahnya jika ia pergi hadir selagi ia bisa dan memiliki umur. Begitu kira-kira pikir Hatta.
Acara berjalan seperti acara-acara nostalgia memori seperti pada umumnya. Semua orang mengobrol dan memesan makanan di tempat makan atau biasa kita sebut sebagain Restoran di daerah Bandung. Mereka mengobrol banyak halm terutama tentang ceita perjuangan Hatta hingga ia dapat menjadi seorang tokoh atau pahlawan yang namanya semakin besar dan dikenal sekarang. Hatta tidak pernah ingin berinisiatif untuk bercerita sendiri. Jika ada yang bertanya maka ia akan jawab tertusaja, karena itu pemintaan mereka yang ingin tahu kisahnya. Akan tetapi, jika tidak ada yang bertanya maka ia tidak akan bercerita dengan sendirinya. Yang Hatta takutkan hanyalah, bila mana ia berceita terlebih dahulu, ia takut jika hal tersebut dapat dikatakan sebagai usahanya pame akan sesuatu. Hatta tau kisahnya luar biasa, itulah sebab kenapa ia tidak ingin bercerita duluan.
Hingga terdapat salah satu pertanyaan dari rekannya yang amat membuatnya kepikiran selama kumpul bersama mereka.
"Tuan Hatta ini, apakah sudah mmeiliki pendamping hmm?" tanya salah satu rekannya yang terdengar seperti candaan yang sedikiit menggoda (mengejek) Hatta.Â
Hatta yang mendengar hal tesebut kemudian hanya tersenyum. Memang iya, di usianya yang sudah berkepala empat, Hatta masihlah melajang hingga saat ini. Hal itu mungkin akan terlihat menyedihkan bagi sebagian orang. Namun, bagi Hatta gurauan tersebut malah menjadikan sebuag pengingat baginya bahwa ia harus menemukan pasangan hidup lalu menikah.
"Untuk saat ini belum, tapi sepertinya aku akan segera memikirkan hal tersebut secepatnya. Terimakasih telah diingatkan. Berkat kau aku jadi ingat akan tujuan lain dalam hidup." Hatta menjawab dengan tenang dan nampak berterimakasih telah diingatkan.
"Jadi selama ini kau lupa akan kodratmu? Sepertinya benar yang dikatakannya (menunjuk salah satu temannya) bahwa kau akan menikah dengan buku-bukumu" guraunya pada Hatta. Hatta menanggapi dengan tersenyum sedikit tertawa kecil, sedangkan yang lain terlihat laluasa menertawakan Hatta. Kapan lagi kau akan bisa menertawakan seorang Moh Hatta. Kisah hhidupnya yang penuh dengan kisah yang hanya bisa ditanggapi dengan tepukan tangan dan apresiasi. Namun kini, mereka menemukan celah untuk mengejeknya. Kesempatan yang luar biasa.
Mengingat pasal buku, mereka semua jadi teringat akan saat dimana mereka semua dimintai untuk mengemasi buku-buku Hatta. Semua rekannya,termasuk Hatta kembali terhanyutkan oleh memori masa lalunya. Menganang kisah yang amat sangat seru unruk dikenang bersana dimasa sekaang. Kenangan masa lalunya merupakan masa lalu yang indah untuk dikenang bersama-sama bersama rekan seperjuangan, namun tidak indah untuk Hatta dan yang lainnya ulang. Jika mereka mengingat akan bagaimana mereka diperlakukan saat itu.Â
"Cerita masa lalu akan terlalu sempurna tanpa adanya penderitaan, karena disaat kita mengenang masa lalu menyedihkan pun kita dapat selalu dapat melihat cahaya makna dari kisah yang terukir di garir takdir."
Â
Faktanya, bahwa Hatta merupakan pria pemalu yang bersikap dingin pada wanita. Bahkan bung Karno sendiri sangat merasa gelisah, karena Hatta masih saja melajang di usianya yang sudah 40 tahun. Seperti fakta yang diungkapkan oleh rekannya saat berkumpul, Hatta memanglah hanya menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Dengan ikrar Hatta yang pantang menikah sebelum Indonesia mererdeka memang benar adanya. Namun apa, kebenerannya adalah bahkan selepas Indonesia merdeka pun Hatta masih tetap saja melajang.Â
Sebagai sahabat, Soekarno melakukan beragam usaha untuk membuatnya tidak lajang lagi dan segera menikah dengan seorang wanita.
"Hei Hatta! Apakah kau tidak bosan melajang? Aku saja sedih melihatmu yang terus-terusan melajang seperti ini. Ingat usiamu sudah mulai menuju setengah abad" ucap Soekarno mengomeli Hatta yang memang cuek orangnya. Ia sudah sering sekali menanyakan perihal pasangan hidup. Biar bagaimanapun juga, memiliki pasangan hidup dan menikah merupakan suatu kebutuha. Soekarno tentu tidak ingin sahabatnya itu menikahi buku-bukunya.
"...." tidak ada jawaban dari Hatta mengenai hal tersebut. Ia mungkin sudah merasa bosan diingatkan tentang menikah. Namun, sejak reuni kemarin Hatta sudah mulai merencanakannya. Ia sudah menemukan wanita yang dapat menyisakan sedikit ruang di hatinya. Baru menemukan, ingat! Dia belum merencakanakan hal lain setelahnya. Memang pada dasarnya ia merupakan pria pemikir yang banyak bergelut dengan pikirannya sendiri saat tengah merencanakan sesuatu.Â
Memang sejak dahulu sikap Hatta sudah sangat tidak habis untuk dipikir. Menemukan cara mendekati wanita saja sudah seperti merumuskan dasar negara. Apakah perlu diadakan konferensi meja bundar untuk itu?
Soekarno bertanya kembali pada Hatta, "Kira-kira adakah wanita yang berhasil memikat hatimu, jika ada maka katakan padaku! Aku akan bantu kau untuk melamarnya!."
Saat itu Hatta menjawab bahwa wanita itu adalah Rahmi Rachim. Wanita yang memiliki tempat spesial di hatinya. Mendengar kisah cintanya yang terjadi di usia 40 tahu, Hatta sudah seperti seorang remaja tua yang sedang kasmaran saja dilihatnya.Â
Dan benar saja, Soekarno pergi melamarkan Rahmi untuk Hatta. Rahmi merupakan gadis yang cantik dan berasal dari Bandung. Entah dimana ia bertemu dengannya, apakah saat pulang dari acara reuni di Bandung saat itu. Sepertinya bisa jadi, karena bisa saja saat diledeki rekannya, Hatta merasa ingin membuktikan sehingga sepulang reuni ia langsung mencari wanita Bandung yang dikenal manis. Dan konon, Rahmi merupakan wanita yang paling tersohor akan kecantikannya di Bandung. Memang bisa Hatta ini.
Â
Sebelumnya, rekan Hatta pernah membuat jebakan kencan buta untuk Hatta. Semua rencana telah diatur oleh seluruh rekan-rekannya. Saking jengkelnya mereka mungkin, melihat Hatta yang terus terus melajang. Ia dipertemuka dengan seorang wanita Polandia. Menurut kabar, bahwa wanita ini sanggup membuat lelaki terpesona dan menggetarkan hati setiap lelaki.Â
Hatta dijebak untuk melaksanakan makan malam dengan wanita ini. Dan sebelum itu, rekan-rekan Hatta meminta agar si wanita Polandia ini menggoda Hatta. Namun apa daya, sikap dinginnya sulit untuk diluruhkan. Ia selalu gagal menggoda Hatta. Mungkin karena keimanan Hatta yang kuat jugalah yang menjadikannya seperti itu.
Hatta tetap melaksanakan makan malam bersamanya. Ia juga tetap mempelakukannya dengan baik dan sopan meskipun sudah digoda habis-habisan. Setelah mereka berpisah, sang wanita memberi laporan akan apa yang terjadi selama makan malam. Info apakah Hatta terpikat atau menerima rayuan si wanita. Namun nyatanya, rekan Hatta malah mendapatkan kabar canggung dari sang wanita. Wanita Polandia itu menyatakan bahwa Hatta seperti seorang Pendeta yang kaku dan kebal terhadap godaan.
Â
Setelah ditelusuri, ternyata kisah pertemuan Hatta dengan Rahmi telah berlangsung pada tahun sebelum kemerdekaan. Pada saat itu mereka bertemu di Institut Pasteur, Bandung. Saat itu, Hatta dan Bung Karno temgah mengadakan kunjungan kesana. Pertemuan Hatta dan Rahmi hanyalah pertemuan biasa dimana seperti orang asing yang berpapasan dengan orang asing lainnya. Hatta hanya perpapasan saja dan hanya melihat singkat wajah Rahmi. Hanya seperti itulah pertemuan Hatta dan Rahmi. Tidak ada kisah manis saling bertubrukan lalu barang milik salah saunya terjatuh dan mereka akan saling beradu manik saat berusaha mengemasi barang tersebut misalnya. Terlalu mustahil sepertinya untuk membayangkan kisah cinta Hatta akan berawal seperti pada cerita cerita kisah drama cinta. Petemuan mereka benar-benar definisi dari cinta pandangan pertama.bahkan hanya Hatta saja yang memandang.
Meski begitu, Hatta berhasil menikah dengan Rahmi. Ia behasil mendapatkan identitas Rahmi dengan hanya mengingat ciri-ciri wajah dan perawakan Rahmi saat ia melihatnya. Hatta akhirnya behasil meminang Rahmi dengan maskawin sebuah buku ciptaannya yang berjudul "Alam pikiran Yunani". Buku ini Hatta buat selama masa buangannya di Digul saat itu. Ia menjadikan buku tersebut sebagaim maskawin, karena tak ternilai dengan anka dan penuh banyak makna.Â
Hatta mempersunting Rahmi di sebuah villa di Megamendung, Bogor pada 18 November 1945.
Mungkin banyak yang mempetanyakan mengapa Rahmi mau dipesunting hanya dengan sebuah buku. Namun, pada dasarnya buku tersebut penuh arti.kecintaan Hatta terhadap buku berhasil mengantarkannya pada kecerdasan dan membuahkan hasil kemerdekaan Indonesia. Buku inipun merupakan bagian dari perjuangannya meraih kemerdekaan. Sejatinya, buah pikiran Hatta yang tertuang pada buku tersebut lebih berharga daripada harta benda seperti uang atau pehiasan mewah.
Â
Tiga hari selepas pernikahan, mereka memutuskan untuk pindah dan tinggal di Yogyakarta. Pernikahan Hatta dengan Rahmi dikaruniai tiga orang anak, yang diberi nama Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi'ah Hatta, dan Halida Nuriah Hatta. Hatta beserta sang istri dan ketiga orang anaknya tinggal denngan harmonis. Selama beumah tangga, tidak pernah terdengar desas desus atau isu miring dari keluarga ini. Hatta yang nyatanya seorang pria dingin saat itu, ternyata berwatak manja pada sang istri. Ia terkadang melemparkan gombalan-gombalan manis pada istrini yang tentu saja membuat Rahmi geli dibuatnya. Selain itu, ia adalah ayah yang baik dan berhasil mendidik anak-anaknya.
Ditemani oleh sang istri Rahmi, Hatta banyak mendiskusikan berbagai hal-hal atau topik penting yang ada.Rahni nerupakan partner bicara dan komunikasi yang baik. Pengetahuan Rahmi juga lumayan luas sehingga Hatta merasa nyaman mengobrol dan membahas sesuatu bersama. Meskipun tertaup usia yang cukup jauh, yaitu 24 tahun bedanya. Mereka berdua tetapharmonis seperti pasangan-pasangan pada umumnya. Bahkan pasangan ini bisa dikatakan debagai pasangan paling ahrmonis saat itu.Â
Hubungan mereka berdua sangatlah awet dan rukun. Menjalani setiap harinya, baik itu susah maupun senang, mereka tetaplah bersama. Bahkan, saat Hatta memutuskan untuk mundur dari bangku wakil presiden, mereka tetap harmonis. Tidak ada seikitpun keluhan dari sang istri mengenai keputusan sang suami.Â
Menjadi mantan wakil presiden Indonesia bukan berarti keluarga Hatta dan istrinya itu bergelimangan dengan harta. Ada satu masa dimana Rahmi menginginkan sebuah mesin jahit yang ia sangat idam-idamkan, namun tidak mampu untuk membeli karena uangnya tidak cukup. Dan pernah suatu ketika Hatta tidak mampu membayar tagihan listrik dirumahnya,
Hai berganti dengan minggu, minggu berganti denmgan bulan dan bulan berganti dengan tahun. Kehidupan mereka selalu berjalan dengan sama, tetap harmonis dan bahagia. Hingga akhirnya Hatta mulai sakit sakitan dan mulai sering memasuki rumah sakit. Tubuhnya sudah mulai kelelahan untuk melakukan hal yang berat dan sulit dilakukan.Â
Hatta masuk rumah sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 1963, kemudian masuk kembali tahun 1967, tahun 1971, 1976 dan 1979. Tercatat Hatta sudah mask RSsebanyak 5 kali. Alhamdulillah selepas masuk, ia selalu pulang dengan kesembuhan. Sakit merupakan hal wajar, ia akan pulih jika sudah waktunya. Akan tetapi, pada tanggal 3 Maret tahun 1980, hari itu menjadi hari terakhirnya pergi ke Rumah Sakit. Ia dirawat disana selama kurang lebih 11 hari. Hatta menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Â
Hari itu menjadi hari terakhir perjuangan Hatta. Hari dimana tugasnya sebagai seorang ayah dan suami yang baik telah usai. Kali ini ia tidak pulang dengan keadaan sehat, tetapi pulang dengan keadaan tenang. Tenang sekali, sampai-sampai tak bergeming saat keluaganya tengah menangis. Sosok ayah dan suami yang selalu menjaga dan melindungi anak dan istrinya telah tiada. Yang ada hanyalah tubuh yang terbujur kaku disana. Tubuh dimana jiwa Hatta singgahi semasa hidupnya. Tubuh dimana wujudnya terpampang nyata dihadapan semua orang saat tengah membela bangsa. Hatta wafat pada hari itu, menyisakan pilu mendalam bagi semua masyarakat Indonesia.
Â
Keesokan harinya, Hatta disemayamkan di kediamannya Jalan Diponegoro 57, Jakarta dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir, Jakarta dan disambut dengan upacara kenegaraan yang dipimpin langsung uleh wakil presiden saat itu, Adam Malik.Â
Jasadnya terkubur dalam tanah dan kembali akan menyatu dengan Bumi. Saat liang sudah tertutup rapat dan menghilang dari pandangan. Raganya terkubur bersamaan dengan dikenangnya perjuangan semasa hidup yang tercipta. Jasanya akan selalu dikenang, sebagai sosok yang setia, taat, amanah, jujur, tegar, sabar, tangguh, dan masi banyak lagi kebaikan-kebaikan Hatta yang lainnya. Waktunnya telah habis. Kini saatnya mengiklaskan kepergiannya dengan damai.Â
Nama Hatta akan selalu dikenang sebagai sosok pahlawan negeri. Hingga pada tahun 1986 ia ditetapkan sebagai pahlawan proklamator.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H