"Mira!" Aku melangkah sambil memanggil namanya. Mira menoleh, menghentikan langkahnya.
"Hai, Rion. Ada apa?"
"Dia..." aku menunjuk laki-laki di sebelah Mira.
"Calon suamiku. Dia baru saja melamarku tadi" Mira menjulurkan tangannya, memperlihatkan cincin di jari manisnya.
"Calon suami?" Aku bertanya dengan suara antara terdengar atau tidak.
Mira mengangguk, "Iya, dan kami akan segera menikah, setelah wisuda nanti."
Laki-laki di sampingnya tersenyum, menjulurkan tangan ke arahku. "Dewa, namaku Dewa."
Demi sopan santun aku juga ikut menjulurkan tangan, berjabat tangan dengannya juga balas menyebutkan nama, "Rion"
"Oh iya, kau ada perlu apa?" Mira bertanya.
"Tidak ada, nanti saja. Aku ada urusan lain. Bye." Aku segera pamit, melangkah cepat, pergi... entahlah kemana saja. Kakiku melangkah sembarangan, tak tentu arah. Ada sesuatu yang berbeda dariku. Tapi apa? Ada sesuatu yang terasa berbeda di dalam diriku, sakit? Kesal? Atau apa? Aku tidak mengerti. Dan karena apa? Aku benar-benar tidak tahu. Hei, tiba-tiba aku tersadarkan, aduh kenapa aku menuju parkiran, bukankah aku masih ada kelas? Aku melangkah kembali ke dalam bangunan kampus, kali ini menuju ruang kelasku. Tiba di sana, masih berlangsung pembelajaran di sana, aku memutuskan menunggu.Â
Hening, senyap, dan aku hanya duduk dalam diam, menatap kosong ke depan. Apa ini? Apa yang kurasakan ini? Rasanya tidak enak sekali, aku sakit? Aku menyentuh dahiku dengan belakang telapak tangan, dingin, tidak panas. Tapi aku merasa tidak enak.