Sebagaimana telah dijelaskan bahwa setiap perilaku yang bertujuan untuk memenuhi kelima hajat itu adalah mashlahat dan sebaliknya setiap perilaku yang menghilangkan kelima hajat tersebut itu adalah mafsadat, sebagaimana penjelasan asy-Syatibi:
" "
"Mashlahat adalah memenuhi tujuan Allah Swt. yang ingin dicapai pada setiap makhluknya. Tujuan tersebut ada 5 (lima) yaitu menjaga agamanya, jiwanya, akalnya, keturunannya dan hartanya. Standarnya, setiap usaha yang bertujuan melindungi lima maqashid ini, maka itu termasuk mashlahat.
Dan sebaliknya, setiap usaha yang bertujuan menghilangkan lima magashid ini, maka termasuk madharat". Suatu hal bisa dikategorikan mashlahat jika bagian dari kulliatu al-khamsah tersebut di atas, jika bukan bagian dari Kulllatu al-Khamsah, maka tidak bisa dikategorikan mashlahat.
Batasan Kedua: Tidak Bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah
1. Tidak Bertentangan dengan Al-Qur'an
Setiap mashlahat harus menjadi bagian dari 5 (lima) maqashid syariah itu tidak cukup, tetapi harus dipastikan tidak bertentangan dengan nash Al-Qur'an, Jika suatu mashlahat bertentangan dengan Al-Qur'an, maka tidak bisa dikategorikan mashlahat. Al-Buthi menjelaskan bahwa setiap mashlahat yang berten tangan dengan Al-Qur'an terbagi kepada dua bagian:
a. Mashlahat yang didasarkan pada asumsi dan tidak didasarkan pada qlyas, nash yang goth'i dilalah (tidak multi tafsir), maka kekuatan hukum mashlahat tersebut menjadi batal. Misalnya firman Allah Swt:
Padahal Allah Swt. telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Ayat ini menjelaskan perbedaan hukum jual beli dan hukum riba, jual beli itu hukumnya boleh, sedangkan riba itu diharamkan. Maka jika ada hasil analisis ekonomi yang menyimpulkan bahwa bunga atas pinjaman itu bermanfaat dan menguntungkan sehingga dibolehkan, maka kesimpulan ini tidak bisa dibenarkan karena bertentangan dengan ayat tersebut di atas.
b. Mashlahat yang didasarkan pada qiyas yang benar. Mashlahat sebagai far yang diqiyaskan kepada ashl karena memiliki illa yang sama.