Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Teana - Paphos (Part 16)

10 Februari 2018   11:55 Diperbarui: 10 Februari 2018   12:40 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ratusan tahun silam, Gunung Hor masih berupa dataran tinggi yang luas dan gersang. Gunung yang  berada di lembah Wadi Araba itu nampak sepi. Sesekali terdengar desiran debu pasir gunung yang tertiup angin. Menyebarkan panas ke seluruh dataran tinggi diatas Gunung Hor.

Disana, di sebuah tempat diatas Gunung Hor terdapat sebuah kehidupan. Kehidupan Bangsa Bawah. Yakni Bangsa Jin yang mendiami kompleks Al Djinn. Sebuah kompleks bebatuan yang sangat besar berbentuk persegi. Tinggi menjulang hampir mencapai tujuh kali tinggi orang dewasa.

Kerajaan itu dipimpin oleh seorang Ratu Jin bernama Mehnaz. Ia dan pengikutnya berdiam diri di salah satu sumber mata air yang ada disana. Menjaga sumber mata air itu agar selalu mengalir dan mengeluarkan air.

Seiring berjalannya waktu, orang -- orang mulai berdatangan ke Gunung Hor. Orang -- orang itu adalah Bangsa Nabataea.

Mereka mencari sebuah wilayah baru untuk mereka diami. Hidup berkelompok dan membangun sebuah peradaban. Sebuah kota yang mereka beri nama Petra. Kota diatas Gunung Hor.

Sejak mereka mengenal adanya sebuah kekuatan yang mengendalikan mereka, mereka mulai mendirikan bangunan sebagai tempat pemujaan. Mulai dari Kuil Ad Deir, patung Dewi Allat hingga altar persembahan diatas batu cadas Al Khuraimat.

Gunung Hor kini mulai ramai dan menunjukkan adanya kehidupan. Kehidupan yang menjadi tanda awal berdirinya Bangsa Nabataea. Bangsa yang mempercayai Dewa Dhushara sebagai pelindung mereka.

Hingga suatu ketika beberapa pedagang Bangsa Nabataea menemukan kompleks Al Djinn. Saat itu mereka baru saja pulang dari berdagang. Saat unta mereka melewati kompleks Al Djinn, unta itu mendadak berhenti berjalan. Meronta -- ronta kesana kemari seperti ada kekuatan lain yang mengendalikannya.

"Hasheem...! Ada apa dengan untaku ini? Tolong aku Hasheem...!"

"Lompatlah, selamatkan dirimu. Unta itu telah dipengaruhi oleh kekuatan lain." teriak Hasheem yang seakan mengerti atas apa yang terjadi kepada unta itu. Sebab ia memiliki kemampuan untuk membaca tanda -- tanda.

Hasheem pun turun dari untanya untuk memberi pertolongan kepada temannya.

Teman Hasheem melompat dari atas untanya sesuai perintah Hasheem. Ia berlari menghindar dari untanya yang mulai menggila. Semua barang dagangannya berjatuhan tercecer ditanah.

"Ada apa ini Hasheem? Mengapa untaku mendadak seperti itu?" tanya teman Hasheem dengan napas terengah -- engah.

"Disini kita tidak sendirian." ucap Hasheem pelan setelah berhasil menyelamatkan temannya dari amukan unta.

Iapun memejamkan mata, menajamkan penglihatannya. Ia berusaha merasakan kekuatan lain yang ada di sekitarnya.

"Maksudmu apa?" tanya teman Hasheem kemudian.

Mereka berdua terdiam. Hening. Angin gunung berhembus cukup kencang.

Tak lama kemudian Hasheem berkata...

"Ada penghuni lain yang bermukim disini. Di Gunung Hor. Aku merasakan itu."

"Penghuni apa? Siapa mereka?"

Hasheem mengamati keadaan sekelilingnya. Matanya tertuju pada sebuah batu besar berbentuk persegi.. Lalu ia berjalan menuju batu itu. Batu Al Djinn namanya.

Udara sore itu terasa cukup panas, sebuah lubang hitam menganga cukup lebar muncul dari salah satu sisi batu Al Djinn. Menganga dengan jelas dihadapan Hasheem dan temannya. Kilatan cahaya berwarna merah menyambar -- nyambar dari dalam lubang hitam.

Nampaknya panas yang mereka rasakan berasal dari sana.

Hasheem berjalan mendekat, sedangkan temannya hanya menunggu dari kejauhan sesuai perintahnya.

"Tunggulah disini, biar aku yang memeriksanya." ucap Hasheem.

Dalam jarak kurang dari dua meter, panas itu makin menjadi. Tubuh Hasheem tidak mampu menahan pancaran panas dari dalam lubang hitam.

Tangan Hasheem berusaha meraih kedalam lubang, namun seketika tubuhnya terpental ke belakang.

"Hasheeeeem....!" teriak temannya. "Kau tidak apa -- apa?"

"Iya, aku tidak apa -- apa." ucap Hasheem meringis sambil memegangi dadanya yang sakit karena terbentur batu.

Dengan dibantu temannya, Hasheem berdiri pelan -- pelan.

"Dimana lubang hitam itu?"tanya Hasheem keheranan sambil memandang batu besar di hadapannya yang kini sudah tak nampak berlubang lagi.

Udara seketika menjadi dingin seperti biasanya.

"Lupakanlah lubang itu, yang penting sekarang adalah keselamatan kita. Ayo lekas kita pergi, hari sudah hampir malam." ajak teman Hasheem.

"Baiklah..."

***

"Lapor Ratu, keberadaan kerajaan kita mulai diketahui oleh bangsa manusia. Ini merupakan pertanda buruk bagi kita Ratu." ucap seorang prajurit jin.

"Maksudmu apa?" tanya Ratu Mehnaz.

Prajurit itu menjelaskan secara rinci permasalahan yang ia ketahui. Mengapa itu bisa terjadi dan siapa yang menyebabkan semua itu.

"Yodh?" ucap Ratu Mehnaz tidak percaya. "Tidak mungkin itu Yodh, kau pasti salah melihatnya."

"Hamba tidak berani berbohong kepada Ratu. Hamba mengatakan apa yang hamba lihat." ucap prajurit itu.

Seisi Kerajaan Jin menjadi gempar. Ratu Jin Mehnaz melakukan pertemuan dengan para pembesar kerajaan. Membahas masalah yang dianggap cukup serius dan membahayakan masa depan Kerajaan Jin.

"Pengikutku, tentu kalian sudah mengetahui maksud pertemuan ini. Aku ingin kalian membantuku menyelesaikan masalah ini." ucap Ratu Mehnaz.

"Maaf Ratu, sebaiknya kita panggil saja Usranat. Ia bisa menjawab keraguan Ratu." ucap seorang penasehat kerajaan.

"Apakah aku bisa mempercayainya?" tanya Ratu Mehnaz agak ragu.

"Usranat mampu membaca tanda -- tanda. Indera wanita itu sangat peka. Dengan kesucian yang ia miliki, hamba yakin Usranat akan menemukan siapa pelaku yang telah membuka gerbang kerajaan kita." sahut penasehat kerajaan yang lain.

"Baiklah, panggil Usranat kemari." perintah Ratu Mehnaz.

Lalu dipanggillah Usranat. Seorang jin wanita yang masih suci. Yang memiliki kekuatan membaca tanda -- tanda. Menebak masa depan dan mengubah takdir lewat ramalannya.

"Yang Mulia, adakah yang bisa hamba bantu?"ucap Usranat bersimpuh dihadapan Ratu Mehnaz yang sedang duduk di kursi singgasananya.

Usranat adalah seorang jin wanita yang sangat cantik. Kulitnya seputih mutiara dan matanya biru. Hidungnya seperti bangsa manusia, namun telinganya lebih mirip sayap kelelawar. Begitulah bentuk secara umum para jin wanita saat berada di alamnya. Alam Kerajaan Jin.

"Katakan padaku, siapa yang telah lancang membuka pintu gerbang kerajaan kita."

"Baik Yang Mulia...."

Kemudian wanita suci itu bersila diatas lantai. Tepat ditengah -- tengah ruangan yang cukup luas berlantaikan pualam putih mengkilat.

Lalu ia melipat kedua tangannya di dadanya. Mulutnya bergerak -- gerak merapalkan mantra. Seisi ruangan terdiam sejenak menyaksikan sebuah ritual suci dihadapan mereka.

Dengan posisi bersila, Usranat membuka lipatan tangannya. Meletakkan kedua tangannya diatas pahanya. Lalu ia menjulurkan tangan kanannya. Kini telapak tangan kanannya yang putih berhias lukisan bunga -- bunga membuka keatas.

Asap tipis membumbung tinggi ke udara. Lama kelamaan asap itu membentuk sebuah gumpalan yang didalamnya terdapat wajah jin yang telah membuka pintu gerbang kerajaan.

"Yodh...." gumam Ratu Mehnaz tidak percaya.

Seisi ruangan menjadi gempar. Para pembesar kerajaan seakan tak percaya atas apa yang dilihatnya. Ada yang mempercayai ramalan Usranat, ada pula yang meragukannya.

"Cukup Usranat. Hentikan."

"Baik Yang Mulia."

***

Dalam beberapa hari, ramalan Usranat beredar luas ke seluruh penjuru kerajaan. Bahkan tersiar kabar bahwa Ratu Mehnaz akan menjatuhkan hukuman yang sangat berat kepada Yodh.

Sementara itu Yodh sendiri belum mengetahui bahwa dirinya akan mendapatkan hukuman. Sebab meskipun Yodh adalah orang penting di kerajaan, saat itu ia tidak ikut menghadiri pertemuan Ratu Mehnaz dengan para pembesar kerajaan karena ia sedang menjalani tugas yang diberikan oleh Ratu Mehnaz.

Karena desakan para pembesar kerajaan, Ratu Mehnaz pun segera mengadakan pertemuan kembali. Kali ini dengan menghadirkan Yodh.

"Baiklah Yodh, apakah kau sudah mengetahui mengapa aku menyuruhmu kemari?"

"Belum Yang Mulia, Ada apa?" tanya Yodh.

"Kau tidak tahu atau hanya berpura -- pura saja Yodh?" tanya Ratu Mehnaz sinis.

"Hamba benar -- benar tidak mengerti Yang Mulia, maafkan hamba." ucap Yodh sambil menunduk.

"Prajurit! Lekas panggil Usranat kemari." teriak Ratu Mehnaz geram penuh amarah.

Usranat pun dihadirkan dalam pertemuan besar itu. dan Ratu Mehnaz menyuruhnya untuk menunjukkan apa yang ia ketahui kepada Yodh.

Yodh terbelalak. Ia tak mampu berkata sedikitpun. Mulutnya terkunci.

"Ratu... Itu... Aku..." ucap Yodh terbata -- bata membela diri.

Belum sempat ia melakukan pembelaan terhadap dirinya, Ratu Mehnaz beranjak dari singgasananya. Lalu ia berdiri dan memerintahkan beberapa prajurit untuk meringkusnya.

"Prajurit... Singkirkan Yodh dari Kerajaan Jin. Aku tak mau ada pengkhianat disini. Asingkan dia ke Pulau Siprus." ucap Ratu Mehnaz murka.

"Ratu... Itu bukan kesalahanku. Kau telah salah paham Ratu..." teriak Yodh dengan tangan telah diborgol oleh sebuah kekuatan sihir yang tak mampu ia kendalikan meskipun ia sendiri adalah prajurit terkuat di kerajaan. Prajurit sekaligus tangan kanan Ratu Mehnaz.

"Ratu.... Kau harus mendengarkanku dulu..." teriak Yodh yang makin menjauh dari ruang pertemuan.

Yodh telah pergi. Pertemuan akan segera diakhiri.

"Kepada semua pengikutku, ingatlah baik -- baik hari ini. Jika kalian berani mengkhianatiku, aku tak akan segan -- segan menghukum kalian. Meskipun kalian adalah orang kepercayaanku. Sebab bagiku, hukum harus selalu ditegakkan. Kesalahan Yodh sangat besar dan tidak bisa dimaafkan. Jika gerbang kerajaan terbuka dan berhasil dimasuki oleh bangsa manusia, maka hancurlah kita. Kekuatan bangsa manusia tidak boleh bersentuhan dengan kekuatan bangsa kita. Hanya kekuatan bangsa kitalah yang bisa menembus dan menyatu dengan kekuatan mereka. Itu sudah hukum alam yang tidak terbantahkan." ucap Ratu Mehnaz dengan tegas.

Semua pembesar kerajaan menunduk. Tak satupun dari mereka yang mengeluarkan kata -- kata.

Ratu Mehnaz pergi meninggalkan ruang pertemuan.

***

Dua orang prajurit utusan Ratu Mehnaz akhirnya membawa Yodh menuju pintu gerbang kerajaaan. Mereka berdua membawa Yodh terbang memasuki lorong gerbang kerajaan. Sebuah lorong dimensi waktu yang menghubungkan dunia jin dengan dunia manusia. Yang sudah pasti memiliki perhitungan waktu yang berbeda diantara keduanya.

Lorong itu sangat panjang dan gelap. Sejauh mata memandang hanyalah ada kegelapan. Sehari di dunia jin sama artinya dengan seribu tahun di dunia manusia. Meskipun perbedaan waktu keduanya terpaut sangat jauh, itu semua tidak berlaku bagi Bangsa Jin. Mereka tetap berada dalam wujud yang tetap. Wujud halus yang tidak akan mengalami perubahan menjadi tua sampai kapanpun.

Mereka bertiga melaju dalam lintasan cahaya. Lebih tepatnya mereka menaiki kilatan cahaya merah yang akan membawa mereka pada sebuah titik cahaya. Yakni titik gerbang terluar dari Kerajaan Jin yang  terhubung di sebuah tempat dimana Yodh akan diasingkan selamanya.

Dalam waktu yang cukup singkat, mereka telah sampai. Kedua prajurit jin itu lalu melepaskan ikatan sihir Yodh. Setelah mereka memberi hormat kepada Yodh, mereka berdua lenyap seperti debu gurun tertiup angin.

Setelah kepergian kedua prajurit jin, Yodh mengamati keadaan sekelilingnya. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, ia melangkahkan kakinya. Sebagian kekuatannya telah dicabut oleh Ratu Mehnaz saat tubuhnya terborgol oleh kekuatan sihir.  Keistimewaan yang ia miliki kini telah lenyap. Ia sudah tidak memiliki kekuatan untuk menembus gerbang Kerajaan Jin ataupun berhubungan lagi dengan para penghuni Kerajaan Jin.

Kali ini Yodh benar -- benar sendiri.

"Siapa yang telah melakukan semua ini padaku?" gumam Yodh menahan amarah.

Hingga akhirnya sampailah ia di sebuah tepi laut. Di sebuah pantai yang sepi tak berpenghuni. Yang kini dikenal sebagai Kota Paphos.

Untuk menutupi identitasnya, Yodh mengubah dirinya. Dari wujud halus menjadi wujud fisik kasar seperti bangsa manusia. Berwujud lelaki gagah dengan jubah hitam menutupi badan dan turban merah membungkus kepala. Namun tetap saja wujud halusnya tidak bisa hilang. Dua bola mata berwarna hijau seperti mata ular.

                                                                                                                                                           ***

Waktu berlalu, pengasingan Yodh kini telah berjalan puluhan tahun, ia berpikir untuk mendirikan kerajaannya sendiri. Sebuah kerajaan dibawah pimpinannya.

Yodh mulai mencari pengikut sebanyak -- banyaknya. Dengan kekuatan sihir yang dimilikinya ia mempengaruhi semua orang untuk menjadi pengikutnya. Ia mendirikan sebuah pusat pengobatan yang berada diatas sebuah bukit di Kota Paphos. Segala macam penyakit bisa ia sembuhkan dengan mudah. Dalam waktu singkat, nama Yodh mulai dikenal di seluruh Pulau Siprus.

Satu -- persatu orang yang datang berobat mulai sembuh. Namun dibalik itu semua, kesembuhan yang mereka terima berbuah petaka. Dalam beberapa hari setelah mereka sembuh, ramuan obat dari Yodh mulai bereaksi. Para penduduk mulai mengalami hal -- hal yang ganjil.

Saat sore menjelang malam. Saat matahari mulai nampak kemerah -- merahan di ufuk barat, mereka mulai berubah wujud. Wujud menyerupai hewan melata dengan badan seperti manusia, namun berkepala ular. Dengan lidah merah menjulur -- julur mengeluarkan desisan yang menyeramkan.

Kulit yang semula halus berambut, kini mulai kasar bersisik. Para wanita menjerit histeris. Mereka seakan jijik dengan tubuh mereka sendiri. Wajah cantik itu kini berubah menyeramkan. Bersisik hijau dan kasar. Aroma amis menyelimuti sekujur tubuhnya. Mereka menangis sejadi -- jadinya.

Sedangkan penduduk lelaki tidak demikian, mereka tidak menangis ataupun meratapi nasib menjadi manusia ular. Tetapi mereka menyimpan amarah dendam kepada Yodh. Mereka akan membuat perhitungan dengannya.

Keadaan seperti itu tidak berlangsung selamanya, namun hanya saat sore menjelang malam hingga fajar di keesokan harinya.

"Apa yang terjadi padaku? Suamiku, apa yang harus kita lakukan sekarang?"

"Tenanglah istriku, kita tidak sendiri. Besok pagi -- pagi sekali aku akan mengumpulkan penduduk untuk mengadakan pertemuan. Membahas rencana menghadapi sang dukun itu.

Hari itupun tiba. Setelah pertemuan itu, para penduduk sepakat untuk menghabisi Yodh. Mereka berdatangan ke pusat pengobatan Yodh yang terletak diatas sebuah bukit. Mereka datang menuntut balas atas perlakuan Yodh kepada mereka.

"Yodh... Keluarlah..." teriak salah seorang penduduk dengan geram.

"Yaaa... keluarlah hadapi kami semua. Kau harus bertanggungjawab atas apa yang terjadi pada kami." sahut yang lain.

Masing -- masing dari mereka membawa obor, pedang dan tombak. Mereka mempersenjatai diri mereka untuk melawan Yodh. Suasana makin memanas.

Salah seorang dari mereka memberanikan diri memasuki kediaman Yodh. Sore itu sangat ramai dan ricuh. Namun sayangnya, mereka tidak bisa menemukan Yodh meskipun mereka telah mengobrak -- abrik dan membakar kediamannya.

Dalam kemarahan yang makin memuncak dan suasana penuh dengan kepulan asap tebal membumbung tinggi ke udara. Tiba -- tiba terdengar suara menggema ke seluruh tempat.

"Wahai penduduk Kota Paphos, aku tahu maksud kedatangan kalian kemari. Kesembuhan bukan?"

"Ya benar... Keluarlah hadapi kami jika kau berani..." teriak para penduduk hampir bersamaan.

Kemarahan mereka makin menjadi. Senjata -- senjata diangkat ke udara. Teriakan mereka makin keras. Bahkan sebagian dari mereka hendak menyerbu masuk kedalam kediaman Yodh.

"Aku tidak akan keluar menemui kalian. Sebab itu hanya akan membuang -- buang waktuku. Jika kalian ingin sembuh, hisaplah darah manusia saat malam hari. Dengan darah manusia itu, tubuh kalian akan bisa berubah kembali menjadi wujud manusia saat fajar tiba. Lakukanlah hal itu hingga kalian benar -- benar menjadi manusia seutuhnya. Ingat, hisaplah darah manusia yang masih murni. Bukan darah manusia jelmaan seperti kalian." perintah Yodh kepada para penduduk.

Namun, sejujur- jujurnya perkataan bangsa jin tetap saja mengandung dusta. Perintah Yodh hanyalah akal licik Yodh, sebenarnya Yodh mulai menyebarkan sihirnya. Mereka yang telah tergigit oleh ular jelmaan, akan mengalami nasib serupa. Sebab aliran darah mereka telah bercampur dengan aliran darah ular jelmaan. Demikianlah hal itu akhirnya menjadi sebuah lingkaran setan yang tak bisa dihentikan.

Suara Yodh yang menggema mulai lenyap. Kediaman Yodh yang musnah terbakar kini berdiri lagi dengan kokoh. Teriakan penduduk berubah menjadi sebuah kesunyian yang diiringi dengan terbenamnya matahari di ufuk barat. Berwarna kemerahan. Merah yang sempurna.

Tiba -- tiba kesunyian itu berubah menjadi suara ricuh. Suara mendesis dari para penduduk. Mereka semua berubah menjadi manusia ular. Sihir Yodh mulai bekerja.

***

Dalam beberapa hari setelah kejadian penyerangan oleh penduduk, suasana di Kota Paphos menjadi semakin mencekam. Hampir seluruh penduduk di kota itu menjelma menjadi manusia ular. Mereka mendesis, menggigit dan menghisap darah mangsanya. Korban berjatuhan.

Namun anehnya, korban itu tidaklah mati. Mereka pingsan untuk sesaat. Setelah itu ia akan bangun kembali. Hidup kembali. Dalam wujud yang berbeda. Tubuh bersisik dan mata seperti mata ular.

Keadaan ini sangat menguntungkan Yodh. Sihir yang ia sebarkan ke seluruh penjuru kota berhasil mempengaruhi para penduduk.

Kini mereka berada dalam kendali Yodh. Kota Paphos berubah menjadi kota penyihir.

Dengan mudahnya Yodh memerintah para penduduk sesuai keinginannya.

Suatu malam, Yodh merapalkan mantra sihirnya. Ia duduk diatas singgasananya. Menegakkan tongkat kayu yang ada dalam genggamannya. Sebuah tongkat kayu berujung lancip yang menyerupai kobaran api. Ujung tongkat itu terbuat dari logam berwarna kemerahan.

Mulutnya bergerak -- gerak. Dari kedua telapak tangannya mengeluarkan kepulan asap yang segera melesat ke udara.

Sementara itu di sebuah rumah penduduk. Seorang pria terbangun dari tidur malamnya setelah kepulan asap putih merasuk kedalam tubuhnya melewati lubang mulutnya yang sedikit terbuka.

Ia dibangunkan oleh kekuatan Yodh untuk melaksanakan perintahnya. Mencuri patung Dewa Dhushara di Kuil Ad Deir.

"Patung itu akan aku curi. Sehingga kalian tidak akan bisa melakukan persembahan kepada Dewa kalian. Dan itu akan membuat Ratu Mehnaz murka. Sebab hal itu akan membuat kekuatan Kerajaan Jin akan melemah." gumam Yodh dalam hati. Ia merasa puas telah berhasil membalaskan sakit hatinya kepada Ratu Mehnaz yang telah menghukumnya.

Lelaki yang telah dirasuki sihir oleh Yodh mulai beraksi. Dengan mengenakan burka di wajahnya, serta sebuah pedang menyelip di pinggangnya, ia mengendap -- endap dalam kegelapan malam menuju Kota Petra.

Dalam dunia nyata, perjalanan dari Pulau Siprus menuju Kota Petra membutuhkan waktu sekitar sebulan perjalanan laut. Namun karena kekuatan sihir Yodh, lelaki itu hanya membutuhkan beberapa jam saja untuk dapat tiba di Kota Petra. Ia menempuh dimensi lain untuk sampai kesana. Dimensi Bangsa Bawah. Yakni Bangsa Jin.

Saat tiba di Kota Petra, ia segera berjalan menuju Kuil Ad Deir. Kuil itu berjarak tidak jauh dari tempatnya berdiri. Hanya membutuhkan beberapa menit berjalan kaki.

Malam itu, suasana Kuil Ad Deir sedikit lengang. Tidak nampak seorang penjaga yang bersiaga disana. Sehingga tanpa kesulitan lelaki itu segera merubah wujud roh nya menjadi wujud fisik seperti semula. Wujud aslinya. Berjubah hitam dan turban hitam di kepala. Serta burka sebagai penutup wajahnya.

Ia berjalan pelan. Lalu ia mengencangkan burka di wajahnya, menajamkan penglihatannya untuk mengawasi keadaan di sekelilingnya. Dalam beberapa menit ia sudah masuk kedalam halaman kuil tanpa kesulitan.

Dengan berjalan mengendap -- endap, ia mendekat menuju pintu masuk.

Saat ia berjalan mendekat, tiba -- tiba...

"Siapa itu..." tanya seorang pendeta yang sedang melakukan pemujaan malam.

Lelaki itu berhenti melangkah. Ia berdiri di tempatnya. Cahaya temaram cukup membantunya dalam penyamarannya.

"Ucapkan mantra ini..." sebuah suara menggema didalam kepala si lelaki.

Bersamaan dengan itu, mulut si lelaki bergerak -- gerak menirukan mantra yang sedang didengarnya . Dalam sekejap, pendeta itu ambruk. Ia kehilangan kesadarannya.

Tanpa menunggu lama, sebelum semua rencananya berantakan. Si lelaki bergegas menuju altar utama kuil. Ia segera naik ke altar. Mengambil patung Dewa Dhushara dan menyimpannya kedalam kain yang diikatkan di badannya. Lalu ia pergi.

***

Beberapa menit setelah kepergian lelaki itu, pendeta Samad terbangun. Ia kaget melihat keadaan Altar yang berantakan. Cawan tembaga jatuh, air suci untuk persembahan berceceran diatas meja altar. Buah -- buahan berhamburan diatas lantai kuil.

"Prajurit..." teriak Pendeta Samad.

Seorang prajurit penjaga kuil bergegas masuk kedalam. Melihat sang pendeta dalam keadaan lemah, ia membopong pendeta itu untuk duduk.

Dengan napas terengah -- engah, Pendeta Samad memerintahkan prajurit untuk membereskan altar pemujaan. Ia tidak ingin segalanya berantakan.

Setelah terlihat rapi seperti semula, ia segera memanggil sang prajurit.

"Prajurit, kemarilah..."

"Iya Pendeta, apa yang sedang terjadi? Siapa yang menyerangmu? Dan mengapa patung Dewa Dhushara lenyap? Apa yang terjadi Pendeta?"

Wajah Pendeta Samad seketika kaget, ia tak menyangka patung Dewa Dhushara lenyap. Wajahnya mendadak pucat pasi.

"Lenyap katamu?"

"Iya Pendeta, diatas altar tidak ada patung Dewa Dhushara, kemanakah patung itu Pendeta? Dan mengapa kau pingsan tadi? Apa yang sedang terjadi padamu Pendeta?"

Pertanyaan bertubi -- tubi dari prajurit penjaga tidak dapat dijawabnya seketika itu juga. Pendeta Samad diliputi rasa cemas dan takut.

Cemas akan kemurkaan Dewa Dhushara dan takut akan kemurkaan para Penduduk Kota Petra. Ia tidak bisa membayangkan kemarahan para penduduk jika mengetahui Dewa mereka telah lenyap.

Dalam kebingungan yang menyerangnya bertubi -- tubi. Pendeta Samad segera memberikan perintah kepada prajurit penjaga.

"Prajurit, rahasiakan kejadian malam ini. Jangan kau ceritakan kepada siapapun. Kau paham?"

"Iya Pendeta, aku paham jalan pikiranmu. Aku tahu kecemasanmu. Kau tidak menginginkan para penduduk marah bukan?"

"Kau benar sekali. Kau memang prajurit yang bisa aku andalkan."

"Terimakasih Pendeta, tapi apakah kita hanya berdiam diri saja membiarkan ini semua? Bagaimana jika keesokan pagi penduduk datang kemari untuk melakukan pemujaan? Apa yang akan terjadi jika Dewa yang akan mereka puja telah hilang?"

"Aku tidak tahu lagi prajurit. Kepalaku terasa berat dan pusing."

Mereka berdua terdiam. Suasana kuil menjadi hening. Angin malam berhembus cukup kencang. Menerbangkan debu -- debu pasir kedalam kuil.

Tiba -- tiba prajurit itu berkata...

"Aku tahu apa yang harus kita lakukan Pendeta."

"Apa? Katakan padaku."

***

Dengan gerakan cepat, lelaki Paphos itu meninggalkan Kota Petra. Ia kini telah keluar dari gerbang utama kota. Ia melenggang bebas sesuka hatinya karena malam itu ia dengan mudah menaklukkan para prajurit penjaga gerbang kota.

Dengan mengucapkan matra sihir yang ia dengar tadi, semua prajurit ambruk tanpa perlawanan sedikitpun. Mereka telah dikuasai sihir Yodh. Para prajurit itu kehilangan kesadarannya.

Kali ini lelaki itu berjalan menuruni bukit. Ia telah berubah dari wujud roh menjadi wujud fisik  semenjak tiba di Kuil Ad Deir.

Lelaki itu berjalan menuju lembah. Ia sengaja mencari tempat yang sepi untuk melepas lelah malam itu. Hingga akhirnya ia tiba di sebuah lembah di kaki Gunung Hor.

Ia berjalan pelan menyusuri lembah itu. Melewati jalan setapak yang ia temui sepanjang perjalanannya. Rasa lelah mulai menguasai dirinya. Beruntung baginya sebab ia melihat sebuah gua disana.

"Malam ini aku akan beristirahat didalam gua itu. Dan besok aku akan melanjutkan perjalananku kembali ke Kota Paphos." Gumamnya.

Lelaki itupun mencari beberapa batang kayu. Lalu ia membawanya masuk kedalam gua. Ia mengikat kayu itu dengan akar pohon yang cukup panjang. Lalu akar itu ia lilitkan di perutnya.

Sedangkan bungkusan kain berisi patung Dewa Dhushara ia seret menggunakan tangan kirinya agar ia bisa masuk kedalam gua tanpa merasa kesulitan.

Ia terpaksa melakukan ini smua karena jalan masuk menuju gua kurang dari satu meter. Sehingga sulit untuknya berjalan berdiri kedalam gua.

Dengan merangkak menggunakan sisa -- sisa tenaga yang dimilikinya, akhirnya ia berhasil masuk kedalam ruangan gua yang cukup luas.

Ia melepaskan lilitan akar di perutnya. Mengambil ikatan kayu bakar dan menyalakannya didalam gua untuk menghangatkan tubuhnya.

"Patung ini sebaiknya aku letakkan disana," gumam lelaki itu sambil mengamati dinding gua yang kiranya bisa ia pakai untuk meletakkan patung Dewa Dhushara.

"Itu dia..." ucapnya kemudian sambil membuka bingkisan kain hitam yang berisi patung Derwa Dhushara.

Iapun berdiri dan berjalan menuju salah satu dinding gua yang memiliki ceruk kecil didalamnya. Lalu ia meletakkan patung Dewa Dhushara disana.

Malam itu cukup membuat udara didalam gua menjadi dingin menusuk tulang. Dengan perut menahan lapar, lelaki itu menyalakan kayu kering yang ia bawa. Sehingga seluruh ruangan dialam gua menjadi terang benderang dan menjadi hangat.

Kemudian ia berjalan menuju sebuah sumber air yang ia lihat didalam gua. Ia meminum air itu sepuasnya.

Tiba -- tiba terdengar suara menggema didalam gua.

"Pekerjaanmu sangat bagus. Aku merasa puas sekali."

Lelaki itu kaget. Ia mencari asal sumber suara itu. dan seketika ia teringat bahwa itu adalah suara majikannya. Yodh si penyihir.

"Terimakasih Tuan Yodh." ucapnya dalam keadaan bersujud.

Kini rasa laparnya berubah menjadi rasa kenyang, pujian dari majikannya membuatnya merasa senang. Hingga lama kelamaan rasa kantuyk mulai menyerangnya.

Lelaki itu tertidur. Ia tidur dengan lelap disebelah tumpukan kayu bakar yang menyala sedikit redup.

***

Malam berganti pagi. Lelaki Paphos berbadan tegap itu terbangun dari tidurnya. Perutnya mulai berbunyi. Menandakan waktunya untuk makan. Ia bergegas mencuci mukanya dengan air yang berada tak jauh dari tempatnya.

Segarnya air sumber itu cukup membuatnya merasa segar kembali. Meskipun rasa lelah masih menyerang dirinya.

Lalu ia berjalan keluar gua dengan merangkak seperti yang ia lakukan semalam.

Matahari bersinar sangat cerah. Menembus lubang gua yang menjadi pintu masuk kedalam gua. Ia menyipitkan kedua matanya karena sinar matahari itu membuatnya silau.

Sesampainya di depan pintu gua, ia berdiri dan menghirup udara segar. Ia menikmati sekali udara itu. Hingga tanpa sadar ada dua pasang mata sedang mengintainya diluar gua. Tak jauh dari tempatnya berdiri.

Saat lelaki itu berjalan sedikit jauh meninggalkan gua untuk mencari makanan, tiba -- tiba dua ekor singa hutan berukuran besar keluar dari balik semak -- semak. Singa itu menyerang dan menyergapnya dari belakang.

Lelaki itu tak mampu menandingi kekuatan dua ekor singa yang menyerangnya. Ia tak mampu menghadapi serangan itu. Bahkan untuk mengucapkan mantra sihirpun ia tak sanggup. Hingga akhirnya ia harus merelakan dirinya menjadi sarapan pagi untuk dua ekor singa hutan yang kelaparan.

Lelaki itu tewas mengenaskan tak jauh dari pintu gua dengan tubuh tercabik -- cabik.

Sementara itu suasana di Kuil Ad Deir berjalan seperti biasa. Para penduduk melakukan pemujaan dengan sangat khusyuk. Seperti tidak ada hal yang terjadi sebelumnya.

Mereka memanjatkan do'a kepada Dewa Dhushara dan Dewi Allat. Meletakkan buah -- buah segar dan daging kambing beraroma lezat diatas meja altar.

Lalu mereka memohon keselamatan untuk diri mereka dan keluarga mereka.

Di dekat pintu masuk kuil, diantara keramaian para pengunjung kuil yang hendak berdo'a, terlihat dua orang sedang berbicara dengan cukup serius.

"Pekerjaanmu sangat bagus. Sangat sempurna."

"Terimakasih Tuan, ini semua karena pekerjaan tukang pahat itu."

"Bagus prajurit. Akhirnya aku bisa bernafas dengan lega dan para penduduk bisa melakukan pemujaan seperti biasanya." ucap Pendeta Samad dengan puas.

Lalu mereka berdua saling bertatap mata dan tersenyum. Sebuah rahasia besar telah berhasil mereka simpan rapat -- rapat.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun