Puisi merupakan salah satu karya sastra yang terikat oleh rima, irama, dan kemerduan bunyi. Kosasih (2012: 97) menyatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan kaya akan makna. Keindahan dalam karya puisi salah satunya dibangun oleh bahasa berupa kata-kata yang indah yang terwujud dari ekspresi jiwa seseorang.Â
Sebagian keindahan puisi terletak pada bunyi. Atmazaki (2002: 73) berpendapat bahwa bunyi dalam puisi merupakan salah satu sarana kepuitisan di samping sarana-sarana yang lain. Puisi selain mempunyai pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang, juga disusun sedemikian rupa dengan penyepadanan bunyi. Bunyi dapat memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, menimbulkan bayangan angan yang jelas, dan menimbulkan suasana yang khusus. Menurut Pradopo (1997: 57), gaya bunyi merupakan penggunaan bunyi-bunyi tertentu untuk mendapatkan efek tertentu yaitu efek estetis.Â
Gaya bunyi meliputi gaya ulangan bunyi, gaya kiasan bunyi, orkestrasi bunyi, dan irama. Gaya ulangan bunyi dibedakan menjadi enam jenis, yaitu aliterasi, asonansi, sajak awal, sajak akhir, sajak tengah, dan sajak dalam. Gaya kiasan bunyi dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu onomatope, metafora bunyi, dan simbolik bunyi. Orkestrasi bunyi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu efoni dan kakofoni. Irama juga dibedakan menjadi dua jenis, yaitu metrum dan ritme.Â
Kemampuan menganalisis puisi merupakan suatu hal yang tidak mudah, tetapi sangat diperlukan agar pembaca mampu memahami makna yang terkandung di dalamnya. Pada penelitian ini, selain melakukan analisis bunyi, peneliti juga melakukan analisis makna menggunakan teori semiotika. Semiotika mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda (Gottdiener dalam Sobur, 2001: 87). Salah satu ahli semiotika yakni Roland Barthes. Di dalam teorinya, Roland Barthes menjelaskan dua tingkat dalam pertandaan, yaitu denotasi dan konotasi.Â
Denotasi merupakan tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan pertanda, yang di dalamnya menghasilkan makna yang eksplisit, langsung, dan pasti. Sementara konotasi merupakan tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan pertanda, yang di dalamnya menghasilkan makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.Â
Pada penelitian ini, peneliti memilih tiga puisi karya Tri Budhi Sastrio yang berjudul Mengampuni itu Indah dan Mudah, Ilusi Korupsi dan Remisi, serta Merdeka (Ber)Korupsi untuk digunakan sebagai bahan kajian. Peneliti memilih tiga puisi tersebut karena menurut peneliti puisi-puisi tersebut memiliki ragam bunyi yang bervariasi serta mengandung makna yang mendalam sehingga mampu menciptakan nilai-nilai estetis. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk menganalisis bunyi dan makna yang terkandung dalam tiga puisi karya Tri Budhi Sastrio tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga puisi karya Tri Budhi Sastrio yang berjudul Mengampuni itu Indah dan Mudah, Ilusi Korupsi dan Remisi, serta Merdeka (Ber)Korupsi memiliki ragam bunyi yang bervariasi dan mengandung makna yang mendalam sehingga mampu menciptakan nilai-nilai estetis.
A. Bunyi
Menurut Pradopo (1997: 57), gaya bunyi merupakan penggunaan bunyi-bunyi tertentu untuk mendapatkan efek tertentu yaitu efek estetis. Gaya bunyi meliputi gaya ulangan bunyi, gaya kiasan bunyi, orkestrasi bunyi, dan irama.
1. Gaya Ulangan Bunyi
Gaya ulangan bunyi dibedakan menjadi enam jenis, yaitu aliterasi, asonansi, sajak awal, sajak akhir, sajak tengah, dan sajak dalam.