"berikanlah kabar gembira dan jangan menakut-nakuti, dan permudahlah dan jangan mempersulit".
Di antara kaidah fiqh at-taisir adalah jika ada dalil yang memiliki derajat sama atau ada dua pilihan yang hukumnya boleh, maka seyogianya memilih pendapat yang lebih memudahkan, Jika salah satu pendapat tersebut mengakibatkan mashlahat dan pendapat lain yang mengakibatkan mafsadah, maka seyogianya menutup pintu mafsadah tersebut (sad adz-dzariah), dan memberikan alternatif lain yang halal.
Beberapa prinsip fikih taisir sebagai berikut:
 a. Memerhatikan aspek rukhsah
 b. Mendahulukan pendapat yang lebih mudah daripada pendapa yang ahwath (lebih hati-hati)
 c. Mempersempit wilayah wajib dan haram
 d. Memudahkan hal-hal yang sudah menjadi 'umum al-balwa (sesuatu yang tidak bisa dihindarkan).
Di antara contoh praktik fiqh at-taisir adalah fatwa DSN tentang jual beli emas. Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat, sebagian ulama salaf melarangnya karena termasuk riba nasi'ah, sedangkan sebagian ulama kontemporer membolehkannya karena 'illat emas sebagai harta ribawi adalah tsamaniyah; maksudnya emas yang menjadi harta ribawi adalah emas yang menjadi mata uang.Â
Tetapi saat ini, emas yang diperjualbelikan itu telah menjadi komoditi dan bukan mata uang, maka bukan termasuk harta ribawi, maknanya boleh membeli emas dengan tempo. Pendapat inilah yang sesuai dengan kaidah fiqih taisir.
3. Fikih Muwazanah dan Aulawiyat
Fikih Aulawiyat (fikih taisir) Prioritas adalah meletakkan setiap urusan (baik hukum, nilai atau perbuatan) secara adil dan proporsional; dengan mendahulukan yang lebih penting dari yang penting berdasarkan standar-standar syar'i.